Rabu, 15 September 2010

BILL CLINTON Di Indonesia

Selama ini terdapat anggapan yang keliru bagi penulis, tentang ambisi yang menggebu agar artikel penulis dapat ditayang di halaman prestis koran nasional ataupun lokal yang beken. Disamping mendapat honor yang layak, tentu saja kekaguman dari kolega dan relasi tertumpah pada diri penulis. Sebuah populaitaspun akan tertoreh tanpa menelaah lebih lanjut misi yang terselip mampu memberikan pencerahan atau pembelajaran kepada publik. Sebab tujuan akhir dari seorang penulis, apapun popularitas dan gaya penulisannya, adalah mampu menggali informasi yang cermat, akurat, obyektif yang kemudian disodorkan kepada publik sebagai suatu kepedulian terhadap sesama.
Kepedulian bagi sesama nampaknya hanya menjadi wacana saja untuk masyarakat kita, apalagi disaat banyak oknum pejabat yang lebih peduli pada Gayus life style, ketimbang menjual ide gagasannya, uluran tangan, realisasi komunitas orang tua asuh semata demi pengentasan keterpurukan multidimensional rakyat kecil.
Sebuah idealisme tentunya patut dimiliki oleh semua insan yang hidup di Bumi Pertiwi, dalam konteksitas masyarakat Indonesia yang sedang mengidap “Penyakit Kronis Sosiologis”, menurut potensi kita masing-masing. Guna mengurai benang kusut kompleksitas social conflict yang mendera kita, tentunya kita mendambakan relawan relawan yang saling membahu mengedepankan keeping spirit untuk pengentasan keterpurukan sosial, politik, moralitas atau bahkan kerusakan lingkungan hidup karena sebuah ego. Sebuah kepuasan batinpun mampu didapatkan tanpa memperhitungkan comersial profit.
Sebuah prestasi menakjubkan terukirkan dari figur mantan Presiden Amerika William J. Clinton yang patut kita teladani. Dengan sebuah yayasan The William J. Clinton Foundation, tokoh ini memfokuskan sebuah kepedulian pada hal hal yang menjadi keprihatinan dunia sekaligus memberikan solusinya terhadap perubahan iklim global, HIV/AIDS di Negara berkembang, kepedulian terhadap anak dan pengentasan ekonomi di Afrika dan Amerila Latin.
Karena sebuah idealisme yang kokoh, Yayasan Clinton mampu berkembang pesat membuahkan anak organisasinya hingga 501 organisasi dengan jumlah staf 1.100 personil dari seluruh dunia. Tahun demi tahun yayasan ini berkembang hingga kini memiliki perwakilan di 40 negara. Tercatat sudah bahwa sebanyak ratusan juta penduduk dunia yang berhasil mendapat berkah dari yayasan ini. Kendala yang umum dijumpai sebuah yayasan adalah pendanaanya, namun keunggulan Yayasan Clinton ketimbang lainnya adalah ketidaktergantungan pendanaannya terhadap organisasi lain, tetapi pendanaanya berasal dari operasional organisasi yang bernaung di bawahnya.
Tentunya menjadi pemikiran kita bersama seandainya ada “Clinton made in Indonesia” yang mendarmabaktikan ketangguhan managerialnya guna pensejahteraan masyarakat kita yang pra sejahtera, rendah taraf pendidikanya, rendah minat bacanya dan minim daya dukungnya, sebagai refleksi dari kehidupan social Rakyat Indonesia yang morat marit, maka tentu saja masalahnya akan lain lagi. Namun pada kenyataannya sense of belong sejumlah Clinton kita terhadap si kecil telah lenyap di bawa pertikaian politik, pertikaian kepentingan dan justru lebih memilih menzolimi uang Negara, yang sebenarnya merupakan hak dari si kecil.
Wacana di atas memang bukan isapan jempol saja, terbukti dari laporan BPK yang mengindikasikan adanya 46 kasus dengan uang yang ditilep sejumlah Rp 730,45 miliar oleh oknum pada semester II Th 2009. Jumlah tersebut membengkak lagi hingga akhir semester II tahun yang sama sejumlah Rp 2, 3 trilun uang Negara yang ditilep. Rupanya kiprah sejumlah oknum anak bangsa dalam memainkan lakon Gayusmania telah mencapai putaran milyar dan triluanan. Sedangkan di daerah terpencil masih banyak ditemukan guru TK dan MI yang mendapat gaji Rp 150 ribu.
Tentu saja Negara kita telah kaya dengan berbagai aturan main yang teregulasi untuk pembrantasan pendoliman uang Negara, tapi pada kenyataanya justru berkorelasi terbalik. Untuk itu perlu kita kampanyekan gerakan kepedulan social yang tidak asal asalan, yang melibatkan relawan dan figure idealis, untuk memetakan skala prioritas tentang pengangkatan keterpurukan dari berbagai segi. Sehingga perlu pula kita mencanangkan “Hari Kepedulian Sosial” sebagai tonggak, agar setiap individu masyarakat Indonesia selalu siap mengulurkan dan membuka tangan menjadi bentuk kepedulian bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar