Minggu, 06 Desember 2009

CARUT MARUT TATANAN Sosial



Adalah berita yang menggembirakan bagi kitya semua, setelah dikeluarkannya SKKP No. Tap 01 / 01 . 14 / FD.1 / 12 / 2009, tanggal 1 Desember, atas nama Chandra M. Hamzah dan Tap 02 / 01. 1 4 / FD. 1 / 12 / 2009 AN Bibit R. Riyanto oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan , yang merupakan pertanda bergulirnya angin kedamaian yang selama 3 bulan di penghujung tahun 2009, terjadi kisruh opini publik, perseteruan antara lembaga negara, serta memanasnya silang pendapat antara elit –elit politik.

Namun belum juga kita lega, baru saja kita mengipasi kegerahan fenomena sosial dan hukum atau mungkin juga muatan politik bagi pihak yang berkepentingan, kita dihadapkan lagi dengan kasus Bang Century yang bergulir berbarengan dengan kasus Bibit Chandra. Dan nampaknya Kasus Bang Century juga tidak kalah panasnya dengan kasus yang mendahuluinya. Bahkan ada suatu analisis dari media massa yang menyimpulkan, bahwa kasus Bibit Chandra telah mendomonir sorotan pers sebanyak 75 persen dan Bang Century sebanyak 25 persen, pada dekadi 3 bulan yang lalu, namun angka tersebut sekarang telah berubah sebaliknya.

Bahkan tidak tanggung –tanggung lagi permasalahan praktek money loundering di Bang Century inipun berkembang semakin melebar, apalagi penyimpangan pengucuran dana ini
disikapi dengan keteledoran lembaga autoritas moneter dengan melepas bail out sebesar 6, 7 trilyun rupiah. Meskipun menurut audit BPK , Bang Century tidak layak menerima dana talangan tersebut. Sebab kondisi bang tersebut memang tidak layak beroperasi, sesuai dengan advice dari BI.

Namun dengan alasan karena terjadi krisis perbangkan, sehingga Bang Century masih dibiarkan hidup, tetapi dengan naungan dan pengawasan Lembaga Penjamin Simpanan, yang ditunjuk pemerintah pada tanggal 21 November 2008. Meski dalam menjalankan fungsinya LPS ini pernah mengucurkan dana sebesar 4 trilyun pada Bang Century tanpa persetujuan DPR. Bukankah kebijakan ini akan menambah runyamnya kemelut di bang itu, yang dewasa itu berperan sebagai kendaraan pihak tertentu.

Nampaknya tidak hanya dengan penyelesaian kebijakan moneter saja terhadap kasus ini. Namun lembaga tinggi negarapun, yaitu DPR lebih peka dalam meneropong kasus ini, bahkan lebih jauh lagi memandang pada sisi yang lebih urgent lagi. Terbukti dengan lahirnya
2
Tim Sembilan dikalangan anggota DPA, yang berkiprah sebagai Tim Pengusung Hak Angket kasus Bang Century, yang berdiri sejak 22 Oktober 2004 itu.

Kita bisa berbangga hati, ternyata pengajuan Hak Angket di pembahasan Paripurn
DPR, pada tanggal 1 Desember lalu telah mendapat persetujuan dari 503 anggota dewan. Hal ini berarti praktek bail out t ersebut di atas akan bergulir menjadi tontonan politik publik yang menarik. Betapa tidak, karena setiap permasalahn hukum yang dimuati politik dan kriminalisasi suatu institusi yang dimuati politik jua, dewasa ini telah menjadi sarapan kedua bagi publik. Tentunya setiap permasalahn di atas tadi , jelaslah dilansir oleh semua media massa, baik cetak, elektonik dan dunia maya. Yang pada gilirannya nanti tentunya akan menginternalisasikan sikap mental skeptis dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai Lermbaga Tinggi Negara, DPR memang diberi kewenangan untuk mengevaluasi serta minitoring pemerintah dalam penerapan setiap regulasi yang telah disepakatii bersama dan dengan fasilitas Hak Angket inilah semoga saja lembaga ini mampu mengurai benang kusut, yang hingga kini belum bisa ditemukan bagian mana yang harus menjadi awal penyelesai konflik yang menggumpal ini.

Hanya saja sementara ini telah muncul keraguan publik tentang netralitas lembaga ini. Apabila keraguan ini benar terealisir di panggung kancah politik, yang mestinya bagi anggota lembaga ini lebih mementingan partainya. Maka penyelusuran dengan senjata Hak Angketpun akan menemui jalan buntu. Tetapi apabila mereka mendahulukan ikatan moral yang menjadi penghubung aspirasi rakyat, inilah yang kita harapkan.

Yang paling mengkhawatirkan kita semua sebagai anak bangsa yang mengimpikan tercapainya tatanan sosial- politik yang demokratis, serasi, mengedapankan supremasi hukum di Bumi Nusantara ini akan jauh panggang dari api, bila konflik sosial dan politik yang menerpa akan terus mendera para elit, pemimpin dan elemen – elemen pemerintah lainnya. Tentu lebih jauh lagi, kondisi seperti ini secara gradually akan membentuk sikap mental masyarakat yang pesimis, skeptis dan asusila terhadap nilai dan norma sosial yang seharusnya tertanam kuat di tiap kehidupan sosialnya.

Salah satu tanda akan terjadinya disintegrasi sosial yang akan mengancam keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah timbulnya konflik sosial yang berkepanjangan. Meski upaya yang intensif dan terintegrasi terus dilakukan oleh autoritas, namun bila akar

3
konflik yang berupa nation building statement telah meluruh dan tercabik-cabik, maka upaya itu akan percuma begitu saja.

Beberapa diantara ciri khas terjadinya gejala disintegrasi sosial yang terkuak dipermukaan adalah adanya perubahan tatanan sosial akibat diadopsinya nilai sosial yang menyimpang dari tatanan semula. Sementara itu terdapat komunitas sosial yang menentang pergeseran nilai ini. Adanya sebagian oknum pejabat yang memperkaya diri dengan memanipulir jabatan dan telah membudaya, jelas akan menciptakan jurang pemisah dengan lainnya, yang cenderung mempertahankan nilai sosial yang lama tertata.

Harapan kita satu –satunya adalah kembalinya pandangan moral bagi yang telah lepas kontrol dari pranata sosial yang kita miliki. Sebab tanpa adanya gerakan moral tersebut, maka akan terbukalah jurang pemisah antara nilai luhur yang banyak dianut, yang akan berhadapan
dengan nilai dan norma baru yang tidak kita harapkan. Sebagaimana kita ketahui dari meruaknya kasus korupsi dan manupulasi jabatan tersebut, nampaknya telah menjadi budaya yang merambah pada setiap lapisan. Fenomena tersebut diatas sudah barang tentu akan menampilkan social-disequilibrium atau juga merupakan gejala carut marutnya tatanan sosial

Ilustrasi tersebut diatas adalah contoh terjadinya pergeseran nilai sosial di tanah air kita yang bila terus melebar akan menciptakan disintegrasi social, bila semua pihak yang terlibat di dalamnya tidak segera membenahi diri. Minimal sebagai langkah awal adalah penerapan supremasi hukum pada pihak yang menciderai perasaan rakyat. Namun apakah supremasi hukum yang kita gembar-gemborkan dapat berhasil guna untuk melawan rapatnya mafia segala lini di kehidupan para elit atau hanyalah isopan jempol belaka.

Hal inilah yang telah mengaburkan pandangan kita semua, seperti yang disinyalir oleh Ketua Komisi Hukum Nasional, Prof, J,E, Sahetapy tentang pesimistisnya dalam menegakan hukum
melawan tindakan mafia hukum. Pernyataan itu tentunya memberi gambaran kepada kita, tentang beratnya gerakan tajam melawa mafioso hukum yang telah merusak tatanan sosial.

Telah diketahui bersama bahwa apabila suatu masyarakat sudah menampikan hukum yang menjadi social - control yang telah diakui dan diterima bersama, maka carut marut sosial yang kronis tinggal tunggu waktu saja. Ini berarti segala jerih payah anak bangsa dalam mengukir prestasi yang mencakup segala sektor akan lenyap begitu saja. Sebab bila telah terbentuk people power yang mengkristal, sama saja kita menghadapi suatu bola liar yang menggelinding liar tak tentu arah.
4

Bagaimana tidak, supremasi hukum yang digunakan sebagai senjata tajam untuk memotong praktek – praktek penodaan bangsa dan negara telah tumpul lantaran praktek – praktek asusila oknum pejabat yang seharusnya jadi teladan anak bangsa lainnya. Mereka gampang saja mendapatkan uang dalam hitungan milyaran dan tidak semua perangkat hukum berhasil membuat mereka jera. Sementara itu di masyarakat sosial lainnya telah mengalami perjuangan hidup mati untuk bisa sekedar hidup layak.

Oleh karena itu, sebelum nasi menjadi bubur, maka hendaklah kita melakukan self-control bersama-sama. Yang menjangkau lintas sektoral, status, jabatan dan lain sebagainya. Sehingga kita bisa dengan serasi bahu membahu mampu mewujudkan prestasi dalam mengejarkan ketinggalan dari negara – negara dalam semua hal. Sebelum timbulnya cultural lag yang akan menimbulkan disintergrasi bangsa.
































PENULIS
1. NAMA LENGKAP : Ir. BAMBANG SUKMADJI
2. TEMPAT/TGL. LAHIR : TEGAL, 19 SEPTEMBER 1962
3. ALAMAT : Jln. KETILENG I , RT O1/25
SENDANG MULYO
SEMARANG 5 0 2 7 2
4. ALAMAT KANTOR : MA FUTUHIYYAH – 1
JL. SUBURAN BARAT,
MRANGGEN DEMAK ,
TELP 024-6773289
Email : bangsuk51@gmail.com

SEPERTIGA MALAM

Aku tertegun sendirian di serambi yang mulia menuju pintu kesabaran ini. Aku jinjing semua kisah hidup yang lama aku pendam. Satu demi satu aku ungkapkan kepada Engkau di balik mega sana. Saat itu malampun telah larut. Meski suara alam telah mulai bergemerincing untuk membangunkan semua yang lusuh, berbaju dengan hiasan benang kumal, yang mampu menerbangkan debu – debu kesombongan.

Taktala telah aku benahi hidup ini pada garis bulan selembar hidup ini. Semoga bisa merapat menjadi satu ampunan dosa, mengikis laknat dariMU atau berganti dengan samudra RahmatMU. Aku tertunduk lesu, meski kadang ego dan sekeranjang nafsu ingin membelaku dan segera menjauh dari kemuliaanMU.

Di balik pengap dan sesaknya tragedi hidup manusia, kadang ada secuil rasa ingin menghampiriMU dan sekedar mengguyur air dingin hati yang merona panas ini. Hidup yang menurut syair keindahan adalah semata hanya numpang minum saja. Namun ada kalanya manusia mengartikan sebagai kuda pacuan di lintasan yang tak berujung dan dipenuhi penonton yang mengharu-birukan arti dunia. Apabila telah sampai masanya, akupun ingin betelanjang hingga kelihatan semua kotoran yang menempel pada kulit tubuhku. Mungkin di kulit lenganku, ada sekumpulan rasa iri, tamak dan rakus, yang menurut nasehat orang tuaku adalah mata air keruh yang mampu memancari air dosa yang keruh.

Mungkin pula di kulit dahiku ada selembar riya, sombong dan takabur yang terus menempel pada jejalanan lurus panjang menuju Engkau. Sehingga kotoran ini bisa terus mengaburkan batas pandangku untuk meniti tentang Engkau. Dinding putih kemudian menghampiriku pada jarak yang tak kumengerti, seraya berkata :

“Isilah keranjang yang ada di depanmu itu dengan segala keindahan hidup, yang bisa berupa tingkah lakumu, lisanmu, tanganmu dan budi baikmu pada sesama “. Akupun menjadi surut kebelakang seraya kujawab ;

“Namun apakah keranjang itu bisa memuat niatku, dari hati yang kotor ini. Sedang pakaian yang kukenakan saja telah lupa aku cuci saat berjalan di padang gersang yang berlautan debu.

“Sudahlah mumpung hari masih pagi, masih bisa engkau bernafas memunguti butir hidup yang engkau sukai , sebab ada suatu masa nantinya dimana nafas ini akan hilang terbawa angin kembara terselip di awan hitam “

“Oh. . . alangkah ragunya aku, ataukah mungkin pada setiap denyut nadiku ini ada seribu iblis yang menggodaku ?”. Akupun tidak tahu jawaban ini, yang jelas suara ini lepas begitu saja dari jantung kiriku.

“Bila tidak segera engkau lenyapkan maka akan tersumbat seluruh nadimu sehingga engkau akan terkapar penuh ketidak- tahuan “ sahut dinding putih yang merengkuhku.

Tertawalah berderai sayap-sayap hitam yang memenuhi malam ini, Nyaring suaranya hingga membuat dada ini sesak. Namun kembali aku berusaha untuk tegap dan bangun dari seribu sayap yang menelikung tubuhku, yang mengangkat kerah bajuku hingga menggantung seluruh tubuhku yang gontai berjalan.

Akulah yang ingin pulang kepada dimana mulai aku hadir ini, dimana ada celoteh kasih sayang, pelukan kasih dari Yang Maha Kuasa, yang telah membungkusku dalam sekotak kisah cerita tentang perjalanan ini.

Tak akan kuliwati dan akan kubiarkan saja bila sayap – sayap putih Malaikat Penerang Malam memenuhi setiap penjuru bumi. Biar aku jadikan titian untuk menujuMU, yang mulai menghilangkan temaram malam yang tak berujung pagi. Sayap yang tumbuh di dahi para Malaikat itu adalah titianku untuk menuju apa makna dari seriap catatan yang kubuat sendiri. Sedangkan sayap inipun mampu untuk melibas semua sayap hitam yang akan membimbuingku ke arah mimpi yang tak tentu arah. Sedangkan sayap yang ada di dada malaikat itu, biarlah akan aku gunakan untuk menjaga gumpalan daging Iman di hatiku. Biar mampu bersemayam dengan damai hingga berakhirnya jarum waktu.

“Oh alangkah ringannya tubuhku melayang melewati bintang-demi bintang. Oh alangkah tertinggalnya bulan di sudut ruang kalbuku. Janganlah pernah kau tionggalkan aku oh bintang yang berbinar terang “
“Aku berikan seberkas sinar ini saja, wahai engkau manusia yang ingin berbuat kebajikan “ seru bintang tatkala aku berhasil mendekatinya.
“Peluklah daku oh seberkas sinar, bila engkau berhasil menggoreskan di sisa hidupku ini, mungkin akan aku jadikan bekal di perjalanan menuju yang menerangimu oh. . Bintang “
“Apakah engkau sudah jemu dengan permainan deru dan debu yang kau buat sendiri. Hai manusia durjana, yang mengibaskan dosa di setiap dentang waktu “ “Akupun tak tahu, hanya saja sudah ada kepengapan dalam tembang dolanan yang biasanya kunyanyikan. Jangankan yang menerangimu, alampun saat ini sedang beramai-ramai menguliti setiap kedurjanaan ini”
“Kedurjanaan yang dilakukan siapa. Hai. . . manusia ? “ tanya Sang Bintang “Entahlah, kedurjanaan ini adalah yang seringkali diciptakan manusia “
“Apakah sering kau curi kekufuranmu sendiri dari catatan yang ada di langit “. Sang Bintang bertanya hingga suaranya mampu merobohkan semua gunung di bumi. Akibat dari lukisan jiwa manusia yang mengotori kanvas RachmatNYA yang terhampar luas di bumi.

Kekufuran yang mampu membangkitkan ombak tsunami, kekufuran yang mampu menerjangkan badai dan topan, kekufuran ini pula yang memuntahan isi perut bumi. Dan terkadang pula menggetarkan permukaan bumi. Sementara itu manusia hanya mampu berteriak panik. “Lantas apakah mampu manusia membendung ini semua, Wahai bintang yang setia menemani malamku “ “Engkau hanya sebutir pasir di padang pasir, engkau hanya sebuah daun kering yang kapanpun bisa gugur memenuhi permukaan bumi. . . maka hendaklah basahi lidahmu yang kelu itu dengan wewangian yang mampu menembus ujung langit. . .hadapkanlah wajahmu yang penuh dengan tengadah sombong untuk kau tundukan dan hadapkanlah ke arah Dzat Yang Kekal dan Abadi. Isilah malam – malam yang senyap dengan goresan warna yang bening, yang tiada lagi goresan hitam” “Apakah duduk simpuhku ini sudah mampu membawaku ke Yang Kekal dan Abadi itu ?, Jawablah wahai Sang Bintang, mumpung belum terdengar denting fajar menjemputku” “Janganlah pernah kau tanya lagi, telingaku sudah lelah mendengar hangar – bingar manusia yang berburu nafsu ingin mendapatkan segenggam pujian. Janganlah kau ungkapkan lagi tabir yang tak akan pernah kau tahu. Kecuali bila engkau telah mendapatkan denting waktu yang menjadi milikmu “
“Lantas aku harus bagaimana ? “. Tanyaku yang terhenyak kaget dengan jawaban Sang Bintang.
“Yang Telah Menciptaku tiada pernah merasa bosan dengan apa yang dimunajatkan manusia. Meski manusia itu sendiri telah lelah melewati bingkai demi bingkai niatnya. Teruskanlah apa saja yang dapat kau maui “.

Oh. . .terlalu jauh perjalanan sepertiga malam ini, namun tak kuhiraukan penatnya otot tubuhku. Asalkan aku dapat meringankan tubuh ini untuk terbang bersama semua alam yang bersimpuh menyembah Yang Maha Kekal dan Abadi. Agar aku bisa merasakan wanginya bunga-bunga yang mekar diiringi suara cicit burung menyambut esok hari. Akan aku buat pula catatan denga warna kertas yang baru, yang bertepikan kepastian dan syair – syair hidup penuh makna.

Tapi kembali untuk kesekian kalinya dalam episode malam yang penuh kebimbangan,, berkelebatlah bayangan hitam, sebuah tirai hitam masa lau. Yang telah lama aku campaka. Kini telah berdiri kokoh, dan menjadi penghalang bagiku, yang sudah mulai terbangun di tengah dinding putih.

Seraya membenamkan suara parau ke dalam dadaku, diiringi kedua matanya yang merah dan memancarkan penuh kebencian, dengan dengus nafas yang busuk dan wajah yang bersungut, pertanda menebarkan kebencian ke arahku. Dengan lantang dan penuh kelicikan, dibelenggunya sayapku yang sudah sarat beban hidup.

“Hai. . . manusia hina !. Apakah belum cukup segala kenikmatan yang akau tuangkan pada jiwamu yang lapar dan haus ? . Apakah belum cukup. . .Hai manusia bejad ? “.
“ Entah darimana asalmu, hai bayang hitam ?. Apakah belum cukup juga engkau membelenggu sayap-sayapku. Padahal telah remuk- redam tulang-tulang penguat sayapku. Padahal telah aku sampaikan beribu-ribu kataku, yang menjadikan basah lidahku, untuk menolak semua kesemuanmu itu. Enyahlah kamu !. Arungi saja laut kenistaan yang memang dari situ asalmu “
“ Sudah miringkah kiblatmu ? Sudah bosankah engkau dekat denganku ?. Apakah begitu saja sumpah setiamu engkau ganti dengan cacian hina. Dari tenggorokanmu yang dahulu aku basahi dengan air tawar pendingin nafsumu “
“ Hai… jangan engkau bicarakan nafsu. Karena keangkuhanmu, mana mungkin engkau akan mampu membedakan air sejuk yang sanggup melapangkan dada seisi bumi dengan air yang membuat kedua mata manusia menjadi nanar. Sekali lagi jangan kau ungkapkan tentang nafsu ! “.
“ Mengapa engkau berkata begitu ?. Kalau kau telah tahu akan semua yang ada di balik langit biru. Mengapa engkau dahulu menghadirkanku guna

Semenatara itu sudah tiada lagi selembar daunpun yang bergerak dihembus angin malam. Lantaran malam telah terbujur kaku, kembali malam penuh keraguan dan kebisuan yang tidak lagi mampu aku baca. Lantaran aku telah larut dengan diriku sendiri, yang telah akrab dengan titian sisa malam yang terang benderang. Sementara itu sempat aku kibaskan tangan kananku, yang telah dilengkapi dengan pedang yang tajam dan beruntai permata, untuk menunjamkan dalam-dalam ke jantung bayangan hitam hingga bercerai-berai, menjadi seonggop sampah dari masa laluku. Biarlah sayap=sayapku kini kokoh lagi, biarlah Sementara dari serambi surau tua terdengar suara Adzan Subuh, yang mengabarkan tabir fajar telah tersingkap, Saat pula semua hati harus tertunduk untuk mengikrarkan bahwa kita hanya sesuatu yang terselip di JariNYA. Kembali aku menerbangkan setiap yang aku miliki untuk menghadapMU.

Awan Jingga Untuk Hendry

puspa prasasti aji
Sudah sejak sore tadi Hendry hanya duduk di kursi reot di beranda rumahnya. Pandangannya tetap saja lurus, menyapu jalan sempit yang ada di depan rumahnya Sementara kabut dingin dari Gunung Slamet sudah mulai merengkuh tiap kehidupan petani gurem di desanya.

Sesekali Hendry mengibas-ngibas rambutnya yang terberai hingga bahunya, kekesalan kini terus tersimpan di tiap ruang hatinya. Sehingga angannya kini terus melambung ke tiap tepi langit. Dan anginpun senjapun masih saja melilit tulang belulangnya.

Sepi kini mulai bergayut dengan malam, rembulanpun telah bergegas untuk singgah di tengah langit. Sekali sekali terdengar cicit anak ayam yang minta belaian induknya. Pekatnya malam kini mulai tersudut, lantaran hanya ada gambar Irma, gadis gaul, gedongan, kolokan dan seabreg pesona, yang terus terbujur di hatinya.

Lantas diapun harus bagaimana, apa harus menyodorkan Irma dengan sejuta ketidak tahuan ini, yang hingga kini hilir mudik selalu di beranda hatinya, Meski malam semakin larut, namun belum mau juga memberikan dia sehelai mimpi. Kini degup jantungnya semakin menjadi kencang, Untuk memburu kesejukan hatinya. Mengapa perahu cintanya tak segara menambatkan sauh di pelabuhan hati Irma.

Saat yang ditunggupun kini tiba, setelah beberapa hari dia menunggunya. Telah datang lagi secuil harapan bertepatan dengan ultah Irma yang ke – 21. Mungkinkah kado yang akan aku berikan bisa bercerita kepa dirinya, karena menyadari tangan yang menyodorkan adalah tangan yang tidak tahu harus bagaimana memberikan cinta kepa pelabuhan hatinya. Demikian bisik hati Hendry.

“Met malam, Ir. Met ultah ya “ Demikian Hendry menuturkan dari mulutnya yang sedari tadi hanya membisu. Hendrypun memberanikan diri untuk menyodorkan ucapan selamat, setelah dia bertatapan dengan Irma.

“Makasih Dry, tahu dari mana kalau aku hari ini ultah “. Seberkas kalimat muncul dari mulutnya yang berhias senyuman tipis dengan sejuta misteri. Hendry masih merasa asing dengan senyuman itu,
”Irma, aku beri kado untuk ultahmu, tolong diterima , tolong ya ! “. Sengaja Hendry melontarkan niatan itu, barangkali Irma tahu bergeloranya ombak lautan yang hendak merobohkan pantai, yang telah lama tak tahu arah dimana pantai itu terhampar.
“Makasih sekali lagi, aku harapkan kamu nggak usah repot – repot dengan ini semua Senyum manisnya kembali tersungging dari bibirnya yang manis, kembali pula menghangatkan malam yang telah terbujur kaku. Meski Hendry sebenarnya tidak mengharap jawaban seperti ini.
"Nggak, apa – apa Irma, emang aku sudah lama tahu hari ultahmu dan selalu kutunggu “ “ Menunggu, ah kau ada – ada saja “
“Nggak apa – apa kan !, ngasih kado untukmu meski nilainya nggak seberapa “
“Aku tidak pernah menilai seseorang dari materinya, Ndry “
”Sama , aku juga gitu, mana aku pernah pilih – pilih temen ?. Udah sejak aku sama kamu dulu di SMP. Aku kan nggak pernah pilih – pilih temen. Aku ingat hari ultahmu saat kita di kelas 3 SMP. Kamu ngajak satu kelas hadir di ultahmu ”
”Kok kamu masih ingat sih Ndry !. Kamu memang betul – betul temenku ” . Jawaban Irma betul – betul membuat jantung Hendry berdegup tambah nggak karuan. Dia harap Irma tahu sesuatu yang masih Hendry simpan di hati. Sayangnya kado itu tak mau bicara, untuk membantu Hendry menyampaikan sesuatu pada cewek dengan rambut berponi dan selalu mengenakan kacamata minus. Dan mata yang diobalik itupun sering kali membuat Hendry selalu terjebak di bayang -bayang sepi.

”Aku harap juga gitu, Irma ! ”. Hanya itu yang mampu Hendry sampaikan. Selanjutnya tenggorokannya terasa kering mulutnyapun tersumbat dengan ketidakmampuannya menundukan cewek ini. Meski dia dah lama kenal dia. Namun entah mengapa, akhir – akhir ini gambaran cewek ini selalu hadir di benaknya yang paling dalam.
Malam bertambah meronta dan mendesak Hendry agar dia pulang saja. Karena malam itu juga yang tahu persis kata hati Hendry. Entah apa kata hati itu, untuk kali ini Hendry tak mampu meredamnya.
"Aku pulang dulu, ya Irma. Udah malam gampang besok – besok aku mampir lagi ”
”Emangnya ada apaan sih Ndry, masih sore gini kamu pulang. Emangnya kamu kangen sama pacarmu Ndry ?.
”Pacar yang mana, aku selalu takut untuk mengungkapkan arti cinta yang tersimpan dalam hati, Irma ?, Udah ya aku pulang ”. Hendrypun segera melangkahkan kakinya untuk menuju rumahnya, di tengah malam yang benar – benar tidak bersahabat dengannya kini
       ” Tamu siapa Ir, tadi ! ”. Maminya Irma jadi penasaran tentang tamu yang belum sempat dibuatin minuman.
”Hendry, Mam ”
”Dah lama dia nggak kedengaran kabarnya. Ngapain dia kesini ? ”
”Ah, Cuma ngasih kado ultahku, Mam ”
”Darimana dia tahu tanggal ultahmu ? ”
“Kan dulu pernah Irma undang, waktu aku ultah di kelas 3 SMP “
“Kok dia masih ingat “
“Mana aku tahu Mam, coba Mama tanyain sendiri sama Hendry. Aku juga bingung. Padahal tahun kemarin  waktu reuni dirumahnya Anang, dia biasa – biasa aja Mam
“Itu namanya naksir kamu Ir “
“Ah Mama ada-ada aja. Aku sama Hendry kan udah kenal lama Mam. Antara aku dan dia hanya tenman biasa kok Mam ! “
“Kalau Cuma temen ngapain dia ingat ultahmu dan repot – repot ngasih kado “
“Aduh, Mama ini gimana sih !, Apa kalau ngasih kado itu mesti naksir , Mam ?“
“Mama tahu persis dengan ulah laki - laki. Dulu juga papa kamu begitu. Mana ada cowok repot-repot ngasih kado, kalau dalam hatinya nggak mbayangin kamu ”
”Mama gimana sih, aku nggak bisa ngasih perhatian lebih sama Hendry, Mam. Karena selama ini hanya teman biasa. Nggak pernah sekalipun aku mbayangin Hendry. Mama terburu – buru menilai sih ! ”
puspa prasasti aji
”Nggak bisa ngasih perhatian lebih ? , karena kamu selalu ingat Santo, baru kerja di Batam saja dia udah nglupain kamu. Padahal dulu waktu dekat kamu, selalu saja memberi janji. Lebih baik kamu punya cowok Hendry ”.
”Ah. Mama jadi nglantur kemana-mana. Aku sudah mutusin Mas Santo, Mam ! . Aku udah lupa sama Mas Santo “.
“Syukur kalau kamu udah bisa nglupain Santo. Irma !, Mama juga wanita. Mama tahu persis perasaan seorang wanita. Apalagi perasaan kamu yang anaknya Mama. Kamu jangan bohong, kamu masih memberi harapan sama Santo. Memang Santo sepertinya nggak ada kekurangannya, Irma !. Ganteng, anaknya orang kaya, pinter lagi. Maka pekerjaanlah yang nyari dia, maka lantaran merasa punya banyak kelebihan dia dengan mudahnya melupakanmu. Mama yakin, model kaya Santo disana dia udah punya anak – istri ”
      ” Terus Mama maunya apa ? ”
       ” Mama hanya ingin kau memilih cowok yang penuh perhatian sama kamu. Perasaan seorang wanita sangat lembut, sebenarnya tidak ada seorang wanitapun yang mau ditinggal laki-laki. Oleh karena itu berhati-hatilah terhadap laki-laki ”
”Jadi maunya Mama aku sama milih Hendry ! ”
”Nggak gitu, Irma !, Itu hak kamu untuk menentukan pilihan. Mama hanya ngasih masukan pilihalah figur seperti Hendry. Kan tidak harus sama Hendry.

Irma tertunduk lesu, angannya mengembalikan dia ke dua tahun silam. Ketika dia dan Mas Santo saling menyandarkan rindu hatinya masing-masing. Namun karena egonya Mas Santo sejak dia kerja di Batam, hingga kini tiada pernah kirim kabar, Jangankan selembar surat, kirim SMS aja nggak pernah. Memang betul apa yang dikatain Mamanya dia, toh semua itu demi kebaikan dirinya juga.
Mapa bener juga, kalau Hendry temen dia sejak di SMP mencoba hadir di kehidupannya. Ah tapi Hendry sama sekali banyak kekurangannya dibanding dengan Mas Santo. Namun bagaimana juga Tuhan tidak penah membeda-bedakan ciptaaNYA. Mungkin juga Hendry masih punya kelebihan dibanding dengan Mas Santo, tapi entahlah.

Minggu pagi, cuaca sangatlah cerah layaknya bumi dilingkungi dengan permadani warna biriu. Angin musim kemarau semilir meniup apa saja yang ada di atas bumi. Hendry kembali duduk di kursi depan rumah berdua dengan Irma. Setelah sekian lama dia hanya berdua dengan bayang Irma.

’Kadang aku ingat beberapa tahun lalu saat kita masih nsekolah ya. Ir ! ”
       ” Sama juga, Ndry, aku juga ingat waktu kita masih di SMA dulu, Kayanya baru kemarin. Aku masih ingat dulu, sama temen – temen sering main ke rumahmu, ”
”Kadang pula aku sering ingin mampir ke rumahmu. Kalau ketemu kamu, sama saja aku teringat masa sekolah dulu ”
”Masa to Ndry. Nanti juga kamu akan bosan kalau keseringen kesini ”
”Ah enggak kok Ir, Cuma aku takut aja nganggu acaramu ”
”Acara apa ?, Ndry. Aku kan bukan pejabat penting. Acaraku kan Cuma kuliah aja”
”Bener. Ir ? ” .
”Ngapain aku bohong, Ndry. Aku kan bukan temenmu kemarin sore. Nanti kuliahmu malah terganggu, Ndry. Klo main ke sini terus ”
”Aku tinggal nyelesaikan skripsiku Ir, aku nggak banyak acara kok. Paling aku tinggal belajar nyari kerja dulu ”
”Wah selamat ya, Ndry !. Sebentar lagi kamu bisa jadi sarjana dan moga aja cepet dapat kerja ”
”Trim ya Ir, jadi bener nih aku nggak nganggu kamu, klo sering ke sini ”
”Bener Ndry, aku sering teringat kamu dulu sering kocak . Bila kita kumpul bareng”
”Apa Cuma itu Ir, aku harapkan bukan itu saja ”
”Ah, , nggak tau, Ndry. . . paling kamu nggak serius ”
”Sejak reuni di rumah Anang, aku pengin terus dekat sama kamu ”
”Yang bener Ndry, aku nggak mau persahabatan kita yang sudah lama menjadi hilang dan musnah begitu saja, aku nggak mau kamu main-main ”
”Aku serius lho Ir, aku cuma mau ada kamu di hatiku ”
Awan jingga kini menyelimuti seluruh alam ini, lamunan yang dulu menjadi bagian hati Hendry yang lekat hingga berkarat kini mulai pudar dihujam awan jinga.