Sabtu, 31 Desember 2011

Jangan Bersedih Emak....!


hamdi beffananda aji
PUISI ANAK

Hari ini aku masuk sekolah, setelah libur lama
Emak belum membelikan aku sepatu baru,
Tapi aku tetap ceria di tiap pagi ke sekolah....
Karena baru minggu ini bapak menyemai padi
Aku tidak mau emak marah dan bersedih
Bila aku minta tas dan sepatu baru..

Tuhanku, berilah mereka selembar hidup yang kokoh
Sekokoh apa yang tidak mudah terhempas
Hujan. Badai, beliung atau pekatnya jaman

Emak, untuk apa bersedih....
Bukankah masih ada matahari dan bulan
Yang menerangi gubug bambu kita
Bukankah emak masih mampu menyodorkan aku
Sepotong cerita bila mataku belum terlelap

Aku anak dengan sebungkus kue sawah ladang
Yang jauh dengan kue-kue anak gedongan
Emakpun bahagia bila aku tetap belajar
Di atas meja bambu beralas kasih emak
(Semarang, 2 Januari 2012)

Kamis, 29 Desember 2011

Hujan Terus Bersambung


sang ilalang
Semua harta kekayaanya kini telah habis dilipat demi sebilah hidupnya. Sel-sel organ tubunya yang “usil dan nakal” tidak mau bercermin pada Sutedjo, yang hanya mampu mengayuh roda becaknya di atas jalan aspal berlobang, dikupas roda-roda beringas truk dan tronton. Sedikiit demi sedikit uang hasil penghasilan sebagai abang becak dan kerja sambilan lainnya, bertahun tahun dia kumpulkan semata untuk membeli sebidang tanah. Sedangkan istrinya yang telah ikut berkulit legam, tergigit matahari karena tiap hari berjualan makanan lauk pauk di Pasar Mranggen Demak, ikut pula menyisihkan sebagian penghasilanya.
Sel sel sumsum tulangnya yang merasa pengap kini mengajukan protes pada diri Sutedjo, agar bisa terbang ke atmosfer, hdup menerjang apa saja, bebas dan lepas. Sedangkan diri sutedjo tak mampu menekan amarah Sel-Sel Beta yang ada di pankreasnya, sehingga tubuh Sutedjo mengalah dan lebih memilih menguruskan diri.
Sedangkan untuk mengayuh becak lagi Sutedjo kini tak mampu lagi, karena tubuhnya yang lemas dan lunglai menyergapnya. Sutinah istri yang setiapun tidak pernah mengeluh meski setiap hari dia bermandi peluh. Sementara putranya yang paling kecil masih bersekolah di SMP,  kakak-kakaknya juga masih sekolah di SMK dan si sulung sudah tiga tahun ini kuliah di perguruan tinggi negeri. Untuk biaya anak anaknya itu, kini separo tanah milliknya telah Supardo jual pada Haji Imron dengan harga nego.
Meski Sutedjo sudah habis air matanya, tapi hatinya telah tergayut pilu dan galau, yang ikut pula menusuk tubuhnya hingga sering merasa gemetar.
sahaja
***
Remang malam   dan dinginya Bulan Januari tahun ini membalut sepi pekarangan rumahnya, namun di dalam ruang tamu beralas tanah, udara malam terasa lebih hangat meskipun hanya diterangi lampu 10 Watt.  Suedjo rebah di kursi panjangnya dengan bantal bersusun dua, wajahnya pucat di bibirnya sudah tak ada senyuman lagi.
“Bapak, aku berhenti kuliah saja ?”
“Jangan berkecil hati Burhan. Selesaikan kuliah kamu !. Percuma bapak mengeluarkan biaya bila kau berhenti di tengah jalan. Sebentar lagi kan kamu lulus ?”
“Tapi, aku rela pak !,aku anak sulung. Aku ingin kerja untuk adik-adiku “
“Burhan !, emak kan masih jualan di pasar!. Emak masih mampu membiayai kamu. Karena harapan satu-satunya emak dan bapakmu kini hanya tinggal kamu. Selesaikan sekolahmu !”
“Bapak akan menjual semua tanah dan rumah satu-satunya ini bila perlu, Burhan !. Asalkan hidup anak-anaku tidak seperti bapak dan emak. Kamu mampu lancar kuliah di fakultas tehnik, berarti kamu pandai. Jangan putus asa !”
Burhan beranjak dari duduknya di kursi bambu disamping bapaknya yang kurus kering. Burhan menatap jauh jauh malam yang diguyur gerimis sejak pagi. Terkadang diselingi hujan deras bahkan sore tadi hujanpun turun disertai badai.
“Tapi aku sudah tidak kuat lagi pak !, aku kasihan sama bapak dan emak !”
“Boleh kamu berperasaan seperti itu,  bila perasaan bapak dan emakmu
 menderita. Tapi Burhan !, bapak dan emak adalah anusia yang “sugih” rasa syukur pada Illahi. Sekarang bapak dicoba karena bapak pernah dilimpahi nikmat. Lihatlah hujan itu, sekarang deras saat lainnya dia akan berhenti dan bumipun kerontang. Untuk saat ini memang bapak dan emak sedang mendapat banyak cobaan dariNYA, seperti hujan yang terus bersambung “
Burhan dan emaknya hanya dia membisu, sementara kedua adiknya sedang merajut mimpi di tengah malam dipenuhi hujan***

Teh Manis Cinta untuk Tahun 2012


sekar kusuma adji
Sketsa Hidup di Awal Tahun

Barangkali hanya ini, yang aku mampu hidangkan.....
Senampan hidangan makan malam,  dengan menu tergigit
angin malam dari tebing jaman.
Sementara otot tubuhku telah terlipat kerasnya
jalanan hidup, tempat abang becak mengayuh hidup.
Padahal engkau di puncak “Langen Sari”  berteman “Dewi Supraba,
Gagarmayang, Tunjungbiru dan Dewi Lenglengmulat”.

Tapi jangan dulu kau tepiskan sebuah makna
yang telah kau benahi rapi dalam keranjang berbalut
kain sutra,  meski jalan tanah liat menuju untaian pelangi.
Telah basah oleh geimis pagi “berkuku tajam”
Namun masih ada sehelai benang kuning dari “Sang Bagaskara”
yang menusuk celah rumah kita yang tersayat pilu.

Aku dan kau, kasihku....
Dalam Naungan yang Maha Perkasa
Bersemayam di balik tirai tipis,  setipis antara bilik jantung
yang saling bersebrangan, namun sorot mataNYA menyodorkan
berjuta tangan lembut untuk meluruskan tulang-belulang kita.
Bila engkau berhasrat menanam bunga bunga jiwa
Dalam tetumbuhan “Arcapada”,  tempat kau bermandi keluh
Tersayat sembilu galau dan risau.

Halaman rumah kita, biarkan saja menghitung hari
Memburu setiap detik, menyelingkuhi dirimu dalam cibiran bibir
Bukankah kita masih memiliki taman bunga
Di rongga dada, yang kau taburi dengan wewangian
pengantin baru. Kala angin malam kau jadikan pena untuk
mengambar sumpah serapah kita.

Luruskan benang putih hingga ke jendela langit
Sementara tembang parau kau letakan saja di halaman
rumah gubug kita, terpungut jaman lantas kau biarkan saja
terpelanting oleh angin kembara dari “Negeri Prahara”
yang menguncimu hingga tesengal nafasmu.
Aku masih memiliki lengan yang kokoh,
Sekedar mencandamu bersama nyanyi Kenari dan Derkuku
Hingga pagi nampak elok berdandan  gincu bibir.

Janganlah kau genapi wajahmu dengan ornamen awan gelap
Bila sorot lampu jalan menyilaukan kedua mata .

Jangan pula kau cemburu dengan sepatu kaca
Di etalase rumah berarsitektur romawi

Sementara bila kau dan aku terhuyung pada tepi langit
Maka akan aku gunakan seribu sayapku
Agar kau mampu kuterbangkan ke “Jonggring Saloko”.
Tempat yang ramah, hingga kita lepas bebas
dan menggulai hari dengan bumbu yang renyah
Tempat kita juga mampu menanam ubi dan palawija.

(Semarang, 31 Desember 2011- Di Malam Tahun Baru 2012).


Di Beranda Tahun 2012

Dalam dinding hidupku yang “berkanvas” hitam putih,
Saat terselip sepotong noktah warna,
biru tergambar menyongsong tiap aku buru
jarum waktu dan saat kusisir rambut kasihku
dengan seribu cerita mengenai cinta.

Tuhanku, dia bukan “Dewi Ullupi” dari “Lembah Naga”
Tapi dia adalah sebuah alasan......
Sehingga akupun “Sang Permadi” yang bertegur sapa
dengan “Sang Korawya”, hingga dia mengulurkan tangan
akulah yang membelai rambut “Sang Gambiranom”.

Satu titian telah aku kokohkan agar kasihku mampu mengenyam
dan menyelorohkan sebuah ikatan bunga......
Kasihku, kau telah  mengalungkanya,
pada leher dan bahuku yang melegam
namun hadir pula sepenggal sembilu dan mampu menyayat
sebidang asa yang menyebar dalam sawah hidupku,
Namun kita adalah ilalang dari negeri nestapa
Yang berakar kuat dan sekokoh hasrat sebuah hidup

Dalam deru waktu, sang ilalang pun terus menjulang ke
Langit dan mengabarkan pada bidadari, agar memenuhi
sayap-sayap mereka, akan hidangan secawan anggur cinta,
Sehingga “Kahyangan Kaideran” bermandi kembang warna warni
Disini pula aku mendapakan pagi dan serambi beralas
saling pengertian, kau suguhkan seribu makna
yang aku telan dan memenuhi ruang dadaku
akupun menggelepar dalam lakon rindu

Seperti dua remaja yang bertegur sapa dalam pantun
Di pesta panen, dengan kaki telanjang dan kulit ditikam
garangnya sinar mentari, kau ikat rambutmu dengan jerami
dan “baju sari” berornamen “Parang Kusuma”, mengabarkan
ketidakmampuan kita dalam menyongsong hidup
namun kita mampu memejamkan mata,
dalam tidur malam berteman angin malam
meski dengan sepotong ubi rebus
dan sayur kacang panjang, kau sedu teh cinta

selamat pagi kekasihku
aku dan kau dalam bilik tahun 2012......

 (Semarang,  27  Desember, 2011)