Kumbakarno, Sumber : Google |
Kesaktian Rahwana yang tiada
duanya diperoleh dari “tapa-brata “ dirinya untuk menyembah kepada Dewa Brahma selama bertahun-tahun. Hingga
dia mendapat anugerah dari Dewa Brahwa sebuah kesaktian yang menyebabkan dia
kebal terhadap segala ilmu, sihir, tenung, santet yang dimiliki oleh raksasa,
genderuwo, machluk halus lainnya, bahkan
Rahwana juga kebal terhadap ilmu para dewa.
Bukan hanya kepada Brahma, kepada
Dewa Siwa Rahwanapun melakukan penyembahan dan puja – puji yang dilakukan selama bertahun-tahun pula. Bahkan
penyembahan Rahwana kepada Siwa dilakukan dengan sebuah tarian yang dikenal
dengan nama Shiva Tandava Stotra. Karena ketekunanya, Dewa Siwa akhirnya
menghadiahkan kepada Rahwana sebuah pedang yang berkekuatan dahsyat yang
dinamakan Chandrahasa (Pedang Bulan). Lengkap sudah kesaktian raksasa
Rahwana, sehingga dia termasuk raja yang ditakuti oleh semua manusia, raksasa
dan machluk halus. Diantara seabreg sifat
sombong yang dimiliki raja lalim ini, salah satu diantaranya adalah sikap yang meremehkan terhadap ras
manusia. Ternyata sikap meremehkan manusia ini kelak kemudian hari menjadi
petaka baginya.
Karena manusia dipandang rendah olehnya, maka Rahwana tidak
tanggung-tanggung memperistri wanita wanita cantik seantero Bumi Alengka, tidak
perduli dia masih lajang atau telah bersuami. Termasuk juga hasratnya untuk
memperistri wanita “luhur budi bahasanya dan cantik jelita”, yang bernama Dewi
Shinta (Sita), meskipun dia tahu bahwa Shinta telah bersuami Raden Rama Wijaya.
·
Sikap
Gunawan Wibisono
Menurut
Wikipedia Bahasa Indonesia, Wibisana
(Sanskerta:
विभीषण,
Vibhīshaṇa) adalah nama seorang tokoh protagonis
dalam wiracarita Ramayana.
Ia adalah adik kandung Rahwana
yang menyeberang ke pihak Sri Rama.
Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan Wanara,
Wibisana banyak berjasa membocorkan kelemahan kaumnya, sehingga pihak Wanara
yang dipimpin Rama memperoleh kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana menjadi
raja Alengka.
Ia dianggap sebagai salah satu Chiranjiwin,
yaitu makhluk abadi selamanya.
Kumbakarno Sumber : Indonesia Travelled. Com |
Selanjutnya
Wikipedia menjelaskan bahwa Wibisana sebagai adik kandung Rahwana atau putra
bungsu pasutri Wisrawa dan Kaikesi.
Sedangkan menurut versi Mahabarata, Wibisana adalah putra pasutri Wisrawa dan Malini. Sehingga dia adalah adik tiri Rahwana. Sementara itu
Rahwana dan Kumbokarno adalah saudara sekandung.
Meskipun Wibisono adalah seorang raksasa, tetapi dia memiliki
kepribadian yang berbeda jauh dengan raksasa lainya, yang sering menebarkan
kedholiman dan angkara murka di dunia ini. Wibisono memiliki karakter yang
lembut, adil,bijaksana, peduli terhadap sesama dan selalu “Ngrungkebi
Dharmaning Satria”. Sejak muda dia sudah
tekun menyembah Dewa Whisnu dan Dewa Brahma seperti kakaknya Rahwana dan
Kumbokarno.
Wibisono-Google |
Sudah barang tentu Wibisono sangat menentang keras perbuatan kakak
sulungnya Rahwana yang menulik Dewi Shinta dan mendesak agar kakaknya segera
mengembalikan Dewi Shinta ke Prabu Sri Rama yang paling berhak memiliki Dewi Shinta. Menanggapi desakan adik bungsunya,
Rahwana menjadi murka dan saat itu juga mengusir Wibisono pergi dari Negara
Alengka.
·
Nasionalisme
Kumbokarno
Dalam kehidupan manusia modern yang
telah mengenal Kisah Ramayana dan Mahabarata, sosok Kumbokarno selalu
disertakan pada sikap nasionalisme tulen. Sosok dan karakter tersebut yang
saling melekat sering digunakan sebagai icon para aparatur negara di Asia Timur. Meskipun wujud
lahiriah satria raksasa ini sangat mengerikan, tinggi besar dengan kedua biji
mata yang melotot keluar. Namun wujud lahiriah dengan jiwanya sangat
bersebrangan.
Betapa tidak, Kumbokarno adalah sosok prajurit sejati yang berani mati
dengan mengusung pemeo right or wrong
is my country, tetapi sikap ini tidak dilangsungkan dengan mata gelap.
Karena sebelum Kumbokarno “Madeg ing PALAGAN” dia terlebih dahulu
menyadarkan kakak kandungnya sekaligus rajanya untuk kembali ke jalan yang
benar, dengan mengembalikan Dewi Shinta. Namun berlainan dengan Wibisono yang
bergabung dengan pasukan Sri Rama, Kumbokarno memilih untuk melindungi tanah
airnya dari invasi kekuatan asing atas perintah rajanya.
Menghadapi situasi yang kritis di ibukota kerajaan, tanpa berpikir
panjang dia segera menyongsong ribuan pasukan wanara yang dipimpin langsung
oleh Prabu Sri Rama. Kedua tangan dan kakinya
dengan sigapnya berhasil membunuh ribuan prajurit kera. Sehingga satu
persatu anggota badanya itu harus segera
dilumpuhkan oleh panah Sri Rama. Sri Rama sengaja melumpuhkan satu persatu
anggota tubuh Kumbokarno untuk menghindari ribuan prajuritnya yang menjadi
korban serta menunggu pengampunan yang disodorkan oleh Kumbokarno. Tetapi
Kumbokarno bersikeras untuk menjadi pejuang berani mati membela negaranya.
Akhirnya dengan terpaksa dan untuk mengurangi penderitaan Kumbokarno,
Sang Sri Rama mengarahkan panah saktinya ke leher Kumbokarno yang berakhir
dengan berpisahnya kepala Kumbokarno dengan badanya. Sri Ramapun memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap sikap nasionisme tulen Resi Kumbokarno.
Gugurnya pejuang sejati Kumbokarno sudah selayaknya ditiru oleh siapa
saja yang memiliki keberanian, niatan dan dan semangat para penyelenggara
negara di manapun, kapanpun dan siapapun ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar