Uzur
Dahulu
kau tergambar kekar di langit biru, selaksa hari telah menepi tertusuk detik
demi detik saat bercengkerama dengan gagah beraninya kau menghamburlan semburat
warna jingga dewi asmara. Lalang kunang malam, tergelincir ke tengah adonan
yang kau tuangkan dalam gelas manis tertoreh kata rindu.
Kini
dalah hunian padang terbentang saat kau menyudahi lantang bintang gemintang,
berganti rembulan bernyanyi parau, di bibir senja yang kau hardik dengan
kerlingan mata yang mulai kabur.
Detik
tak harus melangkah surut.....
sayap
merpati di balik cakrawala senja menantimu.....
adakah
yang mampu kau kemasi dalam bekal....
padang
lengang bertabir putih....
saat
kau bicara kepada kedua kaki dan tanganmu
adakah
kau jinjing kelopak bunga ranum
untuk
wewangi bocah kecil bertatap sendu
ataukah
kau jinjing isarat tentang sorot mata malaikat yang garang menusuk tulang
igamu, saat kau menyemai sari bunga lelayu lantas kau sudahi dengan hempasan
debu debu yang mampu mengeringkan kebub bunga.
Kau
akan mencari harimu sendiri
rembulanpun
takan pernah nampak lagi...
lelaki
tua yang uzur hanya mampu menguliti diri sendiri
lebih
baik kau tawan seribu lidah basah
agar
tenggorokan lebih longgar menghela nafas
benak
dadamu leluasa menyimpan kain sutra halus
milik
Sang Kuasa Penunggu Langit Tujuh Susunan...
uzur
kini menikam jantungmu.....
(Semarang,
23 November 12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar