Kamis, 05 Agustus 2021

Senja

Bagi Elga tahun baru kali ini, hanya dihiasi sebah senyum sahaja. Tahun baru hanya sesuatu yang lewat begitu saja, seperti hari hari lainnya. Terompet yang bereksotis menggigit lampu lampu jalan hanya di cibir saja. 

Bagi Elga yang penting hanyalah sikapnya yang harus dibenahi demi sebuah interstnya pada studinya. Sebuah kenangan beberapa tahun lalu kini menyentuh jantungnya, tetapi hanya sesaat ditepis hingar bingarnya malam tahun baru. Malam yang begitu berkesan kala Rehas masih disampingnya. 
*** 
Rehas datang ke acara kumpul bareng sokib-sokib gaulnya di rumah Avda pada sore hari sesuai apoinmen mereka lewat Hp. Bukan siapa-siapa yang terselip di hatinya kala dia berambisi untuk gabung di rumah Avda, di awal tahun baru ini, bukan pula secangkirkopi dan sekerat roti yang dia buru. 
 Tapi kata hati, yang terus memberontak menusuk rongga dada, jantung dan urat nadinya. Avda segera menghamburkan diri ke beranda rumah, kala kelebat tubuh Rahas terlihat di pintu gerbang halaman rumahnya. Avda mengulurkan ke dua tangan, sedangkan Rahas hanya memperepat langkahnya sembari melempar senyum. Perjumpaan ini mirip dua orang 

“Knight dari Skandinavia” yang bertahun tidak berjumpa dalam kancah pperangan melawan Romawi. Bagi Rehas selama empat tahun tidak pernah bisa jumpa dengan beberapa sokib kentalnya sejak SMP, memang membuatnya dia ngebet ingin jumpa hari ini, di tengah libur panjangnya. “Rehas, kita jumpa lagi, sehatkan ?” kalimat pertama Avda yang lepas berderai tawa memenuhi beranda rumahnya yang hanya berlantai semen. 

“Avda !, aku nggak sangka kamu mau datang !. Rasanya baru kemarin kita pisah !” Mereka berdua merasakan kehangatan yang renyah, akrab tetapi fresh meski udara di luar terasa dingin akibat gerimis yang mengguyur awal Januari tahun ini. Rehas masih menampakan sebuah duka yang menyerpih di dinding kalbunya meski dia sudah meninggalkan kota lamanya empat tahun silam, sebuah duka tentang pertemuanya dengan Elga dan sebuah perpisahan yang menyakitkan. “Bangkitlah Rehas !, mendung tidak selamanya membawa hujan !” sebuah advis sejuk datang dari Avda. “Apa maksudmu ?” “ Tidak selamnya apa yang kamu duga akan menjadi kenyataan “ “Aku masih belum tahu, cobalah kamu lebih detil saja “ 

“Ah...kamu kan udah mahasiswa tahun ini, masa nggak tahu sih Has !” Avda meneguk bebarapa tegukan kopi hangat, sedangkan tak satupun makanan yang belum masuk ke rongga perut Rehas. Avdapun tahu sebuah kegalauan kini menyelimuti hati sokib dekatnya itu yang datang dari Medan demi apoinmen mereka, atau demi Elga yang rencananya juga mau ngikut bareng ngumpul. “Has, kamu coba dong lebih dewasa sehingga bisa memberikan Elga sebuah alasan tentang empat tahun yang lalu. Dia juga sering nanyain kabar kamu kok ! “ 

“Emang itulah yang akan aku lakukan, moga-moga sore ini aku mampu menjadi The Braveman untuk sebuah penjelasan “. Sendu di wajah Rehas sudah mulai tertepiskan. “Mengapa tidak kau lakukan di awal awal saja ?” “Itupun aku menyesal, yah kita saat itukan masih remaja yang belum dewasa. Perpisahaku dengan Elga hanya menimbulkan emosi di hatiku. Aku benci bila melihat Elga. Namun kebencian itu lama-lama meluruh, meninggalkan kesan pada Elga dari sisi lain “ . 
Rehas kini mulai membasahi tenggorokanya dengan softdrink yang ada di depanya. “Sisi yang mana ?” “Ternyata dia lebih dewasa lagi sekarang, apalagi setelah lulus SMA. Aku bisa menebaknya, dia jauh lebih dewasa dari umurnya. Betulkan kan , Avda ?” “Betul Has !,sayang kita berpisah lama. Seandainya kamu masih gabung bareng denganku. Tentunya akan aku ceritakan semua tentang Elga “ 

