Jumat, 23 November 2012

Uzur


 Dahulu kau tergambar kekar di langit biru, selaksa hari telah menepi tertusuk detik demi detik saat bercengkerama dengan gagah beraninya kau menghamburlan semburat warna jingga dewi asmara. Lalang kunang malam, tergelincir ke tengah adonan yang kau tuangkan dalam gelas manis tertoreh kata rindu.

Kini dalah hunian padang terbentang saat kau menyudahi lantang bintang gemintang, berganti rembulan bernyanyi parau, di bibir senja yang kau hardik dengan kerlingan mata yang mulai kabur.

Detik tak harus melangkah surut.....

sayap merpati di balik cakrawala senja menantimu.....

adakah yang mampu kau kemasi dalam bekal....

padang lengang bertabir putih....

saat kau bicara kepada kedua kaki dan tanganmu

adakah kau jinjing kelopak bunga ranum

untuk wewangi bocah kecil bertatap sendu

 

ataukah kau jinjing isarat tentang sorot mata malaikat yang garang menusuk tulang igamu, saat kau menyemai sari bunga lelayu lantas kau sudahi dengan hempasan debu debu yang mampu mengeringkan kebub bunga.

 

Kau akan mencari harimu sendiri

rembulanpun takan pernah nampak lagi...

lelaki tua yang uzur hanya mampu menguliti diri sendiri

lebih baik kau tawan seribu lidah basah

agar tenggorokan lebih longgar menghela nafas

benak dadamu leluasa menyimpan kain sutra halus

milik Sang Kuasa Penunggu Langit Tujuh Susunan...

uzur kini menikam jantungmu.....

 

(Semarang, 23 November 12)

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar