Jumat, 06 November 2009

Seperti Apakah Jiwa ini

puspa prasasti aji
Kita sudah tidak mau tahu lagi
sepertinya telah ada di genggaman tangannya
perihal kedurjanaan ini
segalanya tentang bencana dan tragedi
yang menyeruak di himpitan bumi
yang hendak berputar melawan arah

Seperti apakah kita yang terbelenggu
bila untuk merebahkan badan saja
kita sudah tidak mampu lagi
lantaran penat yang
meremukan tulang dan semua cita


Lantas mau disimpan di mana jiwa ini
bila untuk berteriak saja
kita tak tahu di mana harus berpijak
bila langkah majupun terganjal
merah membaranya cakrawala barat




Senin, 02 November 2009

Di Balik Hitam Awan Terbujur

puspa prasasti aji
Mungkin saja satu cerita
telah ditorehkan
dari langit yang merona bara
dari lorong hati manusia
yang tiada pernah tengadah ke langit

Padahal di balik langit
telah dipersembahkan tirai putih
berhias mutiara hijau susun tujuh
ada kalanya engkau perlu torehkan wajahmu
ke arah langit putih itu
untuk dijadikan tambatan hati
untuk kehidupan yang tenang
berenda kelambu penganten baru

sejukan hatimu hai manusia
semayamkan segl gundah
dalam pelukan yang terjaga di langit.

(Pondok Sastra HASTI Semarang)

Minggu, 01 November 2009

Kawan Masih Adakah Pagi..?

Duduk di beranda wajahmu pagi
hamdi beffananda aji
aku perhatikan telah tiada lagi
nyanyian butung penawar air sejuk
hanya ada bara api
dari hati manusia
yang menjulur kelu lidahnya

sampaikanlah walau dada ini hangus
untuk mengajaknya mereka berlapang dada
untuk menghijaukan kembali kebun buah
yang ada dipelataran samping rumah

jangan ada lagi,
pohon besar yang malang menjadi berserakan
sedangkan udara pagi
telah pengap
dihujam perih dan panasnya serakah manusia
bilakah masih ada,
embun damai yang menengok sudut hatimu
itupun masih menyisakan seberkas kata

yang tiada akan pernah bergeming
lantaran kicau burung
telah terbungkam oleh membaranya nafsu manusia (Pondok Sastra HASTI Semarang)

Prahara Bumi Ini

puspa prasasti aji
Ada kalanya manusia harus berkata apa
bila langit mendung,
tapi tiada rintik hujan
bila angin kembara
menerbangkan debu keangkuhan
hingga tepi senja,
telah dicuri
merah merona awan derita

Jangan sekalian
engkau pernah menghujat bumi
yang tiada pernah merekah senyumnya
bila engkau kan ganti arah berputarnya
jangan kau harap
masih ada segelas nafas yang bersih
bila padang kering
tak pernah kau tetesi embun pgi hari

gemercik sungai kecil
telah kau akrabi dengan kotoran jiwa
hingga bau busukpun telah mengudara
membenturdinding langit
membasuh wajah matahari hingga kelam,
meradang semua yang bersemayam
di bumi ini......


Pondok Sastra HASTI Semarang