“Kamu dekat dengan, Elga ?” Rehat mulai mencoba menelisik tentang Elga. “Kebetulan dia kuliah bareng aku, Sehingga dia hampir tiap hari ketemu aku “ “Mengapa kamu nggak crita sama aku ?” “Orang kamu aja baru sms met tahun baru kemarin, gimana aku tahu posisi dan no hap kamu “ “Banyak yang pdkt sama dia, Avda ?” “Dia menjadi bunga kampus, apalagi dengan sikapnya yang dewasa. Dia juga dinilai banyak teman-teman sebagai wanita flamboyan. Aku sarankan kamu pdkt lagi dengan kiat yang santun, halus selembut sutra !”. Rehas hanya diam membisu. 
*** 
Avda, meski bukan anak seorang gedongan, tapi memiliki karakter yang santun, halus, peduli dan ringan tangan menolong siapapun. Oleh karena itu banyak sekali sokib-sokibnya yang seneng berada di dekatnya, meski belum satupun cewek mahasiswi yang mampu menjadi penambat hatinya. Karena bagi Avda “cinta” bukan selembar hasrat yang harus ditautkan dalam wujud pacaran. Avda hanya mengenal cinta dalam wujud memberikan kebaikan dengan lainnya. Maka bila dia mengantar pulang Elga, Shanty, Elvi dan seabreg cewek lainnya, dengan sepeda motor bututnya, itulah cinta menurutnya. Maka kala dia memberikan selorohnya untuk mengumpulkan semua sokibnya di rumahnya yang sederhana,semua sokibnyapun menyambutnya. 

Mereka kin tidak membuhkan temu bareng di hotel berbintang, atau di pub, restoran dan lain sebagainya. Tetapi meski hanya rumah sederhana di batas kota mereka semua dengan ringan menyetujui kumpul bareng itu. Rehas belum mampu melepas semua candanya pada semua teman-teman Avda yang sudah mulai gabung dengan duduk di atas tikar, sambil memusari hidangan pecel lele dan nasi hangat serta sambal yang pedas. Tidak ketinggalah daun kemangi dan irisan mentimun juga ikut menambah menu tahun baru yang sederhana. “Avda !, kita bikin heboh aja kumpul bareng ini !” pinta Kayla. “OK !, aku yang bawa gitar, siapa yang mau nyanyi !. Kayla please ?” “Aku nggak bisa nyanyi, aku bacakan puisi saja ya !, kebetulan aku bawa dari rumah,setuju !” “Setujuuuuuu....!!!!!” 

Semua kebisuan tadi kini menjadi cair, saat Kayla membacakan puisi karya dia sendiri : Puisi Tentang Tahun Baru Bukankah aku telah simak dengan seluruh nadi darahku agar tetap mengalirkan semua yang kau pinta lantaran telah hilang lakon hidup episoda demi episoda kini haripun bertabuh genderang tahun baru biarlah aku hadirkan lagi bahasa tubuhku yang lama terbang merengkuh awan biarkan pula langit memberikan senyumnya asalkan kita sewarna merah, biru dan jingganya tahun baru. Saat ini tak mau aku menanti datangnya mentari Lantaran telah aku basuh wajah dengan senyum bidadariku Yang telah memberikan aku secawa air pelepas dahaga Biarlah semua tergambar jelas Akan aku dapatkan lagi 

 Biru langit bertepi ormanen warna jingga Sementara engkaupun masih menawarkan lagi Sebilah hatimu yang telah meranum bahagia Kayla, 4 Januari 2020. Rehas dan Elga tak sengaja saling bertatap mata, Rehas mengawali dengan seberkas senyum gantengnya. Elgapun mambalasnya dengan sebuah bisik hati , “Rehas bila biru rindumu memberkas katakan saja, akan aku terima dengan kedua tanganku 

“ Rumah Avda yang berdinding setengah papan itu menjadi saksi pertemuan mereka berdua. Sebuah senjapun kini menyodorkan sebuah bingkai asmara untuk mereka berdua. “Selamat Elga !, sukses selalu untuk kamu, kamu sekarang berhasil kuliah di negeri !” “Makasih Has !, kok tahu ada pesta kecil-kecilan di sini?. Aku dengar kamu sekarang di Medan !”

 “He..eh, setelah naik kelas XI papi dipindah ke Medan “ “Sekarang kamu kuliah di mana ?” “Yah...beginilah aku, nggak bisa kuliah di PTN. Betul advismu dulu Elga !” “Advis yang mana ?” “Meski kita mau bagaimana, studi juga perlu di perhatiin untuk masa depan kita. Advismu yang seperti itu masih aku ingat betul “ “Tapi roda waktu masih berputar, kita belum tahu segalanya. Jangan putus asa dulu, Has !” “Makasih !, kamu masih seperti dulu, Elga!. Aku dengar dari Avda kamu sekarang menjadi bunga kampus “ “Makasih juga Has

 “ Elga seterusnya hanya diam membisu, namun masih memberikan pesona bagi Rehas yang sedang dgrogoti rindu yang berat. “Elga, gimana pendapatmu ?” “Tentang apa !” “Tahun 2020 ini aku mau kuliah di Semarang saja, papiku pun setuju. Daripada di Medan aku hanya main saja 
“ Tidak ada satu patah katapun yang diuntai Elga, hanya sebuah pandang mata yang sendu dan menggeleparkan jantung hati Rehas*** Diposting oleh Unknown di 15.35 1 komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Cerpen Remaja Smilling So Good 
 “Jangan sekali- kali kamu semua mencoba mendapatkan bunga kampus kita, yang suka ngomong seenaknya dan konyol itu “ umpat Sam yang menyelipkan tubuhnya ke tengah sokib sokibnya yang sedang rehat di halaman sekolah di tengah pagi yang cerah. Meski saat itu musim hujan sedang menerpa kota mereka. “Maksud kamu bunga sekolah yang mana Sam?, yang cuakep kaya Kate Midlleton tapi nggak pernah senyum kaya Mak Lampir itu ?” 

Richard tanpa selembar tiraipun menutupi ucapanya, sehingga sebuah tawa dari merekapun berderai di pagi itu. Pohon Akasia yang berjejer memayungi halaman sekolah serasa hampir roboh dihempas derai tawa cowok-cowok kelas IPS, yang lagi betah nyanggong menunggu bel masuk “Sayang ya friend !, Kartika sih sebenarnya cuakep, namun galaknya minta ampun !” sela Rush. “Lagian dia egois!, man ! “ Hendra mulai interest dengan seloroh mereka. “Dari mana kamu tahu Kartika egois, emangnya kamu pernah dekat sama dia Dra ?” desak Steven. “Sok tahu kamu Dra !” bantah Sam yang tidak percaya dengan ucapan Hendra. “Coba dulu !, kita dengarkan Si Ganteng Pemburu Cinta ini ngomong dulu, dia ngatain Kartika egois !, mesti dia punya alasan, ayo dong Dra !, terusin omongan kamu “ desak Steven yang kini duduk di samping Hendra, 

“Ah, bisa aja kamu Stev !, aku cuma ngomong asal-asalan friend !” Hendra merasa tersudut kini, karena serangan temen temen yang membrondongnya. “He, man !, ayo dong yang konsisten, mengapa you ngomong Kartika egois ?. Menurut aku sih dia angkuh, susah diajak kompromi dan susah dideketin. Betul nggak Sam?, lihat saja Sam yang ngap-ngapan deketin Kartika. Sampai sekarang belum berhasil, percuma kamu Sam punya sokib seperti kita kita ini ! “ “Jangankan Sam, yang kaya anak kampungan. Aku sendiri yang bisa dekat denganya belum bisa mendapatkan dia”. Hendra melemparkan selorohnya yang membuat mereka semua terperangah. Pandangan mata mereka kini semua terarah ke Hendra. Untuk beberapa saat derai tawa mereka kini terhenti dan semua membisu. “Temen temen!, Kartika sering minta tolong aku untuk ngajarin matematika, aku sering ke rumahnya. Akupun mau- mau saja. Tapi giliran aku butuh teman untuk enjoy dan refresh eh dia nggak mau “. 2 “Hahaha..sekarang Si Ganteng Pemburu Cinta kena batunya, tahu rasa kamu !” ejekan Steven menderaikan tawa mereka semua. “Kamu GR duluan sih Dra ?” jawab Richard. 

 “Kakek pikun !, bukan seperti itu cara ndekati Kartika !” Sam masih saja belum bisa menepiskan derai tawanya. “Makanya lain kali jangan terburu-buru !” “Eh, udik !, perlu kiat khusus untuk mendapatkan kembang kampus yang flamboyant tapi angkuh itu, belajar dulu sama kita kita ini !”. Ucapan Richard tadi semakin membawa halaman sekolah itu bertambah semarak di pagi yang mulai dihampiri kuning sinar mentari. “Eh, sok pinter kamu Richard !, buktinya mana ! Kamu belum bisa mendapatkan Kartika, kan ?” “Asal kamu tahu, aja Dra !, Veny segalanya lebih baik dari Nenek Sihir itu !” “Udahlah !, jangan berantem. Kita kitakan masih anak ingusan.

 Masalah pacar yang idamkan, nanti aja kalau kita sudah mahasiswa.Kita kan belum apa –apa !!” .Pinta Rush pada kedua cowok gaul itu yang sudah meradang nadi darahnya. Teeet…teet…teet. Bel sekolah mengisaratkan mereka untuk segera masuk ke kelas mereka masing masing. Sementara anak anak IPS tadi segera berhamburan meninggalkan halaman depan sekolah mereka. Pohon palem botol dan Akasia kali inipun bisa bernafas lega, kemudian diam membujur diterpa sinar mentari. 
*** 
Perlahan lahan sinar mentari mulai tertutup mendung tebal, tak berapa lama gerimis membasahi Bulan Desember ini. Mereka yang selesai mengikuti tes semester kini memburu waktu agar tidak terjebak hujan. Kecuali Kartika yang sendirian sengaja menunggu Hendra di pintu depan sekolah Kedua sorot mata mereka berdua bertatapan, sebuah senyum dari Hendrapun dilemparkan ke arah Kartika, yang dibalas dengan senyum tipis dan sebuah permintaan Kartika pada Hendra, untk mampir di kantin sekolah. “Apa maksudmu sih Dra ?” “Tentang apa ?” “Ya tentang aku “ “Maksudmu ?” 3 “Jangan berlagak bego!, aku tahu semua pembicaraan teman temanmu tadi pagi di halaman sekolah !“

 “Dengar dari siapa ?” Tanya Hendra. “Nggak dengar dari siapa-siapa !” “Terus bagaimana kamu tahu ?” “Ya, karena aku duduk di depan kantin sini dan dengar semua ocehan sokibmu “ “Mereka semua Cuma pengin dekat denganmu,Tika ?” Hendra mencoba mencairkan bara api yang ada di dalam jantung cewek yang telah menautkan benang sutra di hatinya. Cewek yang menjadi kembang kampus di sekolahnya ini, kini telah hadir dalam beranda hatinya. 

 Meski Hendra telah mengenal dekat dengan Kartika, namun dia masih bimbang bagaimana mengokokan batas antara sebuah persahabatan dengan sesuatu yang sulit diwujudkan baginya. “Kalau pengin deket aku,ya deket aja !. Kenapa harus pakai selorohan kasar, si Nenek Sihir !, Mak Lampir ! dan apa lagi !. Hendra !, mereka semua bukan sekedar mau deket dengan aku!, tapi coba kamu pikir!. Seperti Rush, Richard, Sam, Steven itu masih seperti anak kecil, sudah berapa surat yang mereka kirim untuk aku, belum lagi rayuan ingusan lewat hp. Mereka semua belum tahu arti persahabatan, mereka semua hanya mengerti cinta-cinta ingusan !” “Tapi mungkin lebih baik lagi, bila kamu selalu memberi senyum pada mereka bila ketemu mereka. Tika !, kalau kamu tidak memberi mereka sebuah harapan, apa harus saling membisu bila berpapaan mereka “pinta Hendra. “Aku memang the ice girl, namun awalnya aku juga so smilling dengan mereka,namun mereka menartikan lain” “ Aku juga heran, mengapa mereka menilai kamu seperti itu ?”

 “Hendra !, aku juga ingin supaya kamu jangan salah paham. Aku hanya berhasrat merangkai sebuah persahabatan. Aku tidak gampang memberikan harapan pada semua orang. Bila aku mengajakmu belajar bersama, apa ini sesuatu yang lain untuk kita. Maafkan aku ya Dra !, kamu nggak tersinggung,kan ?”Hendra menggelengkan kepalanya, sebuah sorot mata ang lebay terus saja menghiasi wajahnya. Kartikapun tahu bahwa memang cowok ini telah menyimpan sesuatu yang begitu halus dan lembut. Selembut embun pagi. 

Namun Kartikapun tahu bahwa perhatian cowok genius ini pada dirinya sungguh lembut. Hendra selalu mengerti perasaan dirinya, apa yang menjadi batas sebuah persahabatan antar mereka telah Hendra jaga dengan kokoh, sekokoh pribadinya 4 yang tangguh. Namun hanya sebatas itulah yang mampu Kartika berikan pada cowok ini. Entah sang waktu sajalah yang bakal menorehkan prosa antara mereka. “Dra !” “Ya, Tika !”. “Kamu nggak marah kan ?” “Nggak !” “Aku mau minta tolong lagi, mau Dra ?” “Katakan saja !” “Kita bahas soal soal matematika tadi di rumahku , maukan ?” “Asal kamu selalu memberiku senyuman yang terindah, maukan ?” “OK, So Smille So Good !!!!” ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar