Dalam ketupat, ada bibir yang ramah
ketika aku dapati
dari belahan satu hingga dinding relung yang lain
ketupatku pun sempat bertanya
mengapai kau untai senyum yang ranum
Ketupatku, ketika ku temui
di batas kau rengkuh
ada wulangreh Asmarandhana
maka senyap pula
kala kau tanggalkan suatu warna
Ketupatku, ketika kau temui
berisi sepenggal demi sepenggal
kala aku mulai mampu
menanggalkan sudut dinding yang lusuh
lalui kau hardik “bayangan hitam”
ada pula rona
yang kau lukis di kanvas tiada tepi
Ketupatku, ketupatmu
hinggap di sudut langit
menggapai awan jingga
bermandi harap….lantas sudah kita rapatkan
jadi satu untuk sebuah sauh
bila biru samudra menjadi lancung
Ketupatku, ketupatmu, dalam satu….
Semarang, 5 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar