Kamis, 05 Agustus 2021

Senyum

Harum mewangi bagaikan mawar merah yang tumbuh di pekarangan rumah, berkelopak hijau dengan keanggunanya bila ditiup angin pagi.
 Seberapa banyak kumbang yang berkaki tajam dan mata jalang, leher beruntai bulu warna warni dan sayapnya yang menebarkan rayuan gaul, mirip eksotisnya Smash kala di panggung hiburan. Namun kembang mawar, tetaplah melekat kokoh di kelopaknya.Bermandi derai kuning sinar mentari, menambah segar dan ayu wajahnya. Inilah Restu,
 “The Ice Girl” demikian teman gaulnya memberinya nama keren.

 “Emangnya berapa lama lagi kamu tetap berwajah dingin, kaya Nada yang ketemu Mas Najib aja di Rock and Roll itu”, habis istirahat pertama teman teman gaulnya berani request sebuah pertanyaan, pada “The Ice Girl “ yang bersahaja itu. “Aku harus bagaimana, orang dari kecil emang karakterku kaya gini” tanpa membanting sorot mata pada Irena yang nanya, Ice hanya angkuh saja memberi jawaban. 

“Kamu memang udik !, Ice !! apa kamu nggak ngerti. Tuh Rush pelajar ca’em dan teladan lagi nguber kamu. Kamu kok malah gacir” “Aku harus bagaimana to Ir, aku ya aku. Yang penting aku nggak nyakiti dia. Ya, siapa saja memang bisa berteman dengan aku” “Ah, kamu sok nggak tahu aja, Ice!. Lain lho kalau kamu perhatikan betapa sayangnya Rush pada kamu. Minggu kemarin kamu dikasih kunci-kunci soal Try Out kan ?. Coba kamu pikir, nggak sembarangan Rush ngasih seperi itu sama orang lain” “Kan sudah aku sampaikan terimakasih aku pada dia”

 “Kalau aku jadi kamu, Ice ?. Bawa dia jalan jalan ke mana aja, ke Mall apa mejeng ke mana. He Ice, dia cowok ganteng berduit lho !. Banyak temen kita yang naksir dia, contohnya…...!!!” “Kamu juga kan Irene ?” potong Ice Girls pada Irene, yang belum sempat merampungkan sepotong kalimatnya. “Jadi kamu nggak naksir dia, Ice ?” “Aku, biasa aja. Kemarin di ngajak aku lihat Karnaval Smart, tapi aku malas Ir !. Aku harus Bantu ibuku di warung. Lagian siapa yang mbantu adik adiku ?”jawab Ice dengan wajah yang sahaja , bagaikan “Sang Cleopatra” yang duduk di singasananya. “Lantas, kemana bapak kamu ?, eh maaf ini privasi ya Ice?” 

“Oh..nggak apa apa, bapaku kan jadi TKI di Yaman dan entah sudah 6 bulan ini dia nggak ngasih kabar apalagi kirim wesel. Jadi ibu kalang kabut nyari duit dan aku harus mbantuin. Itulah Irene !, aku belum berani seperti kamu, aku kasihan sama ibuku” “Ya..udahlah Ice, kamu bersabar aja, dan tetap optimis. Sorry yak klo aku sok tahu privasimu. Tapi betul lho Ice , banyak cowok yang naksir kamu. Baik baik aja sama mereka ya Ice !” pinta Irena. “Ya, saat ini aku memang lagi nggak doyan senyum Ir, jangankan sekarang aku lagi bingung, dulu dulu aja aku nggak suka senyum, memang karakterku kaya gini”. Tatapan mata Ice Girls alias restu begitu polosnya, sehingga Irene pun tahu kalau cewek bidadari yang kadang kelihatan kampungan itu memang bicara apa adanya. 

Pertanda emang Restu belum mau menerima kehadiran siapapun. Tapi apa bener ya!, demikian bisik hati Irene. Mengapa kadang kadang Ice Girls suka ngobrol dengan Gagah, dimanapun saat sekolah sedang nggak ada pelajaran, apa cowok yang udik itu telah berhasil merobohkan hati Ice Girls, yang isi hatinya hanya dipenuhi gleiser atau gunung es yang bukan main dinginnya. Atau memang piawainya gagah, atau memang apa?. Irene yang sok usil itu tak henti hentinya penasaran terhadap gadis ayu itu. Yang jelas Irene menjadi takut dan cemburu, bila Rush sukses membawa gunung es itu terbang ke langit dengan sayap sayap Rush, yang penuh pesona.Ah, tapi mana mungkin Rush yang bokapnya eksportir itu mau dengan Ice Girls, yang keluarganya aja membuat cewek itu menjadi cuek dan tanpa glamour. Ah beruntungnya kamu Restu, yang punya wajah kaya Lady Dy, dan badan lho yang semampai dibungkus kulit yang putih bersih. 
***
 “Irene !”, “
Apa’an Ice “ “Bel masuk, kamu nglamun ya ?” Tanya Ice “Ah..he..nggak kok, Cuma hari ini aku agak sluntruk” seru Irene dengan nada gagap, seakan melihat hantu di kantin sekolah. “Kamu, kan yang naksir Rush ?terbuka aja sama aku Ir, aku nggak pantes deh enjoy sama cowok gedongan macam Rush. Kamu nggak usah takut , aku nggak marah kok ?” kata kata Ice begitu lembutnya, lantaran dia tidak ingin cewek dekatnya yang anak gaul dan super kaya itu jad sakit hati, lantaran dia menggapai cinta Rush. “Jujur saja Ice, kamu nggak naksir sama Rush, kan ?” Tanya Irene sembari berjalan menuju kelas mereka. “Aduh Irene, kita kan berteman sejak SMP, kapan kamu tahu aku bo’ong. Apalagi kalau masalah do’i. Aku seneng lho Ir, klo kamu juga enjoy sama Rush!” “Bantu aku ya Ir, aku ngebet sama.Rush. Eh…dia malah ngebet sama kamu, aku tidak ingin Rush jatuh ke tangan cewek lainnya “ 

“Nggak usah la yao, nanti kamu cemburu “ Ice segera menyiapkan buku Bahasa Ingrisnya. Karena Pak Johan yang kaya Arjuna itu sudah berdiri di depan mereka. “Ice, kamu mau jadi pacarnya Pak Johan, ganteng lho Ice !” “Ngaco kamu ?” “Tapi Ice, kalau aku perhatikan Pak Johan juga ganteng Ice !. Banyak lho temen temen yang naksir dia, tapi semuanya takut dekat sama “guru yang kaya Roy Marten itu”. 

Tapi kayanya dia naksir kamu juga Ice ?. Pernah main ke rumahmu, Ice ?’ Mulut Irene yang bawel itu masih saja meluncurkan oongan yang ceplas ceplos, meski Pak Johan sudah mulai mengajar mereka. Sementara itu bidadari bidadari kelas XII, belum siap banget memasang telinga mereka untuk belajar Bahasa Inggris. Bahkan sebagian dari mereka malah asyik ngrumpi membincangkan penampilan Sang Roy Marten yang mengenakan kemeja bergaris merah biru dengan lengan panjang. Tapi masih saja guru ganteng itu memasang wajah yang angker, meski kadang kadang melempar pendangan ke arah Ice Girl. 

Wajah Guru Arjuna itu menjadi merah padam kala anak anak bengal itu masih saja ribut. Sementara itu Irene segera melayang terbang ke angan, bertemu dengan Rush yang membawakan lagu lagu cinta, seperti Sharu Khan yang sedang merayu cewek pujaannya itu. Sebentar sebentar dia jatuh di pelukan Rush dan sebentar sebentar pula bibir yang membarakan De’Amour itu saling bertemu. Ice tetap saja belum mampu bersikap setegar karang di lautan, bapaknya yang berkorban segalanya untuk ibu, dia dan adik adiknya belum terdengar kabarnya. Apalagi bila dia ingat nasib yang banting tulang menjual nasi pecel di depan rumah, serta manja adik adiknya yang merindukan kepulangan bapaknya. 

Ah, mengapa aku tidak seperti Irene. Angela, Ririn dan cewek lainnya yang begitu happy. Ah mana mungkin aku bisa menghias senyuman pada mereka, cowok yang memburuku. Meski aku tahu, Rush, Gagah, Pak Johan dan lainnya berusaha mendekatiku, tapi aku sendiri tidak tahu di mana aku simpan sebongkah hati ini. Sayup sayup dan semakin keras, mereka berdua mendengar nama mereka dipanggil Pak Johan, sehingga mereka kembali lagi ke kelas mereka setelah mereka berkelana dari sudut ke sudut lamunan mereka. 

“Sekarang saja kau Irene dan Restu !. Cepat keluar. Kamu berdua menghadap BP. Pak Guru tidak mau mengajar kalian yang kerjaanya hanya melamun. Curhatlah kamu pada BP sepuas puas kamu. Kelas bukan tempat untuk melamun, cepat kamu berdua ke luar kelas “ “Maaf Pak !, tapi apa salah kami berdua ?’ Irene yang punya karakter suka konyol menjadi uring-uringan, megapa dia berdua diusir dari kelas, padahal dari awal mereka berdua tidak membuat gaduh. “Pokoknya bapak minta kamu berdua menghadap BP, disana nanti akan dijelaskan salah kamu itu apa “ Meski hati Irena masih menyimpan rasa dongkol, kini dia dan Ice ngeloyor ke ruang BP untuk ketemu Bu Shanti yang dikenal siswa sebagai guru BP yang bijak dan lembut. 

Pada guru yang cantik dn anggun inilah dia sering curhat, dan dari Bu Shanti inilah Ice Girls tahu bahwa Pak Johan sangat menaruh hati denganya, bila Ice lulus dari SMA kelak Pak Johan betul betul berniat untuk menikahi gadis Gunung Es ini. Ice hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman yang tipis, yang sulit untuk diartikan oleh Bu Shanti. Bu Sahntipun tahu senyuman inilah yang menjadi cirri khusus Ice Girls, tapi terbukti banyak merobohkan hati pria. 
*** 
“Siang Bu Shanti !, aku disuruh Pak Johan menghadap Ibu, padahal kami belum tahu apa salah kami “ “Begini, ya Irene, kalian berdua sudah dikenal semua guru, kalau di kelas suka ngelamun, kadang ngomog sendiri, kadang tidur. Dan tadi Pak Johanpun lapor dengan Bu Shanti. Kalau kalian suka ngaco di kelas, tahu salah kalian ?” 

“Tapi kalau ngelamun, apa nggak boleh Bu ?” Tanya Irena dengan pipi masih kemerahan lantaran masih menyimpan seribu kedongkolan. “Siapa yang melarang ?. Melamun, adalah hak kamu ?. Tapi kami semua khawatir, mengapa kamu semua melamun. Lebih baik masalah yang ada disharingkan dengan guru, jadi kami bisa memberikan way out-nya. Cobalah Irene, sharing denga Bu Shanti,ada masalah apa ?”. Bu Shanti dengan lembutnya membimbing Irene, cewek kaya yang kolokan itu, yang mudah uring uringan dan sering membuat marah guru guru. 

“Ah, nggak kok Bu, Cuma masalah anak anak saja kok Bu !” “Bener ?”
 “Bener, Bu ?” 
“Baiklah, kamu bisa ke kelas sekarang. Hanya Restu bisa tinggal sebentar?’ Restu atau “The Ice Girl” hanya mengangguk kecil, dan kini Bu Shanti sudah duduk disebelah Ice dengan sorot mata dan senyuman yang lembut. “Restu ?, kalau Irene hanya masalah anak anak remaja saja. Tapi kalau masalah kamu, memang banyak menarik perhatian guru guru. Kamu dikenal oleh guru sebagai siswa yang baik dan santun, semua masalah yang kamu alami, bukan salah siapa siapa, tapi keadaan memang harus seperti itu. 

Belajar keras agar kamu lulus dulu, setidak tidaknya kamu sudah sedikit mengatasi masalahmu “ “Baik, Bu ?” “Tentang masalah keluargamu, jangan kamu berpikir terlalu serius !” “Maaf, Bu !, tapi aku nggak bisa Bu !. Bapak entah nasibnya bagaimana, Ibu terlalu keras membanting tulang. Sedangkan adik adiku sering menanyakan bapak. Kalu dulu bapak bisa kontak lewat Hp dengan Burhan dan Ikhsan yang masih kecil. Tapi sekarang, ah entah, Bu ?” “Restu ?, masalah bapak kamu Ibu yakin, nanti juga akan ngirim kabar. Kamu kan tahu keadaan di Yaman sedang kacau, mungkin karena hanya gangguan komunikasi saja. 

Sedangkan masalah lainnya, adalah masalah yang biasa terjadi dalam kehidupan ini, Selama manusia masih berniat untuk memperbaiki nasibya, Tuhanpun akan memberikan jalan.” 
“Terimakasih, nasehatnya Bu ?” “Restu !, seperti yang Ibu katakana dulu. Pak Johan mengerti semua dengan keadaanmu, dan diapun tidak main main dengan niatnya. 
Dia sudah cerita sama Ibu, diapun berniat menyekolahkan kamu sampai perguruan tinggi. Bu Shanti perhatikan, kamu jauh lebih dewasa dengan gadia lain yang seusiamu, mungkin karena kamu sudah terbiasa dengan masalah dalam kehidupan ini. Maka cobalah kau mengerti, kalau kamu belum siap dengan ini semua, setidak tidaknya kamupun bisa mempertimbangkan masalah ini. Jelas sampai kanapanpun Pak Johan akan menunggumu, hingga kamu siap, Restu !, jangan sakit hati ya !” 

“Ah, nggak Bu, Restu belum bisa menjawab Bu, entahlah…?” “Sekarang kembalilah ke kelas !” The Ice Girls belum mengerti betul, bagaimana dia harus bersikap dalam menghadapi ini semua. Dari balik awan, dia tahu, wajah Pak Johan mengintip dengan kumis tipis melintang, sekali sekali diapun menatap wajah itu di balik cakrawala dan wajah itupun tersenyum manis. Diapun tidak tahu mengapa dia kini menyambut senyuman itu. Apakah Gunung Es di hatinya telah mulai mencair, diapun tidak tahu. ***

TIRAI


Seperti meniti tali yang terbentang dan dipenuhi duri tajam yang tak berujung dan harus dilalui. Sedangkan tautan kedua ujung tali itu. tak begitu kokoh bertambat dengan puncak tebing yang menghimpit tubuh Rakian dengan kokohnya. 

Namun Rakian harus terus menitinya. Entah sudah berapa kali Rakian melewatinya, entah ujung yang mana yang sudah dijamahnya. Sementara di sebelah kanan kiri tali itu, jurang menganga siap menyantap tubuhnya. 

Gentarpun harus disimpanya kuat kuat dalam lubuk hatinya. Apalagi rasa pasrah dan tertunduk lesu, dia buang jauh jauh hingga tak tampak lagi lakon hidup yang menyesakan dada. Sesekali lakon hidup yang dilalui terasa sangat menusuk jantungnya, sesekali pula timbul dalam hatinya, perasaan pantang surut ke belakang demi Ardian dan Elly dua bocah laki laki dan perempuan, sebagai buah hati perkawinan dengan Russ Kania selama beberapa tahun. 

Perkawinan yang sangat menjadi dambaan Rakian, sejak dia dan Russ benar benar bertaut dalam pelukan mesra. Hingga lahirlah Ardian 4 tahun sesudah dia mulai mengarungi bahtera sebagai suami dan Elly 8 tahun kemudian. Tak ada sisi gelap satupun dalam hidup yang berkelambu kemesraan dan kesetiaan yang pernah menusuk dalam dalam jantungnya di masa lalu. 

 Masa masa indah mengawali kehidupan mereka, meski dia hanya tenaga cleaning servis di perusahaan konsultan konstruksi dan interior design yang cukup beken di kotanya. Saat itu bagi Rakian, adalah yang hanya mampu diperbuat olehnya, yang hanya berijazah SMA. Peluh dan sesekali kesah menjadi bagian kesehariannya dalam hidup yang dimiliki, sedangkan bergulirnya jarum detik terus memburunya, semakin lama detik itu menggigitnya dan semakin pula dia merasa tersudut. Meskipun dengan jerih payahnya dia mampu membelikan Russ rumah mungil di sudut kota, yang masih sepi dari taburan eksotis kota yang begitu liarnya.
 
Russ istrinya yang bergaya selebritis muda, hanya menampakan wajah wajah gelapnya selama menempati rumah mungil, berdinding batako dan beratap asbes. Bergaul dengan tetangga tetangga yang dipandang Russ hanya sebagai masyarakat kelas bawahan, yang norak dan tak berkelas. Sedangkan Russ selalu bergincu bibir mirip artis sinetron muda yang kontraknya mencapai milyaran rupiah. Di bawah asbes yang sudah mulai rapuh dan berdebu inilah Russ selalu menuntut Rakian demi sebuah hidup bergaya selebritis. Rakian hanya tertunduk lesu bila seharian Russ memberondongkan umpatan, tentang ketidakmampuan Rakian dalam menuruti kemauan sang selebritis tinggi hati itu. Kedua anaknyapun seharian itu pula menempel dan menggayutkan pada tubuhnya. Sama sekali rasa kasih sayang pada kedua putranya tidak luntur sedikitpun, meski dia sering tersudut oleh impian dan khayalan istrinya. Dengan raut muka polos dan bening mata yang indah kedua anak anaknya tidak menghiraukan apa yang keluar dari mulut Russ ibunya, 

Rakianpun sama seperti kedua anaknya yang sama sekali tidak menghiraukan serentetan tuntutan selebritis yang bagaikan sedang tidak punya order kontrakan lagi. Meski sorot mata pria ganteng itu tidak mampu menyembunyikan perasaan yang bercampur, pilu, marah, sedih dan bingung. Apalagi bila Russ melihat tetangga yang memusari dia terus saja merehab rumah mereka, dengan gaya rumah mpdern bergaya romawi, berdinding batu alam dan berlantai keramik. 

Diapun bagaikan macan lapar yang siap melahap tubuh Rakian yang tinggi. Entah iblis mana yang merasuk dalam aliran darah Russ Kania, sehingga dia menjadi nanar matanya, tak sehalus dan selembut saat awal awal pernikahan mereka. Russ saat itu tidak memperdulikan dia tinggal di rumah apapun, derita yang paling menunjamkan hatinya, diapun lega menerimanya. Tetapi kini jauh berbeda. Kelambu pengantinya yang dulu dia sulam dari benang sutra, yang lembut dan halus, kini telah meluruh menjadi kelambu penuh kepengapan. _______________ 

 “Hanya kita saja, yang belum merehab rumah ini, Mas. Sedangkan tetangga kita sudah berganti tembok , berdinding genteng, pakai keramik lagi lantainya. Sedangkan kita membeli tv plat saja model sekarang tidak mampu” pagi-pagi sekali di Hari Minggu Russ sudah memprovokasi suaminya, yang dulu dianggapnya Sang Arjuna, yang mampu merobohkan jantung hatinya. Sementara Rakian seperti biasanya tidak memperdulikan ocehan wanita yang sangat dicintainya, yang memberinya dia putra dan putri, yang ganteng dan ayu mirip ibunya. 

 Rakian hanya sibuk memandikan kedua putranya dengan seloroh yang lembut, penuh belaian kasih sayang, berlainan dengan ibunya yang melipat wajahnya bagaikan nenek lampir dari Gunung Merapi, meski sama sekali tidak terdapat guratan ketuaan di kulit wajahnya yang putih mulus. Namun betapa penasaran hati Rakian pagi itu, karena tidak seperti biasanya Russ berdandan sangat modis, dengan make up yang belum pernah dia belikan. Memakai stelan underok yang minim dengan kaos yang ketat. 

Sementara rambutnya dibiarkan terurai hingga pundaknya. Entah dari mana Russ mendapatkan sepatu yang berhak agak tinggi, dengan warna kulit kemerahan. Kedua anaknyapun menyampaikan protes kepada Rakian bahkan sempat memberontak menuntut untuk ikut ibunya, yang tak tahu entah kemana tujuan perginya. Namun protes itupun menjadi surut kebelakang, setelah kedua mata ibunya yang bundar memberikan sorot mata garang dan menghardiknya, supaya tidak usah ikut denganya. “Mereka berdua kecewa tidak kamu ajak pergi, Russ ? ”. 

Rakian mencoba membujuk Russ agar di Minggu pagi ini, Russ mengajak mereka untuk jalan jalan. “Mengapa kau memintaku seperti itu ?” jawab Russ. “Kamu kan ibunya, mereka butuh kamu, Russ ?” “Mas Rakian, aku ada janji dengan temanku “ “Kemana ? “ seribu rasa penasaran kini bersemayam di hati Rakian “Apa perlumu ?” Russ mejawab dengan sebuah bentakan yang melengking. “Aku kan suamimu, Russ ? 

“ Ruang tamu yang sederhana beralas semen yang sudah banyak mengelupas kini lengang dan membisu. Rakian hanya tertunduk wajahnya dengan kedua bahunya yang masih digayuti kedua putranya. Seakan akan Rakian tidak mampu barang sedikitpun untuk menghalangi kemauan istrinya. Russpun segera berlalu tanpa say goodbye, kedua sorot mata anaknya terus mengikuti tubuh ibunya, yang tak lama menghilang di pertigaan ujung gang mereka yang kumuh. Rakianpun tahu apa yang akan dilakukan istrinya itu, tapi tak pernah mencoba untuk menahanya. Sebab bagaimanapun juga itu adalah hak istrinya untuk menentukan sikap, sebagai rasa kecewa pada dirinya yang sudah bertahun tahun menghinggapi kalbunya. Rakian kini dipersimpangan jalan, dilain sisi dia rela Russ menggapai kebahagiaan yang dia butuhkan untuk lifestyle yang dikejarnya. 

Tetapi di lain pihak kedua putranya membutuhkan belaian seorang ibu. Tapi bagaimanapun juga sebuah langkahpun harus dia beranikan, justru demi kebahagian kedua sisi yang melingkunginya. Russ sudah meluruhkan kasih sayangnya pada kedua belahan jiwanya, demi hanya kehidupan glamour yang dibidiknya, tanpa memperdulikan resiko apapun. Apabila Ardian dan Elly terus menemani kehidupan ibunya, maka mereka berduapun terus menjadi sasaran kemarahan ibunya. Namun getaran hati yang menggelora di beranda jantung Rakian, terus saja datang pergi silih berganti, antara Russ dan kedua bocah mungilnya. 

Sementara malam telah merambat semakin larut, deru mesin kendaraan di gang depan rumahnya kini tidak terdengar lagi. Sesekali terdengar suara dentingan pinggan si abang bakso yang memecahkan kesunyian malam. Larutnya malam ini adalah saat yang paling memilukan, apalagi sering terdengar rintihan Elly memanggil ibunya demi segelas air susu hangat. Sementara Russ entah kemana menyelinap di tengah remang malam, atau mungkin dipelukan laki laki jalang demi selembar uang. Tapi yang jelas Rakianpun harus rebah keperaduan di samping kedua anaknya, yang telah merenda mimpi. __________ 

 “Sudah kau pikir dalam dalam Russ, untuk meninggalkanku ?. Cobalah bersabar demi Ardian dan Elly “ pinta Rakian, yang sudah mulai lapang hatinya menerima keputusan yang diambil Russ, suatu keputusan yang diyakini sebelumnya bakal diminta Russ. Kegetiran hatinya telah mulai tertepiskan lantaran sedikit demi sedikit hatinya menjadi tabah saat menerima kenyataan ini. Rakian telah cukup lama merasakan betapa beratnya menerima makian kasar, tuntutan dan seribu sikap Russ yang menikam ulu hatinya. 

 “Aku mengambil langkah ini justru demi mereka berdua yang masih butuh biaya. Sudahlah Mas Rakian, suatu saat akupun akan di tengah mereka kembali “. Inikah Russ Kania ?, wanita yang dulu justru mengejarnya untuk mendapatkan bilah cintanya, yang berjanji bersama mengayuh biduk hidup di tengah keadaan apapun. Tapi apakah ini sebuah lakon hidup yang harus dititi oleh manusia, yang bisa saja berubah tak tentu arah. Berkali kali Rakian hanya mampu menelan ludahnya sendiri, dia masih terpaku berdiri di serambi rumah mungil, menyakisikan Russ Kania pergi berlalu dengan sebuah mobil mewah, meski terdengar dengkur kedua anaknya yang terlelap di tengah malam, setelah beberapa saat sebelumnya Russ Kania menciumi pipi kedua anaknya. 

Bagi Rakian malam ini memang malam tak berbintang gemintang, rembulan tertutup mega hitam. Tak lama kemudian terdengarlah adzan subuh menggema di malam pilu itu. Sedikit kesegaran dalam hatinya kini mulai ia dapatkan.

Selasa, 03 Agustus 2021

Air Mata Anggie

Hari hari Anggie dilalui penuh dengan untaian wangi bunga. Setiap pagi hingga siang di sekolah, dia layaknya bintang panggung yang asyk nelantunkan syair syair cinta, dengan irama musik yang lebai, di pusaran jutaan penggemar nya yang histeris. 

 “ Anggie...,...” entah berapa juta kali nama itu disebut ileh penggemarnya, dengan derai aur mata histeris. 

 “ Oh sekarang aku tak kalah dengan Lesti, bintang muda yang lagi nak daun elakangan ini “:Bisik hatinya melambung dirinya , seakan akan hampr menyentuh langit. 

 Namun diantara jutaan cowok yang memusari, belum juga nampak batang hidung Ian yang selalu dicarinya sejak dia naik panggung. “ Ian....Ian “ bisik hatinya terus berkecamuk. Apa arti semua inu, bilka cowok langsin berhidung mancung itu belum uga menggapai kedua tanganku. ???. Rasa kesal mulai memenuhi rongga dadanya. 

 Namun debtuman drum dan lengkingan organ berpadu dengan string melodi eariknya agar ia terbebam dalam lagu cinta kesukaanya. 
 *** 
 “Anggie...Anggie “. Hingar bingar musik berheti seketika berhenti. Lampu panggung warna warni berdaya tinggi padam seketika. Jutaan penonton lenyap seketka. “Oh mengapa aku ada disini “ teriaknya lirih, hanya bunga bunga di taman sekokah yang mendengarnya. ” Anggie...ini aku..kau melamun ? “ suara setengah berteriak itu memenuhi seluruh otak dan pikiranya. 

Suara itu telah lama dikenalnya dan lama dinantikan kehadiranya. Namun mengapa dia ada di sekolah in..mengapa dia tidak di atas panggung bernyanyi bareng sama aku, persis seperti Lesti dan Rizky Bilal. Demikian bisik hatinya yang tersengat hipnotus lamunanya. “Angie inu Aku Ian...hey pagi pagi dah melamun “ Ian berkata dengan suara lembut. Anggie tersentak kaget, dia sangat kecewa mengapa semua lamunanya sirna dipagut realita. Ianpun mengajak Anggie duduk ditaman sekolah depan kelas mereka, sambil menunggu bel masuk sekolah.

 “Hey Anggie tidak baik lho, klo kamu sering melamun “ ucap Ian yang mulai berwajah serius dan tak sungkan menasehati Anggie teman dekatnya. “Trimakasih Ian, kamu nemang teman dekatku, Cuma kamu yang serng memperhatiin aku. Trimakash ya Ian “ ucapan Anggie begitu tulusnya, dalam hatinya berharap Sebastian menjadi pendamping hidupnya. 

Tentunya hari hari mereka berdua penuh dengan prosa cinta dan wangi bunga. Begitu dalamnya benang halus Ian yang bersemayam dalam sudut hatinya. Terus saja Anggie mengharapkan anganya menjadi sebuah realita, bukan hanya hadr dalam lamunanya saja. “ Ah jangan gitu Anggie, untuk apa sebuah trimakasih. Kita kan sahabat lama, sudah wajar klo aku mengadvis kamu. Semoga persahabaran ini bisa saling bermanfaat. Kadan kadang aku juga masukan dar kamu. Ingat Anggie !, kita masih belia masih harus belajar sampai nanti “ Ian tersenyu manis, membuat hati Anggie kelimpungan. Hanya sebuah persahatan, Bisik hati itu terus menggema berkali kali dalam lubuk hatinya. Tidak mengertikah Ian bahwa dia mengharapkan lebih dari persabatan, berdua menyemai bulir bulir cinta.
 *** 
Kriiiiiiing Bel sekolah memenui setiap sudut sekolah. Mereka berdua melangkah menuju jelas yang sama. Tangis memenuhi hati Anggie, meski wajah tetap berhias senyum ***