di tahta para dewa, hingga wajah
Negeri Kahyangan tidak lagi
menjinakan ombak Pantai Selatan,
angin prahara
lebih sering bertegur sapa
dengan rapinya kuning tanaman padi
aku berjaga di penjuru kebun
sayur kita
agar kau menyisir hari, penuh
rambut sutera
biru kelambu rindu kau suguhkan
akupun dalam sudut kamar,
membentang mencuri hati
detik demi detik………
kala Akasia rebah, bersyahwat
dengan prahara
adalah suatu isarat, bahwa Bunga
SedapMalam merontang
menusukan mega mendung pada
langit biru
aku memburu hunian penuh bunga
di kahyangan milikmu…
aku terhenyak dengan tegur sapa
para dewa
hanya karena senyumu, cakrawala
lebih lantang berteriak
aku memang milikmu.
hari ini kita bercengkerama dalam
pagi…
tak kudengar lantang belalang
padang
tak kudengar lagi gemeretak
ranting kering,
memang inilah milikmu dari balik
awan senja
atau karena debu debu jalan
telah aku punguti
namun aku hanya mampu berteriak
sabarlah, senyum bidadariku
aturlah nafas agar arah perahu
lebih mampu melajukan
kembang setaman yang kau
jinjing, untuk pantai kita
bertebar daun palma, bermanik
mutiara mekar jingga
aku datang, meski telah kusimpan
rembulan di balik bajuku
aku bentangkan, terselip dalam
dedaunan alam,
kau sudahi saja
episode yang tak membawakan
senyum bidadari
(Semarang, 19 Mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar