Sabtu, 28 Mei 2011

Lifeshow TV Yang Miskin Kepedulian Sosial


Persaingan tajam antara beberapa stasiun tv nasional demi memuaskan pemirsa dan meraup keuntungan komersial, nampaknya semakin menjadi jadi belakangan ini. Para tim kreatif dari beberapa stasiun tv tersebut, telah tidak tanggung tanggung merancang jenis tayangan “surprise”, road show, kompetisi “staying-home”, karnaval sejumlah artis beken nasional dan lain sebagainua, yang diselenggarakan di kota kota seluruh Indonesia, yang tentunya menghabiskan dan menghamburkan dana milyaran rupiah dari pihak sponsor..

Tentu saja kita dapau mengambil kesimpulan, bahwa memang demikian “life-style” masyarakat Indonesia modern, yang telah menjadi keranjingan terhadap type tayangan entertainmen yang glamour dan spectakuler, yang ditayang langsung dari siang hingga malam. Tidak tanggung tanggung lagi konsumen acara spectakuler inipun bervariasi dari para remaja anak kita hingga ibu runah tangga. Karuan saja rating acara acara komersial ini menjadi tinggi dan gayungpun bersambung. Pihak sponsorpun menjadi semakin berani merogoh kocek lebih dalam lagi demi sukses penjualan produk mereka. Tayangan entertainment komersialp[un semakin berani dan gila-gilaan.

Memang menjadi hak setiap pihak menajement stasiun tv swasta yang eksis untuk menyuguhkan tayangan mega glamour langsung, dari panggung hiburan itu, yang memang membutuhkan pasokan dana demi operasonal publikasinya. Namun seberkas gambaran refleksi di balik ini semua bisa kita dapatkan, yaitu sebuah refleksi berkurangnya sifat kepedulian social komunitas tersebut terhadap meradangnya sebagian besar masyarakat Indonesia yang dirundung kemiskinan.

Dalam suatu masyarakat super multicultural yang melekat pada sejumah kurang lebih 250 juta penduduk Indonesia, kesenjangan yang terus melebar, karena tidak adanya konsep penanggulangan kesenjangan yang jitu, maka fragmentasi sosialpun bisa terjadi secara tajam dan mengkristal. Stimulus ini bakalan terus melaju sejakan dengan hedonisme yang terus menerjang masyarakat kita. Bukankah hal ini sering kita cermati di tayangan media tentang hedonisme para oknum koruptor.

Oleh karena itu, wajar saja bila tindak demo anarkis, angka krimaniltas dan perilaku abnormalitas masuarakat social terus terjadi. Lain halnya bila kita sepakati bersama malalui mediasi institusi penertiban siaran media elektronik, yang terus mengawal tv swasta untuk menyelipkan nilai moralitas dan kepedulian social bagi yang membutuhkan. Apalagi telah kita ketahui bersama bahwa dengan adanya kemampuan publikasi stasiun TV swasta yang menasional, maka tayangan super komersial itupun dapat dikonsumsi masyarakat di seluruh pelosok tanah air baik si kaya ataupun si miskin.

Tayangan semacam tersebut di atas, memang dengan mudah mampu mengumpilkan public dengan jumlah yang besar, ;angsung, spontan dan efektif Karena itu, acara yang dipublis menjadi road dan liveshow adalah acara yang banyak digunakan oleh banyak pemerintah daerah kota besar untuk memperingati HUT Kelahiran kota kota besar seantero nusantara. Lengkap dengan acara pendukungnya. Namun pemda kota setempat, telah menepiskan langkah strategis dan vital demi pengentasan si miskin yang signifikan. Mereka lebih mengedepankan glamour acara ulang tahun tersebut, dengan tentunya menonjolkan figure kepala daerahnya, agar lebih terpatri di hati rakyatnya,sehingga mampu terus eksis diterima masyarakatnya.

Akan lebih bijak lagi, bila tayangan super komersiil di kurangi frekuensinya, besar nya event dan acara acara pendukung yang sangat menyedot dana ratusan juta rupiah. Dana yang terhambur akan lebih berarti lagi untuk merekonstruksi dan merevitalisasikan infrastuktur strategis guna pembangunan ekonomi si kecil. Sehingga sedikit banyaknya msmpu mrnjadi obat hati bagi saudara saudara kita yang masih mederita dan terbelakang dalam segala hal dibanding dengan bangsa lain. Seperti kita ketahui, nahwa Human Development Indeks untuk orang Indonesia telah menempati urutan ke 161, di bawah Vietnam, yang medeka pada tahun 70-an.

Memang telalu pelik apabila kita korelasikan antara dunia megah megahan entertainment dengan kompetensi masyarakat Indonesia. Namun stmulir pergeseran social yang mengarah ke konsumsitifisme suatu masyarakat bisa dibendung dengan “dunia panggung hiburan” yang diredam lajunya, seingga terhindar dari gila gilaan. Aspek lain yang patut kita cermati, adalah interaksi semua komponen dalam masyarakay Indomesia yang
mengusung perilaku saling mengedepankan keopedulian sesama masyarakat Indonesia.

Maka suatu keputusan yang bijaksana bila kita selipkan setiap tayangan TV swasta yang memiliki rating tinggi dengan pencerahan moral untuk anak bangsa yang sedang mengalami krisis ideologis, daya beli, pendidikan, lapangan kerja, pencurangan terhadap uang Negara, kepedulian sesama dan lain sebagainya/


Pondok Sastra HASTI Semarang