Tampilkan postingan dengan label CERPEN REMAJA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERPEN REMAJA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Agustus 2021

ARINI

Aku sudah katakan semuanya pada Arini. Tentang semua kesulitanku, untuk menggapai masa depan bersama, namun sia-sia. 

Hingga akhirnya datanglah surat yang berwarna biru sendu, di akhir desember tahun ini. Aku baca berkali-kali hingga larut malam. Inikah semua yang dia pinta, akupun belum sepenuhnya menerimanya, bukankah hidup itu tidak semudah membalik tangan ?. 

Barangkali mungkin ini belum terlambat, akupun berusaha menemuinya lagi. Maka pada suatu senja, Arini telah berada di depanku. 

”Aku belum tahu tentang arti suratmu itu,, Rin ? “. Tanyaku, moga dia masih mau mendengarku.. 
“Udah, aku pikir – pikir matang-matang, Yan “ jawabnya dengan sorot mata ke arahku dan terlihat bintik air mata di matanya. 

Betapa aku tidak mampu melupakan wajah yang manis, dengan wajah yang bulat, rambut yang panjang hingga terurai sebatas pnggang. Namun dibalik keindahan wajahnya, tersembunyi hati yang keras sekeras batu karang di lautan. 

 “Mengapa, apakah ini sebuah kesalahan. Aku sudah coba semampuku untuk lebih mengertimu. Aku manusia biasa lho Rin, apalah artinya Septian ? 
“ . Aku mencoba lebih dalam lagi untuk menjelaskan maksud perpisahan ini. Namun Arini hanya diam seribu bahasa, Tawa candanya tak lagi menerangi ruang hatiku., Namun sengaja dia kubur bersama dengan ketidaktahuanku. 
“Ayo dong Rin, beri aku penjelasan ! 
“. Sekali lagi aku coba, mungkin ini kata-kataku yang terakhir kali. ”Apa kamu bener –bener mencintai aku, Yan ? ”.
 ”Mengapa itu kamu tanyakan sekarang ?. Apa nggak cukup waktu 4 tahun aku disampingmu ”Aku minta tolong , Yan !. Bila ini sebuah cinta, jauhi aku Yan, Pergilah kamu sejauh mungkin dan jangan temui aku lagi. Ini permintaanku terakhir ” . 

 Tak terdengar lagi suara Arini bersamaan dengan dirinya yang meninggalkan aku begitu saja di ruang tamu. Kini hanyalah tinggal aku yang hanya bisa memandangi lantai ruang tamu yang berwarna hijau lumut. Hanya sebuah kata pamit yang sempat aku lontarkan kepada Mama dan Papanya Arini, setelah itu akupun melangkah pergi, sempat mungkin yang terakhir kali aku pandangi rumah Arini. 

 Masih terlihat Mama dan Papa Arini di beranda rumah dengan pandangan kosong, seakan ikut menyesal dengan sikap Arini. Saat itu juga degup jantung ini menjadi bertambah binal memburu hati yang kosong tak berisi bunga-bunga warna warni yang biasa aku berikan kepada Arini. Seperti juga manusia lainnya yang belum mampu menundukan kehidupan ini, akupun bergelut dengan peluh demi sebuah kehidupan.
 
 Panas dan hujan tiada berbeda untuk kulit tubuh yang terlanjur melegam. Inikah kehidupan yang dapat membahagiakan Arini ? . 

Kadang dalam hatikupun lebih memilih perpisahan ini demi kebahagiaan Arini. Sebuah percobaan dari yang Maha Kuasa mungkin itulah yang harus aku terima. 
Kadang kita merasa bahwa percobaan hidup adalah suatu kekejaman, namun dibalik itu semua tersimpan hikmah yang begitu agung, hanya kita saja yang belum mengetahui sesuatu yang serba misteri ini. Sang waktulah yang setia mendampingiku dalam peluh dan kekerasan hidup ini, hingga hari berganti bulan dan datanglah waktu hampir satu tahun . 
Sudut hatku telah kosong .tiada lagi bunga yang aku tanam untuk Arini. Hingga datanglah surat dari Arini tentang sebuah kata maaf yang dia tulis dari rumah sakit. Ini bukan cinta lagi yang akan aku berikan kepada Arini, bila toh dia membutuhkan aku lagi, karena hatiku telah mengeras.
 Yang ada dihatiku kini hanyalah Arini sahabat yang aku kenal dari pertama kali masuk SMA. Kini dia terbaring lunglai diranjang rumah sakit, dengan kerut wajah yang tidak seperti dulu lagi. Sorot matanya yang dulu selalu menyodorkan taman bunga warna warni, kini hanyalah tatapan kosong untuk menerima kenyataan ini.
 Sebuah kanker ganas telah menyerang lambungnya dan menjalar hingga organ lainnya. Telah berkali-kali di operasi. Menurut keterangan dokter dia bisa sembuh kalau menjalani operasi yang terakhir kali, namun operasi ini sangatlah membutuhkan ketegaran lahir dan batinnya. Oleh karena itu, opeasi kali ini menyangkut hidup dan matinya Arini. 
 ” Yan, kau lihat sendiri inilah aku, Arini ” . 
 Mata yang kosong itu kini hanya berisi air mata. ”Kamu tetap Arini, meskipun apapun yang terjadi ”. Hati yang tadinya mengeras melebihi batu karang, kini luluh lantak tak berdaya menghadapi tragedi yang hinggap di hidup Arini ”Maafin aku ya Yan, tentang perpisahan kemarin ”. Tangis itu tambah berderai memenuhi seluruh ruang rawat inapnya Arini.
Seraya lebih mendekatkan lagi wajah ini, aku bisikan kata yang mungkin bisa membesarkan hatinya. ”Aku tidak pernah merasakan perpisahan denganmu, kau tetap Ariniku ” ” Benar, Yan ” ” Sungguh ” ” Sungguh, aku tetap dalam penantian selama ini ” ” Tapi keadaanku begini, Yan ” ”Tapi, kau tetap Arini ” ” Ah...Betapa kejamnya aku, telah meminta perpisahan ini, 
Yan. Aku salah menilai Mas Daniel yang kala itu menjanjikan kehidupan bahagia, namun disaat seperti ini dia telah meninggalkan aku. Maafin aku , ya.... Yan ! ” 
” Arini ! , selama kita masih disebut manusia, kita tentunya masih bisa berbuat salah ” ” Doain aku ya Yan, Nanti sore aku operasi. Yan !, aku minta kau menungguiku ” ” Tentu Rin, sekarang beristirahatlah ” Waktu menunjukan tepat jam 5 sore, tim dokter sudah berada di ruangan operasi untuk menyiapkan operasi besar. Sepanjang perjalanan menuju kamar operasi tangan Arini tidak lepas dari genggamanku. 

Sebuah doa aku panjatjan kepada Tuhan yang Kuasa , agar aku tidak lagi kehilangan sebilah cinta untuk yang kedua kali. ” Yan, jangan tinggalkan aku ? ” Sebuah pesan terahir dari Arni ketika menghadapi hidup dan mati. ” Tentu, Rin, aku akan tetap menunggumu. Percayalah, kita akan bersama lagi ”. Aku hanya berjalan mondar-mandir untuk menutup rasa gelisahku hingga dua jam sudah operasi berlangsung. Aku terperanjat kaget ketika tim dokter telah meninggalkan ruangan pertanda bahwa operasi berlangsung. Seketka itu juga aku mengejar mereka untuk menanyakan Arini.

 Dengan senyum yang terurai lepas. Tim dokter mengabarkan Arini bisa diselamatkan hanya menunggu pemulihan saja. Selama hampir satu tahun langit yang bergulung awan kelabu, kini berganti warna dengan awan jingga. Arini engkau akan bersama ku lagi. Oh Tuhan tewrimakasih Engkau telam mengembalikan cintaku lagi di saat jalan panjang hidupku hampir tak berujung

Bagas

Hampir 5 tahun ini Bagas belum pernah melihat wajah Bella yang kini entah kemana. Sejak perpisahan mereka di awal tahun 2009 , keduanya nggak pernah facebookan bareng, apalagi untuk jumpa. 

 Meski mereka berdua pernah menorehkan berkas cinta yang berbungkus keindahan . Namun mereka ternyata belum mampu untuk meletakan egonya di hati masing masing. Karena itu diantara mereka berdua hanya ada saling benci. 

Maka keduanyapun memilih untuk saling berpisah. Namun bagi Bagas perpisahannya dengan Bella mungkin sebuah jalan yang terbaik ketimbang mereka berdua terus berantem nggak pernah ada ujungnya.

 Namun heran juga buat Bagas, selama lima tahun dia dekat cewek sana sini, selalu saja dia gagal di tengah jalan. Selalu saja ada alasan bagi dia dan ceweknya untuk membenahi jalan hidup mereka masing-masing. Tapi lepas dari itu semua Bagas kini bukan Bagas yang dulu, lantaran dari banyaknya menghadapi cewek yang ego, kematangan pribadinya udah mulai tumbuh. Suatu senja di Bulan April 2010, 

 Bagas mencoba untuk tetap setia sama sohib kentalnya Fikqi , dengan mememenui undangan ultahnya yang ke – 25. Meski mereka berdua udah nggak bareng lagi d bangku SMA, namun itu nggak membuat mereka saling melupakan. 

 “Oke deh Fic, aku Cuma bisa ngucapin met ulang tahun, semoga lu nggak sableng lagi kaya dulu dulu lagi“ . Bagas segera mengulurkan tangan persahabatan, dan Fikqipun membalas dengan pelukan haru. Lantara dari seabreg sohib yang dimilinya, hanya Bagaslah yang paling tahu tentang dia, Bagas pula tempat dia curhat bila punya nganjalan hati. 

 ”Trims ya friend, aku lihat lu tambah dewasa aja ”. Sahut Fikqi sambil melepaskan pelukannya terhadap Bagas., namun tangannya masih saja bergayut di pinggang Bagas, seraya menariknya ke meja perjamuan yang udah siap berbagai macam food and softdrink. 
 ”He, Gas lu lihat nggak Bella ? ” tanya Fikqi ”Bella !....kok bisa dia datang di sini. Emangnya lu undang. ?. Ah dimana dia. Aku Cuma pengin denger kabarnya ”
 ”Tuh di ruang dalam. Dia tadi lagi asyik ngobrol ama temen-temennya. Aku nggak ngundang dia, tapi dia tahu dari Kak Sylvie kalau hari ini aku ultah.
 
 Dia kan kini banyak main bareng ama Kak Sylvie 
 ” Bagaspun segera meluncur ke ruang dalam, tak lama kemudian dua matapun sesaat saling bertemu. Bella kamu tambah cantik dan anggun aja. Tambah caem dan mempesona penampilanmu, apa lantaran aku banyak memandangimu dengan kebencianku dulu. Karena kamu selalu berbeda pendapat denganku. Sehinnga dulu hanya ada rasa benci. 

Demikian bisik hati Bagas yang tambah menguat menggumpal di sudut hatinya. Apalagi setelah dia melihat senyum manis dari Isabella Marciana yang sempat dulu merobohkan jantungnya. Namun cinta adalah sekumpulan prosa keindahan yang penuh warna. Serasa tidak ada keindahan lain selain merengkuh apa yang namanya cinta. 

Kebencian yang begitu dalam seakan akan hanya timbul karena rasa cinta itu sendiri. Untuk itu agar cinta tetap bersemi di benak manusia, kita harus pandai menyimpan kebencian itu rapat-rapat di relung hati ini.Bagaspun menyadari akan hal itu, namun entah apa yang ada dsuduthati Bella Bagaspun tidak tahu. 

Hanya saja saat pertemuan ini di rumah Fikqi, Bagaspun merasakan ada segumpal perasaan aneh yang menguliti hatinya , bahkan tenggorokan yang tadi dibasahi softdrink kini mengering kembali. Demikian juga Bella yang memberikan senyuman manis dengan pipi yang merona dan sorot tatapan mata yang menyimpan sesuatu. Entah ada perasaan bagaimana antara mereka berdua, yang pasti sepertnya mereka telah tahu isi hati masing-masing, Bellapun segera menarik tangan Bagas untuk duduk berdua mengambil tempat di beranda rumah Fikqi, seperti dulu mereka pernah curhat satu sama lain.

 Barangkali saja kursi itu akan menjadi saksi lagi, tentang dua hati yang sama sama hampa hatinya.
”Kamu tega !, lama nggak ngasih kabar sama aku, Gas ! ”
 ”Emang aku udah lama di Jakarta, tapi aku sekarang balik ke Semarang lagi, Aku sekarang kerja di konsultan bareng sama Mba Sylvie kakaknya Ficki. Aku tahu ultah Fikqi dari Mba Sylvie ” 
 ”Ah...ya udah yang penting kabar kamu baik – baik aja, Seneng dong Bell kamu bisa kerja sekarang. Selamat ya.. .! ” 
”Makasih Gas, kamu sendiri sekarang kerja di mana ? ”

 ”Ngaak tahu Bel, aku bulan kemarin emang diwisuda lulus dari Arsitek Unika. Tapi aku belum dapat job yang cocok. Doa, in aku dong Bel. Biar cepet dapat kerja ” 
Hanya senyuman manis yang menghias wajah yang jelita dan menawan itu. Sekali sekali Bella menggapai tangan Bagas, lantaran mungkin menyimpan seabreg rasa rindu yang menggrogoti bilik jantungnya. Namun Bellapun tahu, bahwa Bagas sekarang udah bukan miliknya lagi, demikian juga dirinya . Meski silih berganti cowok ganteng yang pernah singgah di hatinya, Namun tidak ada yang seindah kehadiran Bagas di hatinya dulu. 

”Aku juga denger dari Mba Sylvi e kalau kamu bulan kemarin wisuda ” ” Kok kamu juga nggak ngasih ucapan selamat ” ”Aku takut kalau Rossi cemburu. Aku denger juga kau dulu bareng ama Rossi” ”Rossi sekaranmg udah marriage dengan Anton dan kini udah hidup bahagia di Bandung. Itulah kehidupan Bell, selalu saja ada pertemuan dan perpisahan. kamu sendiri gimana . aku dulu sempat denger dari temenmu kalau kamu mau marriage ?. Aku tunggu undanganmu Bel !. 
 ”Itulah masalahnya Gas, maka aku nggak mau bareng Papa dan Mama di Jakarta. Aku lebih memilih di Semarang. Aku baru balik ke Jakarta kalau aku udah marriage ’
 ” Emangnya ada apa ? ”
 ”Papa dan Mama orangnya kolot, aku dianggapnya Siti Nurbaya yang seenaknya saja dijodohin sama temen bisnis Papa yang kaya raya. Dia sering menolong Papa kalau lagi ada masalah bisnisnya. Nama Om Chandra dan dia seorang duda beranak dua. Aku belum siap dan lagian aku masih pengin bebas sendiri ” 

”Ah masa papa seperti itu Bell, padahal dulu aku kenal papamu adalah ortu yang baik ” ”Seperti yang kamu bilang tadi, itulah kehidupan. Manusia bisa saja berbuat apa saja untuk menuruti egonya ” ” Sekarang kamu tinggal dimana ”
 ”Ya masih di rumah papi dulu, kamu enggak pernah mampir kan. Sepertinya kamu sengaja menghindariku ” ”Ah sama aja kamu Bel !, aku yakin kamu pasti juga punya niat nggak akan pernah ketemu aku lagi.

 Sepertinya aku juga sengaja ingin melupakan perpisahan dengan kamu dulu. Lama memang aku enggak ngasih kabar ama kamu lantaran aku pengin melupakan kamu” ” Jadi kamu menyesal kalau sekarang ketemu aku, maafin aku ya Gas ”. 
 Bagas menjadi tak tahu harus menjawab apa, karena selama lima tahun berpisah dengan Bella, malah bertambah menumpuk rasa rindunya. Meski niatan dia untuk melupakan Bella sungguh kuat sekali. Bahkan rasa rindunya itu enggak bisa hilang meski telah silih berganti cewek yang ada di sampingnya termasuk juga Rossi. 

” Ah... kau tambah cantik Bel dan pula tambah dewasa, enggak seperti dulu lagi ”Bella hanya menundukan wajahnya, matanya kini mulai berkaca-kaca, sebentar-sebentar dia menadahkan wajahnya untuk memberi senyuman mesranya kepada Bagas. Bagaspun menjadi penasaran tentang sikap Bella. ” Maafin aku ya Bell, malam ini aku janji nggak akan nyakiti kamu lagi, anggak seperti dulu dulu lagi ”

 ” Nggak Gas, kamu enggak nyakiti aku. Aku hanya haru, udah lama aku nggak denger kata kata itu lagi ! ”. 
” Udah malam Bel, yuuk aku antar kamu pulang ” Bella hanya memberi anggukan kecil, kini kedua remajapun saling bergandengan tangan untuk menuju ke ruang tengah guna berpamitan . 

 Sekali sekali Bagas memberi ciuman mesra pada cewek pujaannya itu dan Bellapun membalasnya dengan pelukan yang lembut, sepertinya suatu pertanda dia tidak mau kehilangan Bagas lagi. Malam itu telah menjadi saksi dua hati yang lama berpisah, dan mengering di kesunyian kini menambatkan hatinya kemba

Bu Guruku


Entah apa sebabnya aku begini ???? ” berkali kali, entah sudah berpuluh kali pertanyaan itu selalu menggelitik hati Anisah.

 Bukan tentang hadirnya sang doi di hatinya, atau sorot mata Ikang yang selalu dihujamkan padanya, tiap mereka berdua bertemu di setiap sudut sekolah itu. 

 Atau bukan pula tentang beberapa teman cewek sekelasnya yang selalu melipat bibir mereka sendiri karena cemburu bila menyaksikan setiap langkah Anisah. 

Tetapi selalu saja pertanyaan itu timbul bila dia berhadapan dengan Ibu Hamidah yang selalu menuliskan angka di papan whiteboard di pelajaran matematika yang paling dia benci. Angka angka dan serangkaian huruf capital atau hiruf kecil terus saja memenuhi whiteboard di depanya, yang semakin membuat ubun ubun Anisah seakan mau pecah. 

 Apalagi bila angka-angka itu saling membagi atau mengalikan bersama dengan serangkaian huruf kecil atau capital. Apalagi bila sang guru manis berambut panjang itu, berteriak melengking, besorot mata tajam seakan melihat hantu di sudut kelas, sambil memukul-mukulkan penghapus pada papan whiteboard, Bu Hamidahpun kerap berteriak “ Ini bahan ajar untuk UN, kalian harus mencermati materi ini. 

Kalau tidak bisa gimana kamu mau lulus ?. Padahal UN sudah dekat ?”. Anisah terperangah di tengah perasaan sedih, mengapa otaknya tidak setajam pisau, menagapa Tuhan menganugerahi otak kerbau kepada aku. Kata kata Bu Hamidah “ Gimana mau lulus UN ? …. Gimana mau lulus UN?.... Gimana mau lulus UN ?..” terus saja menempel di hati dan telinganya. 

Hari itu tatapan matanya bertambah meredup, rasa takut memenuhi setiap nadi jantungnya. UN kini menjelma menjadi hantu menakutkan, sebengis wajah Bu Hamidah yang cantik dan lajang itu. *** “He..first lady…ratu jagad yang kaya Kate Midlleton, tumben kamu melipat wajah hari ini. Apa ada angin tenggara yang menculik hatimu “ teriak Burhan di beranda kelas usai terdengar bel panjang, pertanda mereka bisa pulang di tengah gerimis musim hujan ini. 

“Makasih friend, atas rayuan gombalmu. Mana ada first lady, yang bodo seperti aku ?” jawab Anisah dengan sorot mata yang masih kelihatan layu ditikam perasaan pd-nya yang pas pasan. “Aduh , emak !, sedikit senyum dong !. Mesti kamu habis disemprot Bu Hamidah, iya kan ?” 2 “Ya memang gitu, aku malu dan bingung” “Kenapa ? “ 
 “Aku selalu tidak bisa mengerjakan, bila Bu Hamidah menyuruhku maju ke depan. Entah Burhan !, aku sendiri sering bingung kalau mengerjakan matematika, apalagi soal soal UN, tolong ajari aku, friend !” sahut Anisah memelas.

 “Kamu bisa kok !, asal kamu teliti dan sering latihan “ “ Ya itu sih sudah pasti, friend !, aku sudah belajar tapi ya seperti inilah !. Dasar IQ-ku zero !”

 “Gimana kamu bisa, kamu sendiri sudah pesimis seperti itu. Cobalah lebih akrab dengan matematika. He, beautiful !!!, aku sudah kenal kamu sejak kita di SMP, aku tahu kamu alergi terhadap matematika. Beruntung Bu Hamidah yang cantik, luwes dan simpatik. Coba kalau yang ngajar Pak Aditya, masti kamu lebih stressss…” jawab Burhan yang berjalan di sisi The Nice Girls Anisah hingga sampai di pintu gerbang sekolah. “Makanya ajari aku ya Han ?”
 “Percuma !” 
“Kenapa, percuma !”
 “Kamu sendiri sudah membenci matematika !!!”
 “Ah, entahlah ! “, Anisah membanting wajahnya pada jalan-jalan aspal yang mulai basah dijatuhi titik hujan. Anisah kini tenggelam dalam hujan. Sementara angin yang bertiup kencang melempar tiap percik air hujan ke semua penjuru. Tubuh Anisah sudah tak kelihatan lagi. 

 *** 
 “Pap, aku mau ikut bimbingan tes matematika, boleh pap ?” pinta Anisah pada papanya di suatu sore di beranda rumah gedong yang berhalaman luas. “Lho, papakan tidak pernah melarang kamu ikut kegiatan positip seperti itu. Cuma papa mau tanya !. Mengapa tiba tiba kamu minta bimbingan tes matematika ?’ 3 “UN sudah dekat, pap !” “Kenapa tidak dulu dulu ? “

 “Pap, Anisa tidak bisa matematika, padahal UN sudah dekat !”

 “Anisah !, papa tahu UN sudah dekat. Tapi mengapa baru sekarang kamu ribut ikut bimbingan tes. Papa tahu, sejak SD kamu malas belajar matematika, yang kamu anggap seperti momok. Inilah salahnya kamu, Anisa !”. 

Sebenarnya seberrsit harapan kini mulai tumbuh di hati Samsudin. Sebuah harapan agar Anisah mulai rajin belajar hingga mampu kuliah di jenjang perguruan tinggi. Guratan panik di wajah Anisah mulai jelas kelihatan. Maka sore itu dia hanya melentingkan sorot matanya yang hampa di hamparan rumput jepang yang tertata apik di halaman rumahnya. 

Hati kecilnya masih selalu saja mengutuk mengapa dia harus belajar angka angka setan, mengapa pula harus ada UN matematika, mengapa Bu Hamidah selalu menyudutkan dia dan kini papanya juga ikut memberikan vonis bersalah padanya. 

Samsudinpun tahu persis watak dan ego putri kesayanganya itu. “Anisah !, apa bimbingan tes bisa menyulap kamu menjadi pandai matematika, hanya dalam beberapa minggu ?” “Papa gitu, sih !. Malah membuat Anisah panik !” “Bukan itu maksud papa, kamu bisa siap UN, kalau diri kamu sendiri yang menyiapkan, bukan bimbingan tes “ 
“Papa malah ngaco !, apa papa keberatan biaya daftarnya ?”
 “Aduh !!!, Anisah sayang !, papa dan mamamu tidak pernah keberatan mengeluarkan biaya untuk kemajuan kamu, paling berapa, sih biaya bimbingan tes ?. Tapi maksud papa kamu mulai sekarang belajar matematika sendiri yang rajin. Mesti kamu bisa ?. 
seberapa sulitnya sih, matematika SMA ?’
 “Papa !, untuk Anisah, matematika memang sulit, pap !, Anisaj tidak punya bakat pinter matematika !’ “Yang sulit bukan matematikanya, tapi diri kamu sendiri !”
 “Sulit bagaimana pap ?”
 “Kamu yang memang tidak punya kemauan untuk pinter matematika. Itu papa tahu sejak dulu, sekarang jadikan matematika sebagai teman akrabmu, bukan lagi seperti angka angka setan yang membuat kepalamu puyeng “ 
“Ah..caranya bagaimana, pap !” 
“Ya itu tadi, kamu belajar yang tekun dan rajin mengerjakan soal soal matematika. Jangan pernah lagi kamu anggap matematika seperti angka angka setan “
 
*** 

“Matematika tidak sulikan, Anisah ?” dengan senyum renyah Bu Hamidah mencoba berbicara dari hati ke hati pada Anisah di ruang guru, saat Anisah meminta nilai try out terakhir pada Bu Guru yang cantik itu.Anisah hanya tersenyum dalam derai yang dihiasi lesung pipitnya. “Jadi kamu sekarang siap menghadapi UN pelajaran matematika ?
”. Pertanyaan Bu Hamidah dibalas dengan senyum canda Anisah, yang mengisaratkan bahwa matematika bagi dirinya bukan lagi ANGKA ANGKA SETAN ***

Malam Tahun Baru

Musim hujan kini menerpa wajah bumi, hujan dan gerimis terus saja melilit siapa saja tak pandang dia orang kaya atau miskin. 

Namun yang hanya dimengerti semua anak remaja atau ABG, hanyalah persiapan untuk mengusung sebuah kecerian di tengah liburan panjang dan malam tahun baru. 

 Mereka bagaikan kupu-kupu yang bersayap ringan dan lincah, terbang ke mana yang mereka sukai. Sentuhan eksotis malam tahun baru sungguh bagaikan magnet yang mampu menyihir ABG siapa saja. 
 Termasuk juga sokib sokib kelas XI, yang beberapa minggu sebelum tahun baru telah menghardik matahari agar lebih cepat berputar. Namun bagi Agatha yang berbeda dengan sokib-sokibnya, beberapa hari ini dia masih nampak tidak bergeming dalam urusan pesta malam tahun baru. Tidak ada satu katapun tentang rencana ber-Happy New Year 2021  yang keluar dari bibirnya. 

Sementara itu banyak cowok cowok satu kelasnya atau kakak kelasnya yang menunggu titah Sang Bunga Kampus itu untuk menjadi pasangan flamboyan di acara malam tahun baru. Hari ini Agatha merasakan hari terpanjangnya sejak beberapa pekan ini, karena hari ini adalah saat- saat terakhir sekolah di semester gasal tahun ini. 

 Sebentar-sebentar Agata menjumpai sokib sokibnya yang mengusung wajah berawan gelap, gelisah dan memburu matahari agar segera terbenam di balik tabir cakrawala. Hari ini adalah hari terakhir mereka ke sekolah, panjangnya liburan akhir tahun hingga awal tahun 2012 sudah menyelinap dalam dalam ke angan mereka. 

Bermandi cahaya kembang api di Pantai Parang Tritis, Jogja atau berkemah dan kegiatan out-bond di Pantai Pangandaran, atau happy ending year di hotel berbintang bersama entertainer papan atas, menghabiskan malam tahn baru di tengah Roadshow Smash, Wali Band, Lyla serta acara seremonial lainya menggayuti angan sokib sokib Agatha. Namun cewek centil mirip Ayu Ting Ting sama sekali belum melintas sama sekali di benaknya untuk merencanakan pesta tahun baru ini. 

 Pernah sekali Bram mengajaknya ke Malioboro untuk gabung dengan bule –bule wisman seantero jagad dan paginya ke Prambanan untuk nonton OVJ Happy New Year, namun dengan halus dan lembut ajakan Bram ditolaknya. Agatha lebih senang bila malam tahun baru berllu begitu saja seperti malam malam lainya. Toh rembulan dan bintang tak akan berbeda dandananya di malam tahun baru dengan malam malam lainnya. 

Malam ini aku melihat rembulan dengan raut muka yang “putih bersih” di lingkari kerikil- kerikil besinar gemerlap, adalah keindahan alami yang tiada mengenal waktu. Hanya manusia-manusia yang lebay saja yang membedakan arti sebuah malam. Bagi Agatha hanya tahu malam berbintang terang, malam gelap berselimut awan hitam atau malam tak mengusung wajah bulan. “He..Agatha, malam tahun baru hanya tinggal satu minggu lagi. Ayo dong kita bareng buat acara, terserah kamu saja kita ke mana ?”. Pinta Marcella. “Aku staying home saja, Ell !”

 “Kamu nggak setia sama kita-kita. Aku dan semua sokibmu pengin enjoy bareng sama kamu “ 
“Aduh gimana ya Ell, aku malah senang enjoy di rumah sama mama papa dan adik-adiku. Itu kebiasaanku tiap tahun baru. Ngapain aku repot-repot ?”. 
“Kamu kok aneh hari ini, Agatha !”. Bibir Marcella sengaja dicibirkan, suatu isyarat protes terhadap sokib gaulnya itu. 
“Apanya yang aneh !,memang tiap malam tahun baru aku selalu di rumah kumpul bareng sama keluarga “. 

 “Agatha !”
 “He..eh, ada apa Ver !” “Serius dong ! “ “Ini masalahnya bukan serius dan nggak, Ver !, tapi hanya masalah selera saja !. Coba dong kamu rasakan kumpul sama keluarga tiap malam tahun baru, tiap malam pergantian tahun “ 
“Sok tahu kamu, Agatha !, ya udahlah kalau kamu nggak mau gabung kita-kita gak pa pa. Cuma kamu pasti nyesel Agatha !” . 

Rosma sebenarnya kecewa, karena acara malam tahun baru yang bakal digelar minggu depan tidak menyertakan sokibnya yang paling kental. “Nyesel kenapa ?” “Kamu kan pernah kenalan cowok dari Fakultas Tehnik itu, kan ?” “Yang mana ?”
 “Ah nenek pikun !, yang kenal sama kamu waktu les musik di Gabriel Music, ingat kan !. Jadi naksir nggak ?” Rosma mencoba merayu Agatha. “Aku nggak perduli, Rosma. Sebenarnya sih aku pengin lebih dekat lagi dengan Si Ganteng itu. 

Tapi lain waktu saja “ Rosma menjadi tambah heran dengan sikap Agatha yang tumben tidak merespon kiatnya untuk meluluhkan hati sokibnya itu . 
Biasanya cewek gaul ini ngebet bukan main kalau puya hasrat deket dengan cowok yang gantengnya seperti di Cover Boy Majalah Play Boy, “Ada apa dengan Agatha ?”, pertanyaan itu terus menyelimuti anganya. “Agatha !” “Idiiih,apa lagi Ros ?”

 “Si Ganteng itu rencanaya sih mau bawa mobil sendiri dan gabung dengan kita “ “Darimana kamu tahu ?” “Ya dari Marcella lah!, coba kamu tanya sendiri sama dia !” Rosma mendorong tubuh Marcella ke arah Agatha. “Ella kamu nggak usah lah cerita tentang si Ganteng itu. Karena acara ini punya kamu kamu, silakan saja kamu bisa dekat dengan dia. Kalau dia ngebet pengen kenal sama aku, datang saja di acara malam tahun baru di rumahku. 

Sekalian dia bisa gabung dengan mama, papa, om, tante dan adik-adiku !” “Agatha !,minta ampun !. Kamu kok susah banget di ajak kompromi ! Something Wrong with you ? ” Vera menjadi uring-uringan menyaksikan sesuatu yang lain pada diri Agatha. 
 “Kamu sekarang kaya cewek udik, Agatha !”. Marcella mulai merah padam wajahnya. “Memang kamu kadang-kadang suka kaya gitu sih “ seru Vera. “Masa sih Agatha ? kamu bisa happy hanya bermalam tahun baru di rumah sih ?” 
Kembali Rosma mendesak Agatha, agar mau menepis rencanaya yang dianggap udik. “Tergantung bagaimana kita mengemas acaranya dong, Ros !” 
“Ya, udahlah Agatha, kalau kamu bisa enjoy dengan pesta udik itu terserah kamu aja !” “Rosma !, sorry nih ye !, kamu mau bermandi kembang api atau mau pergi ke langit itu hak kamu, apa pernah aku melarangmu ?. 
Tapi kalau kamu ngatain pesta udik aku nggak terima ya friend !. Kamu harus tahu makna westernisasi dengan modernisasi. Ingatkan Guru Sosiologi kita Pak Burhan ?. 

Kan baru sebulan lalu dia menjelaskan masalah itu !” “Kok jadi serius banget sih !, coolingdown teman teman !” pinta Vera. “Oh nggak serius lho !. Don’t worry Ver ! , aku keep coolingdown. Cuma ini kan masalah selera kita masing-masing untuk menunggu datangnya pergantian tahun “ Agatha cepat menepis suasana kumpul bareng yang agak meradang. “Cuma klo you harus enjoy sama do’i kamu gimana ?. Apa bisa do’i kamu enjoy bila kumpul bareng sama papa dan mamamu ?” tanya Rosma

 “Ros, apa salah?, bila kamu ngenalin temen kamu ke papa mamamu. Justru itulah cara kita menguji apa dia mau menjadi temen kita yang baik apa nggak ?. Is no problem OK ?” “Aku nggak nyangka kamu bertambah dewasa, Agatha ?”
 “Eh, sahabat-sahabatku !, enjoy untuk seseorang, meski kita masih abg tidak selalu sama. Aku merasakan enjoy tiap malam tahun baru bersama seluruh keluargaku, mama, papa, om, tante dan adik-adiku semua. 

Memang itulah simpatiknya papaku, dia piawai membuat acara tahun baru bersama keluarganya. Meski undangan dari teman bisnisnya banyak, tapi papa selalu menolaknya, aku sangat rindu dengan acara-acara seperti itu di tengah keluargaku, inilah yang disebut keharmonisan keluarga yang nilainya jauh lebih tinggi ketimbang nongkrong-nongkrong. Cobalah kamu semua rancang acara tahun baru seperti keluargaku, pasti lebih menyentuh. 

OK teman sorry ya, aku pulang dulu, daaaah !!!!” Rosma, Vera dan Marcella hanya bengong mendengarkan Si Cantik Agatha menguntai kata. Namun dalam hati mereka semua timbul rasa heran, tumben cewek gaul yang kolokan itu pandai berfilsafat seperti seorang motivator. Ada apa dengan Agatha, something wrong?.***

PELANGI TAK BERWARNA

Rin!, benarkah kini aku hidup yang kedua kali ?” tanya Stefani pada Ririn, yang menggoreskan sebuah penasaran di hati Ririn. 
“Ah, apa apaan sih, Fan !” jawab Ririn dengan ketus. “Kenapa ramalan datangnya kiamat enggak benar, kenapa lewat begitu saja!”. 

Kembali Stefani melontarkan keluh hatinya hingga semua teman yang lagi gabungpun melempar sorot mata tajam mereka pada Stefani, yang kini malah kelihatan cengar cengir wajahnya. 

“Kok lo ngomong gitu sih Fan !” jawab Ririn. “Lo lupa !, kemarin kan tanggal 12 Desember 2020. Seharusnya kita kita ini udah lenyap dari muka bumi dihempas kiamat, iya kan ?” “Maksud lo hari kemarin seharusnya terjadi kiamat dan kita semua mampus ?. Kiamat itu urusan Tuhan !”, bantah Ririn, yang disambut dengan tawa lepas Stefani, sedangkan Ririn terlihat berkerut dahinya. 

Lantaran sokib gaulnya itu, hari ini entah mengapa nglantur nggak ada ujung pangkalnya. Nggak biasa cewek ABG ini nglantur seperti ini, padahal sudah lama mereka gabung. Sedangkan Lily dan Sebastian hanya saling melempar pandang, mereka juga heran mendengar joke Stefani itu yang nggak seperti biasanya. “Lo lagi ngebayangin Frans kan !, ah dasar lo anak mama, ditinggal Frans aja nggak bisa terbang bebas kaya merpati !. Enjoing piss, sobatku !” pinta Lily. Stefani mulai menampakan senyum yang kecut, dengan rona muka memerah. 

Ucapan Lily tadi terasa seperti petir ribuan volt yang mengaliran arus listrik di sekujur tubuhnya. “Frans, oh iya Frans, mengapa aku seperti kehilangan sendi tulangku, bila aku mendengar nama itu disebut !”bisik hati Stefani mula mengagayuti dinding jantugnya. Bisik hati itupun terpancar pada sorot mata Stefani yang kosong. 
“Piss, so sory aku ya Fan !” pinta Lily yang merasa advisnya tadi malah membuat sokib lamanya menjadi lebay dan tersudut. “Never mind, Lily !, is OK!” kilah Stefani yang masih belum mampu menyembunyikan wajahya yang kusam. 

Beruntung mereka semua biasa peduli bersama, curhat bersama bahkan seringkali mereka bersama mengorbankan apa yang mampu mereka lakukan demi sokib mereka, maka getaran halus yang tertoreh di hati Stefani langsung bisa dibaca mereka bersama. “Udah deh Fan, lo kan udah gede !, klo cowok seperti Frans meninggalkan lo, kan udah biasa. Ada apa sih, Fan !, piss deh !” Sebastian kelihatan seperti guru BP Stefani yang memberi bimbingan pada dia yang bengal. Karena bagi Sebastian, yang juga sokib kental Frans nggak nyangka, bila Stefani saat ini belum bisa melupakan Frans. 


Bukankah cinta mereka hanya cinta ingusan, yang sebatas hanya mengenal rindu dan saling mengagumi. Entah lantaran apa Stefani begitu terhipnotis dengan sihir cinta Frans. “Nggak gitu Yan, kebetulan ini kan menjelang datangnya tahun baru “ Stefani perlahan mulai mengajak sokib sokibnya untuk memberi solusi. 


“Kan malah kita bisa enjoy , Fan “ pinta Ririn. “Nanti klo saatnya aku bisa enjoy, aku akan ajak kalian semua refreshing, biar aku traktir makan di mana lo semua sukai“ jawab Stefani. 
“Kenapa nggak sekarang aja, Fan !. Mumpung masih sore, habis itu kita ngumpul lagi di rumahmu, OK Fan !” pinta Lily dan Sebastian. “So sorry, friend !, aku malah membawa kalian semua ke masalahku, piss aku belum bisa merayakan malam tahun baru ini, bagiku malam tahun baru ini sama saja aku memunguti memoriku saat bersama Frans “ nampaknya Stefani serius dengan masalah ini, terlihat dari sorot matanya yang layu. 

Maka tumben cewek ini nggak dandan barang sedikitpun saat sokib sokibnya ngumpul bareng di beranda rumahnya. Biasanya Stefani selalu modis, meski hanya dengan T shrt dan celana panjang.

 *** 

Memang satu minggu sebelum datangnya malam tahun baru, Stefani hanya tersudut dengan galau yang mengganjal di hatinya. Memory yang dia rajut bersama Frans di tahun baru satu tahun silam begitu kelamnya. Meski Stefani hanya cewek ABG, namun karena asuhan ortunya yang penuh kasih sayang membuat dirinya mampu bersikap seperti wanita dewasa. 

Memang Stefani mengagumi Frans Daniel melebihi cowok lainya yang juga ganteng dan gaul seperti Frans. Hingga akhirnya dinding hati Stefani runtuh dihempas cumbu rayu Frans. Namun Stefani sama sekali tidak mau menerima sikap Frans yang liar, seperti burung terbang kemana yang dia sukai. Stefani dalam hal ini selalu memberi advis pada Frans agar cowok pujaanya mau meninggalkan kebiasaan norak, seperti suka mabuk, narkoba bahkan sering pula berjudi. 

Dengan penuh kelembutan dan kasih sayang yang tulus, Stefani layaknya seorang kakak yang lembut, berusaha membimbing Frans untuk meninggalkan kebiasaan buruknya itu. Stefani berusaha tegar menghadapi sikap Frans yang tak gila dan liar. Seribu janji dari Frans diterimanya dengan hati yang lapang, meski dia melihat sendiri Frans seenaknya melanggar janji yang diucapkanya sendiri. Sudah berkali kali hati kecilnya selalu menyuruhnya untuk meninggalkan cowok idolanya itu, yang hanya bisa bersikap ego dan tidak pernah bisa menghargai Stefani. 

Namun perasaan iba terhadap Frans selalu menghalangi dia untuk memutuskanya. Karena Stefani tahu, Frans hanyalah korban ketidakharmonsan mama dan papanya. Barangkali saja arti kehadiran seseorang akan lebih berarti lagi bila dia telah meninggalkan kita. Filosofi itu semula dipegang kukuh oleh Stefani, hingga dia akhirnya bertekad bulat meninggalkan Frans dan merencanakan maksudnya itu persis di malam tahun baru 2012. 

 Stefani berharap Frans sangat mengharapkan kehadiran dia kembali dan mampu menghargai dirinya, setelah Stefani meninggalkannya. Stefani berharap kehadiran Frans di malam itu bukan sebagai Frans yang norak, tetapi hadir sebagai Frans yang dewasa dan mampu menghargai dirinya. 

Sehingga Stefani layaknya seorang putri raja yang menunggu pangeran cintanya. Di saat itulah sebuah janji dari Stefani akan dia ucapkan, sebuah janji tentang cinta mereka yang hanya tuhan yang mampu memisahkan mereka. Namun apa yang terjadi justru semakin membulatkan tekad Stefani untuk meninggalkan Frans. 

Frans malah merayu Stefani agar dia mau gabung bareng dengan Frans melewati malam tahun baru dengan narkoba. Stefani dengan hati yang bergetar kuat akhirnya memutuskan Frans, yang terlihat sama sekali tidak menampakan respon galau atau penyesalan. Franspun telah lama memperlakukan Stefani seperti ABG murahan, tak berari sama sekali bagi Frans. Frans saat itu semakin keranjingan dengan narkoba, saat malam tahun baru merambat perlahan tanpa Stefani disisinya, Frans semakin gila berkencan dengan narkoba, semakin dia liar terbang ke angkasa, membumbung tinggi dalam atmosfer imajinasinya, 

Sehingga dia tidak mampu lagi menginjakan kakinya di bumi, Frans tersungkur dan meluruh karena overdosis, yang membuat ortunya, semua sokibnya terlebih Stefani kehilangan dia dan larut dalam penyesalan. Kini memori itupun menjalar kembali di tiap sendi, sudut hati dan degup jantung Stefani di malam tahun baru 2013, yang diluar dugaan sokib sokibnya klo Stefani sudah mampu menepis memori itu jauh jauh. 

*** 

 “Aku salut sama lo, sobat cantiku !” lengking suara Lily menyapu tiap sudut beranda rumah Stefani. Stefani menyibakan rambutnya dan meluruskan wajahnya kearah Lily dengan senyum tersungging di bibirnya, terlihat wajah yang ayu alami meski di sudut hatinya masih menyimpan kegalauan hati. “Bener Lily Fan !, lo kadang lebay seperti anak kecil tapi kadang pula mampu bersikap seperti wanita dewasa, dah cukup perhatian lo pada Frans, kini tinggal kamu memikirkan diri kamu sendiri “ Ririn menambahkan. 
 “Trim ya friend !, dah habis curhatku pada lo semua, kini aku sudah lega. Ada yang tersisa di hatiku, yang penting aku udah berbuat maksimal untuk Frans, tapi dia memilih cara hidupnya sendiri, dan mama papanya Frans pun tahu tentang itu” seru Stefani yang kelihatan sudah berbinar binar wajahnya.

 Stefani kini larut dalam canda sokib sokibnya, sementara malam tahun baru semakin merayap hingga halaman rumah Stefani terang benderang di hujani kembang api, bayangan Frans di hatinya kini sirna ditelan gairah hidup Stefani yang baru. Semua sokibnya kinipun ikut berceria bersama Stefani***

Loving You



Sudah satu minggu ini Fransiska tenggelam dalam schedule yang disodorkan tim kreatif ‘Gajah Mada TV’, yang bakal menggelar kolaborasi diva remaja multitalen dengan Mr Chandra Orchestra, untuk menggerlapkan ultah stasiun TV tersebut. 

Fransiska kini hadir di tengah beberapa diva remaja yang mulai hadir di tengah publik, musisi dan vokalis lainnya, maka dia kini hanya mampu memberikan waktu luangnya untuk sokib-sokibnya hanya di kampus sekolah mereka, meskipun dia kangen dengan seloroh dan usil mereka, termasuk salah satu diantaranya dengan Jeffri. 



Sokib yang paling lengket dan paling lama kenal denganya. Bagi Fransiska yang punya talen vokal yang kuat, dia sangat tersihir dengan even besar ini. Fransiska tetap mengusung sebuah harapan untuk menjadi pesaing diva kondang di tanah air, Fransiska tetap menyemai ambisi untuk bisa mensejajarkan dia dengan KD, Juni Shara, Shahrini , meski entah kapan dia tidak tahu. Tapi langkah untuk mencapainya tiada pernah surut di benaknya. Fransiska belum mengenal sebuah sensasi, ambisi karir dan seabreg moralitas selebritis yang ‘nyleneh’. 

Fransiska hanya akrab dengan seloroh yang lepas dengan siapa saja yang melingkunginya. Meski terdapat beberapa cowok melangkonis dan romantis yang berusaha mencuri de’ amour yang dipenuhi mawar merah dari hatinya. 

***

 Jeffri hanya bisa memandang Fransiska meski hatinya meluruh, saat Fransiska curhat denganya di suatu pagi, beberapa hari sebelum dia pentas dalam malam Gebyar Diva Remaja Multitalen. ‘Jeff, aku minta doa mu, ya !, ”. Seberkas pemintaan Fransiska disodorkan dengan senyum manis menawan. ‘OK, Siska aku berharap dan berdoa moga kamu mampu sukses malam minggu nanti’. Jeffri membalasnya dengan senyuman yang kelu dan resah kini menggayuti hatinya. Jeffri tidak mampu menyembunyikan perasaan takut kehilangan Fransiska, yang telah beberapa tahun menjadi sokib dekatnya. 

Jeffri merasa dirinya kini berada di sisi Fransiska yang tidak kokoh, padahal Jeffri mengharapkan tautan yang lebih friendly bahkan getar hatinya lebih bisa dimaknai dengan kehangatan segalanya, apalagi kehangatan sebuah senyuman dari Fransiska seperti tadi. ‘Kamu harus tulus doa’in aku, ya Jeff !. Aku merasakan suatu tantangan yang berat. Semua diva remaja sudah go nasional. Sedangkan aku hanya bermodal vokal “

 “Kok kamu ngomong kaya gitu sih !, inikan bukan malam bintang, konser inikan hanya untuk penyaluran bakat remaja tingkat nasional “. 
“Aku tak bisa membayangkan bila aku kalah besaing dengan mereka, padahal ini adalah kesempatan emas bagi aku Jeff “. Wajah Fransiska mulai kelihatan terlipat,senyumnya kini telah hilang di sudut bibirnya. Sebuah keresahan kini membayangi cewek flamboyan, yang kini bersandar di jok mobil warna biru muda. 

Namun keresahan itu tidak seberapa dibanding resah yang hadir di degup jantung Jeffri. “Aku mendapat informasi dari publik,bahwa vokal kamu memiliki spesifikasi dibanding difa lainnya. Kamu jangan merasa kalah dulu !” 
“Ah, aku kira biasa aja, kemarin aku latihan dengan mereka sepertinya biasa saja” “Tapi Siska !,kamu punya nilai lebih di banding mereka !” Jeffri mencoba menyelamatkan Fransiska yang mulai hanyut dengan perangkap kegagalan yang mulai dipasang diri Fransiska sendiri. 

“Apa itu, Jeff !”
 “Diantara mereka kamulah yang paling cantik. Kamulah yang paling punya potensi untuk menyihir publik dan mencuat ke blantika musik nasional dan aku bangga punya sahabat seperti kamu. Kalau kamu optimis, kesuksesan bakal kamu raih, betul Sis percayalah ! “ 

*** 

Fransiska merasakan sesuatu yang aneh yang tersembunyi dalam ucapan Jeffriitu, tetapi perasaan itu dia tutup rapat-rapat. Meski Fransiska termasuk cewek yang dibilang gaul, smart, dewasa, namun selama ini dia hanya mampu menyodorkan persahabatan dengan siapapun, termasuk dengan Jeffri. Jeffri dipandangnya hanya sebagai sahabat yang sering menjadi limpahan curhat, ringan tangan dan piawai dalam memotivasi dirinya, yang dibutuhkan dirinya karena ortu Fransiska tidak mampu meluangkan waktunya barang sekepingpun untuk memperhatikan dirinya.

 Papa Fansiska hanya asyik merajut nafsu durjana dengan wanita-wanita murahan di bungalow miliknya pribadi. Sedangkan mamanya lebih memilih menjadi dosen ahli di Harvard University AS. “Kita pulang Sis ?” “Aku lagi males !, aku cuma pengin lepas bebas terbang ke tiap penjuru Semarang. Kamu mau menemaniku, kan !. Santai aja Jeff, kalau kamu cape biar aku yang jadi driver !” “Mana ada tuan puri bawa mobil, biar aku yang bawa saja, Sis !” “Kalau sang pangeran yang ganteng yang ngikut, tuan putripun mau jadi driver ‘ 

“Sekarang tuan putri mau jadi driver, coba kalau sudah menjadi diva nasioanal dan menjadi selebritis kaya Shoimah atau Ayu Ting Ting, mana mau gabung bareng dengan Jefrri.” Mengapa kini Jefrri lebay, mengapa pula dia kelihatan seperti khawatir bila aku berhasil nanti. Apakah ini sebuah persahabatan semata,atau lebih dari itu. Ah aku tak mengerti. 

Bertubi-tubi isi jantung hatinya dipenuhi bisikan seperti itu. Namun siapakah yang memulai, bukankah pertemuan seperti ini hampir setiap hari terjadi antara dia dan Jeffri. Ataukah hanya perasaan egois dirinya karena mengalami “under-pressure’ yang kuat selama beberapa pekan ini, atau memang Jeffri selama ini menginginkan lebih dari sebuah persahabatan. “Siska,kamu nglamun ya ?” “Ah, nggak kok Jeff !” 

“Kita makan siang dulu, aku sudah lapar. Aku coba cari makanan yang kamu suka. Kamu paling suka menu ini kan ”. Jeffri menghentikan mobilnya di warung garang asem, menu makanan yang paling Fransiska senangi. Fransiskapun hanya menganggukan kepalanya dan pada dirinya mulai timbul perasaan lembut, selembut benang halus yang menawarkan eksotis hatinya. Sedemikian besarnya perhatian cowok ini pada dirinya.

 Padahal sudah terhitung banyak cowok cowok ganteng yang mencoba meluruhkan hatinya, tapi mengapa hanya Jefrri saja yang dia dibat tak berkutik. Aku tidak tahu perasaan apa ini, aku dengan Jeffri kan sudah sering gabung bareng dimana dan kapan saja. Ah konyolnya hati ini. Entah setan apa yang kini singgah di hatiku, sehingga saat ini perasaanku sering menjadi liar seperti ini. Oh Jeffri maafkan aku ya !. “Aku kemarin kemarin sempat bingung, Sis !”

 “Kenapa, bingung ?” “Aku nggak punya temen !” “Ngaco kamu, kan ada Windy,Natalia dan teman teman satu kelas lainnya “ “Mereka sibuk masing-masing “ 
“Maaf aku ya Jeff, sebenarnya aku pengin ngajak kamu pembekalan di studio, tapi aku kasihan sama kamu. Latihan yang diberikan Om Chandra sangat menyita waktu” 
“Sebenarnya nggak apa-apa Sis, asal aku punya teman gabung “ 

“Apa mereka semua bukan teman kamu?” “Kamu kan sokib aku yang paling bisa membuat aku enjoy, saling mengerti dan bisa untuk curhat” “Kamu aja yang lagi lebay hari ini Jef. Kamu lagi naksir sama siapa sih Jeff ?“ “Aku nggak pernah naksir cewek lain, aku nggak punya sesuatu untuk yang lain. Tapi entahlah “ Mereka berdua saling membisu, Jeffri tidak mampu lagi meneruskan mencurahkan kata hatinya.Fransiskapun lahu persis bahwa dia harus menautkan benang-benang halus lebih rapat lagi seperti yang diminta Jeffri. 

Dia harus mulai menginjakan langkah pada sesuatu yang nyata antara mereka berdua, Fransiskapun kini dalam kungkungan “really in loving” dengan Jeffri,satu-satunya cowok yang paling dekat dengnya selama ini, bahkan lebih dekat lagi ketimbang dengan papa dan mamanya. Fransiskapun kini merasakan sayap-sayapnya telah ringan untuk menyentuh langit berbintang,yang tiada sesuram malam-malam sebelumnya. ***

Heilda

Heilda terlihat asik menghabisan hari harinya seminggu ini, tak seperti biasanya dia ngeloyor pergi menjaring angin dan debu kotanya yang panas tertikam kemarau panjang. 

Kucing angora jantan tambun, berbulu hitam pekat, dengan warna bola mata kecoklatan, kini melipatkan sayap Heilda, sehingga dia hanya menyudut di kamar flamboyan pribadinya atau di sofa warna hijau lembut, untuk membelai jari jarinya di bulu hitam kucing kesayanganya itu. 

Kucing angora itupun semakin manja, di tengah pelukan cewek feminis dan gaul itu. Kucing angora itupun seakan akan tahu, bahwa cewek yang menimangnya benar benar menyayanginya, sehingga enggan baginya untuk berpisah barang sedetikpun.

***** 

Setiap Heilda berniat untuk meninggalkanya, kucing itupun mengeong manja sembari berputar putar menciumi kaki Heilda sambil sekali sekali melempar sorot matanya ke arah Heilda. Heildapun semakin gemas dan menyurutkan niatnya untuk gabung dengan sokib gaulnya yang biasa nongkrong di Russ ‘n Friend Band ’s Basecamp untuk mengasah vokalnya.
**** 
Bagi Heilda pertemuan dengan kucing angora seminggu yang lalu, adalah ibarat mendapatkan durian runtuh dari pohonya, tak terduga baginya saat hujan badai menyergap rumahnya. Heilda menemukan kucing angora hitam tambun yang mengeong kelaparan dan kedinginan di garase mobilnya, sepulang dari sekolah. Seketika itu kucing angora bakal teman barunya berhasil menyita perhatian Heilda karena lucunya. Heildapun tidak mau tahu dari mana dan milik siapa kucing lucu itu, apalagi kucing angora tak berkalung nama pemiliknya, yang jelas sekerat daging rebus yang dihangatkan olehnya berhasil membungkam celoteh kucing itu.
**** 
Rasa geli bercampur ceria, malah kini tersimpan dalam sudut jantung Heilda, karena kemanapun dia mengayunkan langkahnya, angora teman barunya terus membuntutinya. Hari itu adalah hari pertama bagi Heilda berteman dengan kucing angora di tidur siangnya. Kucing angora ikut terlelap menemani Heilda yang merajut mimpi di tengah hujan gerimis siang hari. Tanpa dia harus menelpon sokib sokibnya untuk sekedar chatting penghantar tidur siangnya, maka saat itu dia lebih baik mematikan Hpnya. 
*** 
Uring uringan memang semua sokib lengketnya, yang saban hari nempel Heilda hanya untuk sekedar happy saja, lantaran sudah hampir satu minggu ini Hp Heilda cuma molor saja. Tidak ada sms, apalagi calling. Russ si empunya band yang belum beken yang paling penasaran dengan Heilda yang hilang kaya ditelan bumi. Maka diapun langsung memberondongkan kata kata kesalnya, saat Heilda calling dia di suatu sore. 
“Mak lampir !, ke mana saja kamu, lagi bulan madu sama pacar barumu ya ?. Aduh Heilda sia sia saja aku latihan, nggak ada kamu yang ngisi vokal ! “ 
“Eh, Russ, sorry so much aku nggak ngikut latihan, anu...” “Ah ! , kamu pasti bingung nyari alasan, okelah kalau kamu nggak cocok dengan group ini, piss. Aku akan nyari vokalis lainnya.. !!!” “Ntar dulu Russ, aku belum selesai ngomong! , aku lagi fall in love dengan kucing angoraku, dia cantik sekali dan manja Russ “ nada suara Heilda merengek minta agar Russ mengerti alasanya. “Kucing ... !!!” seru Russ penasaran.. 

Heilda menjadi tak mengerti harus bagaimana dia menyakinkan dan membuat Russ, cowok ganteng pujaanya mengerti betapa dia ngebet sama kucing manja itu. Apalagi sudah lama memang adik adiknya menginginkan hadirnya kucing angora atau piaraan lainnya, yang dapat dijadikan teman mereka di rumah. Karuan saja minggu minggu ini rumah mereka menjadi hangat di tengah cuaca pancaroba.Tapi mengapa pula Heilda sampai melupakan group bandnya itu, hanya karena hadirnya kucing angora hitam mulus dan tambun, yang mengerti perasaan tuanya. Apakah ini masuk akal dan dapat di sadari Russ ?. Inilah yang membuat Heilda tersudut menanggapi sikap Russ, yang tidak mau mengerti dia. Bahkan kini giliran Russ yang sama sekali tak mau merespon calling atau sms Heilda, setelah mengalirnya sebuah sms terakhir dari Russ di tengah malam, yang isinya 

“ Hanya karena kucing..kamu melupakan aku dan group kita..Good Bye Heilda “. Heilda terasa ada kekuatan yang mendorong tubuhnyanya kebelakang, hingga dia terhuyung. Beruntung dia berdiri di sisi springbednya, sehingga dia tidak terjerambab ke lantai marmer. Heilda masih belum tahu bagaimana dia harus membalas smsnya Russ, meski Heilda tahu tanpa kehadiran Russ yang biasa lembut bersikap denganya, rasanya seperti kehilangan segalanya. 

Dalam kebimbangan itupun, Heilda teringat usul si bungsu Angie yang menyuruhnya mengup-load kucing angora itu ke facebook Angie dan diberi nama Black Diamond, pernah pula Angie menyuruhnya merekam dengan handcam saat mereka semua bercanda mesra denga Black Diamond dan meng up-load ke You Tube. Heildapun langsung berseri wajahnya, saat dia mulai merencanakan langkah itu dan di-share-kan ke twitter, FB Russ dan You Tube, lantas dia memberitahu via sms agar Russ lebih mengerti lagi. 

Terlebih lebih Russ bersedia lebih mengerti lagi bahwa Heilda hidup dengan dua adik kandungnya yang semuanya wanita. Apakah Russ masih menyimpan keras hatinya, menyaksikan tiga perempuan yang ceria bermain manja dengan Black Diamond, yang belum lama hadir di tengah mereka. *** Berkali kali Heilda, Angie dan Magie nonton tayangan You Tube saban harinya sepulang mereka dari sekolah, mereka bertiga semakin heran dengan ulah Black Diamond yang tidak seperti kucing lainnya. 

Tentunya kucing ini milik seseorang, tapi siapa pemiliknya ? tentu pula Black Diamond berharga mahal. Berkali kali pertanyaan itu silih berganti dilontarkan kepada masing masing saudara sekandung. Apalagi dengan pemberian nama Black Diamond yang keren itu, tentu saja banyak pemirsa You Tube yang terbius dengan ulah kucing angora milik mereka bertiga, termasuk juga Russ yang asyik menyaksikan tayangan You Tube tersebut. Terbukti dalam waktu hanya 1 minggu publik yang menyukai Black Diamond sudah mencapai hampir seribu. Russpun yakin, bahwa kucing angora itu pasti berharga mahal dan bukan milik orang sembarangan. 

“Heilda, ini aku Russ !” “Oh, Russ, kamu ganti nomor, ya ! “ “Iya, Heilda. Aku takut klo kamu nggak mau mengangkatnya ! “ “Kamu sudah tahu Black Diamond ?, gimana komen kamu ?” tanya Heilda dengan harapan agar Russ lebih mengerti tentang sikap dirinya. “Udah Heilda !, cuma apa belum ada orang yang menelponmu ?” “Emangnya kenapa ?” Heilda menjadi penasaran. “Ini bukan kucing angora sembarangan, ini pasti milik seorang yang melatih kucing kesayanganya itu. 

Cobalah kamu saksikan mana ada kucing yang bisa seperti itu. Tentunya pemilik kucing itu akan mencari sampai kapanpun “ “Lantas apa yang harus aku lakukan bila ketemu pemilik, diamondku sayang ?” 

“Ya kamu berikan saja, apabila dia bisa menunjukan bukti otentik. Kucing itukan bukan milik kamu! . Klo nggak bisa nunjukan bukti jangan kamu berikan !“ “Russ, kamu lihat kan , betapa adik adiku dan aku sungguh bahagia dengan kehadiran kucing lucu ini “. Heilda tetap tak mau mengendorkan niatnya agar Russ mengerti tentang dirinya dan tak lagi menjauh. “Aku mengerti Heilda, memang kamu sering bersikap seperti anak kecil dan kolokan, ya udahlah. 

Besok aku dengan gitar saja ke rumahmu, jadi band kita tidak terganggu lagi hanya karena kucing manismu “ “Trim ya Russ” *** Apa yang dibayangkan mereka bertiga, hari ini telah menjadi suatu realita. Saat sepasang suami istri yang tidak mereka kenal, tapi bertempat tinggal di blok sebelah mengunungi mereka di suatu sore. 

Mereka berdua mengaku bahwa kucing itu adalah milik mereka. Hilangnya kucing angora yang mereka beri nama Geronemo, adalah karena ada ulah pencuri yang berniat membawanya, tapi di tengah jalan 

Geronemo berhasil lari dari gendongan pencuri itu, yang tidak lain adalah sopirnya sendiri. “Maaf dari mana bapak tahu bahwa kucing ini milik bapak ?’ seru Heilda. “Dari You Tube mba Heilda sendiri, setelah kami amati, kucing Mba Heilda ternyata Geronemo “ “Maaf, pak , kalau cuma alasan itu, semua orang bisa mengakunya “ lengking Heilda merebak ke semua ruangan tamunya, karena kekesalan hatinya. “Mba Heilda , Geronemo aku beli saat masih kecil di Jakarta di agen pembiakan kucing angora unggul. Kami membawa sertifikat dari agenya, dengan tatto identitas bernomor 36 yang ditulis di telinga kiri sebelah dalam Geronemo.

 Cobalah Mba Heilda cek” Saat itu semua pipi adik adik Heilda menadi basah, karena sedih dengan perpisahan yang tidak lama lagi. Ternyata benar bahwa Black Diamond adalah Geronemo. Apalagi Geronemo terlihat agak marah bila digendong pemilik seenarnya. Karena dia lebih suka menjadi Black Diamond milik tiga saudara perempuan. Tapi tak ada yang mampu menghalangi niat pemilik Geronemo untuk membawanya pergi. 

Heilda hanya mampu menenangkan perasaan kdeua adiknya, karena Heilda tahu sesuatu yang berharga, apabila bukan milik kita, semuanya pun akan hilang dengan mudah. Heildapun terus memberikan senyum cerianya kepada kedua adiknya, dan terlebih lebih kepada Russ***

Hari Hari Sepi



Hari hari bagi Amelia adalah hari dalam kehidupanya. yang tak pernah dihiasi dengan hasrat untuk melangkah surut dalam hal apapun. Bagaikan angin kemarau yang melesat tak bisa dibendung sepanjang garis titian hidupnya, yang penuh dengan kesahajaan dan kegigihan bersama dengan bapa dan emaknya dalam mengayuh biduk kehidupan mereka. 

Meski Amelia dan keluarganya, hanya bersandar pada biduk yang lapuk dengan layar yang bertebar sayatan koyak, lantaran tertikam ganas dan kejinya kehidupan ini. Amelia tumbuh menjadi remaja yang lebih sahaja dibanding ABG lainnya di sekolah tempat dia seriusmenuntut ilmu. 

Amelia tidak pernah mengenal manis manja dan ceria seperti anak pejabat atau saudagar kaya dengan rengkuhan materi yang berkecukupan. Sehingga mereka seperti kupu kupu kertas warna warni,yang lepas bebas terbang ke tiap penjuru langit, saat hujan menghadang mereka, maka luruhlah kedua sayap yang tak seberapa kokohnya. 

 Padahal Amelia saat fajar merekah, dia sudah sibuk membantu emaknya untuk belanja sayur ke pasar pagi, untuk sekedar menyambung separo nafasnya. Dia rela bergumul dengan kabut pagi yang dingin, debu pasar yang berceria ditiup angin gunung atau peluh emak emak tua yang berebut mendapatkan sayur sayuran yang masih segar. 

Meski kadang disertai rasa kantuk, lantara Amelia sering sampai larut malam membantu emaknya di warung nasi depan rumahnya. Sementara adik adiknya sudah mendengkur menguntai mimpi indah,tak peduli emak dan kakak sulungnya, mengais sesuap dua suap nafkah. Itulah Amelia, dia harus menikam bisu hari hari indahnya sebagai ABG yang sebenarnya berwajah cantik, berkulit kuning. Apalagi bila dia berdandan seperti ABG lainnya,bercelana jeans ketat, kaos T shirt yang keren dan asesoris gaul lainnya.

Maka tampaklah selibritis yang siap bercasting di depan kamera tv swasta, setiap liuk tubuhnya yang sintal menggeliat seperti ular kobra, maka sorot mata cowok cowok jalangpun akan terus membidiknya. Maka wajar saja, bila setiap sekolahnya mengadakan perhelatan seni Amelia selalu menjadi bidikan sokib sokibnya untuk mencurahkan multitalentanya. Meski dengan sorot matanya yang sedingin salju lantaran kehidupanya yang mengalami keterpurukan, kadang kadang juga liar dan tajam pertanda dari dalam dirinya terpendam potensi sebagai ABG multitalenta. 
 *** 
 “Kau tidak pernah sedikitpun memberi aku harapan,Amel ?” bisik Rudy yang sedari pagi terus menempel Amelia, yang berpakaian seragam sudah agak kusam, karena lamaAmelia tidak mampu membeli yang baru. Amelia hanya tersenyum tipis dan tetap saja dia menyimpan salju di kedua sorot matanya. Rudypun terus saja hingga hari ini masih menyimpan sejuta penasaran, andaikan cewek ini mampu berbinar seperti ABG lainnya yang ceria, maka tidak ada perbedaan antara selebritis dengan Amelia seberkas benangpun. 

Namun Amelia hanya “keeping silent”, tanpa memandang serius apa yang selalu dia curahkan kepada dia. “Kau tak keberatan kan ?,bila aku selalu memintamu untuk menjawab ?” “Rudy ?, apa sih beratnya menjawab apa yang kamu pinta !. Tapi Rud !, aku bukan cewek seperti itu.Kehidupanku dan emak memang lagi terpuruk, bapak jarang pulang karena banyak mengejar borongan di Jakarta, aku nggak bisa sekolah dan berpacaran seperti cewek lainnya. 

Maafkan aku Rud !” Amelia tetap saja menyedot es jeruknya di kantin, di tengah klasmeeting sehabis UTS.Kedua sorot matanya,hanya asik menelisik larinya air jeruk yang turun naik sepanjang sedotan. Namun justru Rudi semakin dibuat ngap ngapan dengan ulah dingin “The Ice Girl”, yang terbujur bisu di depannya. “Tapi kau kan jomblo,Amel ?” 

 “Ya, tepatnya The Silent Jomblo !, tapi itulah aku Rud !, aku nggak peduli. Aku nggak mau setiap sokibku ikut larut dalam penderitaanku. Aku terbiasa hidup gigih di tengah turun naiknya kehidupanku. Aku dhdapkan dengan bagaimana aku dapat membantu emak dan bapaku yang setengah mati menggayutkan hidup ini. 

Kau tidak biasa dengan keadaan seperti ini,kan Rud !. Kasihanilah diri kamu sendiri, Ru!” hanya sekali ini dia mendengar suara Amelia yang nyaring, dengan mata yang datar namun siap menundukan hati siapa saja yang ada di depanya. Rudipun hanya sekilas menguliti perjalanan hidupnya, yang diseputari materi yang berlimpah. Mobil hiam mulus dari negeri Eropa selalu mengantarkan dia kemanapun pergi, doku yang diberikan mama papanya selau ludes untuk terbang dari cakrawala manja tawa satu ke lainnya. Apapun mampu dia beli, namun membeli sberkas cinta dari Amelia, ternyata dia tidak mampu sama sekali. 

 “Aku siap menerimamu apa adanya !” “Jangan konyol, Rud !, kamu tidak akan mampu berbuat apapun menghadapi peliknya hidup ini. Kau hanya menuruti emosi hati saja. Sudahlah Rud !, apa salahnya sih !, kalau kita hanya berteman saja !, piss !” kali ini sebuah senyuman tipis menghiasi wajah putih alami Amelia. Tapi bagi Rudy sebuah sayatan luka dihatinya mulai terasa pedih. Tidak ada satupun tebing yang kokoh yang mampu dijadikan curahan hatinya. Mama papanya apalagi, mereka hanya sibuk memutarkan bermilyar milyar uangnya demi sebuah kehidupan sang pemuja harta yang glamour. Sokib sokib yang selalu memusarinyapun tak akan mampu mencarikan kiat untuk bisa mendapatkan ABG yang cantik, flamboyan dan sahaja ini. 

Ruypun hanya mampu menyobek selembar kertas dari bukunya untuk sekedar menuangkan gejolak hatinya yang sedang dijauhi dewi asmara. Hanya itu yang mampu diperbuat Rudy, sementara Amelia hanya asik mencari uang recehan yang tersebar di kantong bajunya, untuk membayar es jeruknya itu. “Amel!, bacalah puisiku !, inilah gambaran hatiku, “ Amelia mampukah kau sejenak melepas.... tiap bilah guratan pedih yang menikam halaman hatimu lantas kau ulurkan kelopak mawar menembus batas langit dengan warna merah jingga, akupun mampu membentangkan rindu, kau mlempar senyum yang mampu meuntuhkan puncak Mount Everest kita bermandi di buih putih laut biru aku dalam tabir cinta, kau bersamaku menghitung hari....

Rudy “Apa artinya ini semua Rud ?” geliat tubuh Amelia, yang tadinya terbujur bisu kini nampak saat kedua tanganya membaca puisi Rudy, namun sorot mata The Silent Jomblo masih saja sedingin es. “Sebuah penantian, Amel !, tetang kau, tentang isi hati ini” Tangan kanan Rudy terus saja menempel pada dadanya sendiri. “So sorry !, Rud, puisimu tak berarti apa apa bagiku, maafkan aku ya Rud !”
 ***
 “Bapak !” 
“Amel, anaku !” sebuah pelukan luapan kangen antara bapak dan putri sulungnya mengharukan pertemuan mereka di tengah malam, saat bapak Amelia tiba kembali di tengah mereka setelah 6 bulan mereka berpisah. 

Demikian sibuknya hingga Sanoso si tukang batu baru bisa kembali dari Jakarta. Lelaki setengah baya itu, sudah kelihatan tua dibanding dengan umurnya, lantaran dia hanya sebagai pekerja kasar yang memaksakan diri demi menghidupi anak istrinya. “Bapak !, Amel minta bapak tidak usah ke Jakarta lagi. Warung kita sudah mampu menghidupi kita semua” “Tapi kamu harus kuliah, Amel !,kamu harus bisa maju, tidak harus terus menerus di warung” “Itu gampang, pak !, yang penting kita bisa berkumpul lagi, itu sudah cukup bagi Amel “ “Tapi, siapa pacar kamu, Amel ?” “Amel belum memikirkan itu, Pak !, meskipun sudah banyak cowok yang mendekati aku “ 

“Jangan begitu Amel, keadaan kita ini adalah semua salah bapak !, kamu tidak boleh ikut menderita. Biarlah semua menjadi tanggung jawab bapak. Seandainya kamu mencintai pria yang kamu pilih, janganlah kau bunuh perasaanmu sendiri. Asal kamu mampu menjaga diri. Kamu kan sudah lulus SMA, kamu harus ceria sama seperti wanita lainnya 

“. Amelia hanya tertunduk malu, dalam dirinya kini mulai terasa getaran aneh yang kemudian merambat ke semua sendi tulangnya. Sorot matanya kini mulai hidup, entahlah apa yang akan dilakukan oleh cewek ABG k ini***

Elsa

Aku perhatikan semakin ganjen saja Elsa bertingkah di depan cowok-cowok gaulnya, berpose layaknya artis sinetron menambah dunia dan seisinya maunya runtuh. 

 Apalagi bila dia melempar sedikit senyum tipis, jantung yang aku tanam dalam dada ini semakin menderu, menyuruhku untuk segera memiliki kembang mekar ini. Guratan wajah Elsapun makin jelas saja tergambar di halaman kalbuku. 

 Namun dia tetap saja Elsa, meski hati yang aku miliki tetap saja memberontak, untuk segera menikam keangkuhannya. Ataukah hanya gaya hidup Elsa saja yang selangit, yang masih asing bagiku, yang bertolak belakang dengan gaya hidup aku yang dari kota kecil. Sejauh kalbu ini merenung, akupun masih ingat betul teori Pak Burhan, dosen Pengantar Ekonomi yang suka bicara dari hati ke hati dengan semua mahasiswanya,
 “Gaya hidup modern bukannya berasal dari kota atau kampung, kaya atau miskin, tapi dari pola pikir intelektual. 

Kamu kamu semua kan komunitas intelektual. Apa nggak ada menteri lahir dari desa, hampir semua petinggi negara lahir di desa”. Sebuah kekuatan baru mulai tertetes di sanubariku yang mengering dikungkung kurangnya pd. Sesaat semua mahasiswa bersorak ceria, mirip anak TK, kala diumumukan bahwa Pak Hardiman dosen statistik tidak hadir pada sore kali ini. Sementara Elsa di tengah keceriaannya terus saja didekati sama cowok cowok beken kampus, yang nota bene bertampang gaul, gedongan dan difasilitasi mobil untuk kuliah. 

Sedangkan aku hanya ingat pesan emak, tiap aku mau berangkat ke Jakarta, setelah mudik di Purwokerto, untuk tekun belajar sehingga bisa meraih sarjana ekonomi dan dapat kerjaan yang mapan, untuk membantu studi adiku-adiku. Akupun menyadari semua itu, namun tetap saja hati, yang menggelindingkan ego yang tak tentu arahnya, menjerit untuk tetap memiliki Elsa. 

Meski hanya selintas beberapa saat hasrat itu menderu, karena aku tahu bahwa Elsa sebenarnya adalah mahasiswi yang santun, baik dan tekun belajar. Hanya aku saja yang tak mampu mendekati. Semester demi semester aku selesaikan dengan prestasi nilai yang baik, karena tekun dan aktifnya aku belajar, emakpun bertambah senang. 

Namun semakin pula aku kehilangan akal untuk mendekati Elsa, yang tambah seronok dan menorehkan bunga kampus di tengah cowok yang berlabel high-class, hampir tiap hari setelah selesai kuliah Elsa tak ubahnya piala bergilir bagi temen-temenku, yang menyodorkan mobil mewah dan doku sekedar mejeng sepanjang warna warni lampu kota Jakarta. 

Akupun menjerit pilu, semoga gadis baik dan santun itu segera mengukuhkan hatinya agar mampu membawa diri di tengah pergaulan kumbang kumbang kampus yang haus akan madu. Apakah dengan cara begini Elsa akan menemukan diri dan segera menjadi cewek dewasa, selalu saja kata hai seperti itu terselip dalam lubuk hatiku, ataukah karena aku saja yang tidak mampu membuat egonya Elsa menjadi runtuh. 

Namun tetap saja Elsa tidak mampu mengendalikan diri dan kehormatannya, bahkan sekarang menjadi buah bibir kampus, bahwa harga diri Elsa hanyalah sebatas mobil mewah dan pub bahkan hotel berbintang untuk bermalam beberapa hari. Pada siapa lagi aku harus berontak, meski amarahku telah menyetuh ujung kepala dan menyumbat tenggorokanku, namun kemana kepalan tangan aku tujukan. Akupun mulai menelisik tentang Elsa, lewat Ivan yang hanya sekedar kenal saja meski telah menjadi temen kuliahku selama 4 tahun. “Gokil mau apa kamu nanya tentang Elsa, apa mau booking. Ah kamu belajar saja yang rajin, biar jadi menteri” 
“Nggak gitu Van, Elsa kan orangnya baikan sama aku, aku hanya kasihan, dia sekarang jarang aktif di kampus” 
“Eh Rudi, kalau kamu kasihan sama Elsa, kamu nggak bakal mampu dekat dengannya, lagian Elsa nggak pernah tuh crita tentang kamu” “Jelas dia nggak bakalan crita tentang aku, karena aku sama dia nggak ada apa-apa”
 “Ya udah, ngapain kamu kasihan dan pake tanya-tanya segala !” “Jangan gitu Van, aku memang anak katro, bukan gedongan kaya kamu, tapi aku juga temen Elsa, aku berhak tahu, karena dia dulu di semester satu dan dua, satu kelompok belajar sama aku. Toh dia nggak nolak buatin tugas-tugas dosen, bahkan dia yang sering nolong aku” “Terus kamu mau nanyain apa?” “Cuma sekarang dia kok jarang di kampus, ada apa? “
 “Kamu kangen ya, udah deh nggak bakalan kamu bisa ndapetin dia, Tanya saja langsung sama Elsa, habis perkara !” 
“Ya udahlah Van, terserah kamu mau ngomong apa” “Ya udah sana pergi,”Pantas saja Elsa terasa bukan Elsa yang dulu, karena gaul dengan cowok gedongan yang angkuh. Mudah-mudahan aku bisa merubahnya dan menyadarkan, karena Elsapun bisa menjadi Elsa yang baik seperti dulu, bila ada cowok yang mampu menjadi curhat hatinya. Aku semakin yakin kalau aku bakal meruntuhkan kebinalan hatinya. Toh aku tidak lama lagi lulus dari kampus ini, sementara Elsa masih memiliki mata kuliah yang belum lulus, semoga waktu yang sempit ini bisa aku manfaatkan untuk mengembalikan Elsa yang ingin aku miliki, demikian kata hatiku terus saja membara di tengah jantung hatiku. Sore hari Jakarta diguyur gerimis sejak pagi, maka tak biasanya kota besar ini menjadi agak lengang. Mungkin sebagian besar warganya memilihj untuk tinggal di rumah ketimbang menghabiskan hari Minggu harus menembus dinginya gerimis ini. 

Hanya aku saja yang memang memiliki tekad untuk meluncur ke tempat kos Elsa, semoga saja dia belum mudik ke Bandung. Pintu kamarnya belum tertutup rapat, sehingga aku tidak repot repot untuk mengetuknya, sementara dari dalam kamarnya aku dengar senandung kecil yang dinyanyikan Elsa sempat membuat aku tak kuasa melangkah lebih dekat lagi kea rah pintu kamarnya. Beruntung Elsa telah mengetahui kedatanganku, Elsa menyambutnya dengan roman muka kaget dan masam, lantaran hanya aku yang datang. Pipinya memerah, sorot matanya tidak berani lagi memandangiku. Hanya sebuah ucapan kecil saja yang dia ucapkan, yang menyuruhku duduk di ruang tamu. “Kamu nggak mudik, Rud”

 “Ah enggak, aku mau nyiapin ujian srkipsi minggu depan “ “Selamat ya Rud, kamu hampir lulus, moga-moga aja berhasil” “Ya harapan ortuku di kampung kaya gitu” “Kok kaya dikejar hantu aja, kamu hujan- hujan gini meluncur ke sini, Rud” 

“Kamu masih nyimpen file tugas kelompok kita yang dulu enggak, Els!, aku lupa naruh dimana. Lu kan dulu rajin ngeprint. Kalau bisa aku pinjam filenya” 
“Nggak tahu di mana Rud, aku nggak pernah lagi punya file-file kaya gitu” 
“Di komputermu ?” “Entah Rud, aku jarang buka laptopku?” 
“Tapi ada kan?, coba kamu buka ?” “Nggak tahu , Rina,,dah beberapa bulan ini pinjem laptopku, coba dong di laptopmu ?”
 “Aku nggak punya laptop, aku pinjam kampus kalau butuh computer?” “Maafin ya Rud, kamu jauh-jauh ke sini nggak bawa hasil”
 “Kamu nggak punya salah kok Els, aku masih punya buku di rumah” “Oh ya kamu mau minum apa?” “Kok repo-repot , nggak usahlah aku cuma sebentar, Kamu masih baikan sama aku ya Els, kok kamu jarang datang ke kampus lagi” “Nggak tahu tuh Rud, aku sekarang malas untuk kuliah” “Ah kamu bohong sama aku, aku yakin lantaran kamu sekarang banyak bergaul dengan temen-temen gedongan yang norak itu, kan ?”

 “Apa aku salah bergaul dengan mereka Rud” “Kamu udah tahu jawabanmu dari dalam hatimu sendiri, maafin aku Els, aku nggak mau nyampuri privasimu, tapi aku cuma kasihan melihatmu” “Emangnya ada apa denganku, Rud !, aku baik baik saja kok Rud” 
“Ya sukurlah kalau kamu baik-baik saja, makanya paling tidak kamu bisa wisuda bareng aku, kalau kamu serius belajar. Aku Cuma menyayangkan lho Els, dulu kamu satu kelompok belajar denganku. Di perpustakaan kamu paling aktif, sampai nilaimu lebih baik dari aku. Aku mengakui kamu lebih segalanya dibanding temen cewek lainnya, tapi sekarang kamu kedodoran. Maafin aku ya Els, ini hanya sekedar saran dari temen kamu” 

“Ah nggak apa-apa Rud, aku nggak marah. Sebenarnya aku juga sering ditanya papa dan mama, kapan aku wisuda, tapi karena aku punya kesibukan lain” “Yah orang memang punya kesibukan sendiri-sendiri Els, aku juga nggak nyalahin sama kamu. Udahlah Els, aku tak pulang dulu” “Kamu punya acara penting kok buru-buru !”

 “Nggak,, aku Cuma mau pinjam tugas kita yang dulu dan aku Cuma pengin nulung kamu, kalau bisa kita wisuda bareng sama seperti kita dulu d perpus aktif bareng” “Ya tunggu sebentar to Rud, aku pengin curhat sama kamu, siapa lagi temenku yang peduli sama aku” “Tapi kamu banyak acara kan?” “Ya banyak” “Itulah yang aku takuti Els, aku takut ngganggu acara kamu” “Kamu mau kan ngantar aku jalan jalan hari ini ke mana aja. Please Rud !” 

“Aku nggak bawa kendaraan, Els, aku naik bis kota tadi “ “Pakai motor aku aja, kita pergi entah kemana terserah kamu aja” “Kok tumben, apa something wrong Els” “Yah begitulah, Rud. Aku mulai panik, temen-temenku udah mau wisuda, padahal, kreditku masih banyak yang belum aku selesaikan” “Nah itu baru Elsa, yooo kita berangkat” Aku cuma menuruti selera Elsa saja kala dia minta kita ngobrol di rumah makan khusus bakso kesukaan dia, tempatnya sungguh romantis. Cocok buat curhat si Kembang Wangi tambatan hatiku, yang selama ini aku hanya bertemu dengan Elsa di episode mimpi hidupku. Aku tahu pasti, bahwa Elsa adalah bunga layu, yang telah direguk sari madunya oleh banyak kumbang liar. 

Namun Elsa tetap elsa, aku tidak perduli apapun keadaanya. Karena dia juga manusia, toh yang penting dia mau menyadari masa lalunya dan masih memiliki niatan yang baik untuk menggapai masa depan dia entah dengan siapa dia melangkah. Sepatah demi sepatah kata curhat dari mulut Elsa mengalir bagitu saja, tapi aku sama sekali tidak mendengarkan, karena aku tahu semua sebelumnya, dan menyadari semua penderitaan hatinya. Hanyalah harapan yang begitu besar untuk memiliki yang membuat Elsa tanpa sedikitpun noda di depanku. 

“Mungkin saja kamu muak mendengar curhatku,,,atau kamu telah mendengar tentang aku dari temen temen kampus, Rud” “Nggak tahu Elsa, bagiku kamu curhat apa nggak itu sama aja” “Maksu kamu” “Kamu masih tetap Elsa yang dulu, temenku yang sering nulungku, kamu sering ngeprinkan tugas untuk aku dan banyak kebaikan lainnya, karena aku nggak punya computer, karena aku mahasiswa dekil dari udik yang nggak punya apa-apa, kamulah yang paling tahu keadaan ini. Sekarang kalau kamu seperti ini, akupun tidak memandang lain tentang kamu” 



“Ah yang bener aja Rud, jarang aku temui pria seprtimu, aku kehilangan kau Rud, kalau kau wisuda dan kembali ke Purwokerto “ Elsa menyampaikan kepediahan hatinya sembari bergayut di pundaku. “Tapi masih ada yang kurang Els” “Apa itu Rud” 

“Kamu nggak bisa aku miliki, nggak mungkin kamu mau dengan cowok dekil kaya gini” Elsapun hanya meredupkan matanya, wajahnya disodorkan di hadapakanku, dan sebuah ciuman kecil aku dapatkan. Mesti selintas namun berarti bagiku, inilah Elsa yang bertahun aku dambakan. Aku bisikan ke telinganya “ Els, aku sayang….Belum sempat aku selesaikan, Elsapun membalasnya dengan ciuman yang lebih bergairah.