Sekali ini saja
semburat yang legam
menyesakan dada sempit , sekumpulan
daun pandan
mengusung “angan binal” hendak
meruntuhkan stambul besi
yang menari beriringan gendang
parau
sekali lagi bau anyir
kepulan asap terus menghentak jaman,
bagai roda pedati yang gontai,
di alas santun negeri ini
teriakan “Jangan Melukai Hati Rakyat”
membujur dan melintang tak tentu
arah
pada wajah bumi, milik peran
“panggung sandiwara”
pada episoda cinta yang hilang
terpagut raksasa seram,
yang muncul dari awan hitam
penghias langit.Namun langit
berduri
menghantarkan jalan jalan kota
meradang dalam mata nanar
sementara perlente berkerah sutra
dalam gedung loji mewah berlantai
belulang
tak gerah dan menusukan jauh-jauh,
kata kata samar, pada yang
tertunduk menghujam bumi
si kecil yang menggayut sarapan
pagi
segenggam nasi bisu, dengan lauk meracik
pilu
tetap saja tak mampu berselingkuh
dengan hari,
berpagar rambut kuning mentari….(Semarang,
3 April 2012).
Terlanjur beku
tak urung alis mata wajah negeri
ikut merenda centang perentang
bibir gincu
tak peduli serpihan “bedak pupur”
menghitami atmosfer bertaut empat
penjuru
yang sarat dengan susunan nada
pongah
kita tidak semanis semilir angin
pantai lagi
kala semua merapikan bait
pantun dan syair tentang tanah
negeri
berpagar ratna mutumanikam dalam
gendongan
dua musim
hanya karena teriakan nyaring
“Kenaikan Harga BBM”
yang menyedukan angin musim sekumpulan
awan
bernada gusar, membekukan pelangi
lurus melintang sepanjang negeri perawan
desa
yang sarat senyum tawa seloroh
di sela hamparan padi menguning
kita terlanjur beku
dengan wajah terjerambab layaknya
nenek sihir
terus memelentingkan guratan
permusuhan di luar dan dalam gedung
loji
secawan the hangat, bermanis gula
tebu
seharusnya berjejer di tepi meja
kala kita duduk melingkar dalam
tembang dolanan
kita dalam hingar bingar
suara hati tak tentu arah…..(Semarang,
3 April 2012).
Anak Negeri
akulah sang anak negeri
bersiul tembang dalam kermunan
kerbau sawah
tak kenal Valentin atau Happy
Birthday
tak akrab dengan lidah Humberger atau Hot Dog
aku hanya mengenal karib
handai taulan atau bunga
di taman halaman rumah
tempat aku membuka jendela
hingga ujung langit negeri “nyiur
pantai”
sekali ni saja,
aku hembuskan nasehat emak di kampungku
agar kita rapi bertanam padi dan
sayur…..(Semarang, 3 April 2012).