Minggu, 06 Desember 2009

CARUT MARUT TATANAN Sosial



Adalah berita yang menggembirakan bagi kitya semua, setelah dikeluarkannya SKKP No. Tap 01 / 01 . 14 / FD.1 / 12 / 2009, tanggal 1 Desember, atas nama Chandra M. Hamzah dan Tap 02 / 01. 1 4 / FD. 1 / 12 / 2009 AN Bibit R. Riyanto oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan , yang merupakan pertanda bergulirnya angin kedamaian yang selama 3 bulan di penghujung tahun 2009, terjadi kisruh opini publik, perseteruan antara lembaga negara, serta memanasnya silang pendapat antara elit –elit politik.

Namun belum juga kita lega, baru saja kita mengipasi kegerahan fenomena sosial dan hukum atau mungkin juga muatan politik bagi pihak yang berkepentingan, kita dihadapkan lagi dengan kasus Bang Century yang bergulir berbarengan dengan kasus Bibit Chandra. Dan nampaknya Kasus Bang Century juga tidak kalah panasnya dengan kasus yang mendahuluinya. Bahkan ada suatu analisis dari media massa yang menyimpulkan, bahwa kasus Bibit Chandra telah mendomonir sorotan pers sebanyak 75 persen dan Bang Century sebanyak 25 persen, pada dekadi 3 bulan yang lalu, namun angka tersebut sekarang telah berubah sebaliknya.

Bahkan tidak tanggung –tanggung lagi permasalahan praktek money loundering di Bang Century inipun berkembang semakin melebar, apalagi penyimpangan pengucuran dana ini
disikapi dengan keteledoran lembaga autoritas moneter dengan melepas bail out sebesar 6, 7 trilyun rupiah. Meskipun menurut audit BPK , Bang Century tidak layak menerima dana talangan tersebut. Sebab kondisi bang tersebut memang tidak layak beroperasi, sesuai dengan advice dari BI.

Namun dengan alasan karena terjadi krisis perbangkan, sehingga Bang Century masih dibiarkan hidup, tetapi dengan naungan dan pengawasan Lembaga Penjamin Simpanan, yang ditunjuk pemerintah pada tanggal 21 November 2008. Meski dalam menjalankan fungsinya LPS ini pernah mengucurkan dana sebesar 4 trilyun pada Bang Century tanpa persetujuan DPR. Bukankah kebijakan ini akan menambah runyamnya kemelut di bang itu, yang dewasa itu berperan sebagai kendaraan pihak tertentu.

Nampaknya tidak hanya dengan penyelesaian kebijakan moneter saja terhadap kasus ini. Namun lembaga tinggi negarapun, yaitu DPR lebih peka dalam meneropong kasus ini, bahkan lebih jauh lagi memandang pada sisi yang lebih urgent lagi. Terbukti dengan lahirnya
2
Tim Sembilan dikalangan anggota DPA, yang berkiprah sebagai Tim Pengusung Hak Angket kasus Bang Century, yang berdiri sejak 22 Oktober 2004 itu.

Kita bisa berbangga hati, ternyata pengajuan Hak Angket di pembahasan Paripurn
DPR, pada tanggal 1 Desember lalu telah mendapat persetujuan dari 503 anggota dewan. Hal ini berarti praktek bail out t ersebut di atas akan bergulir menjadi tontonan politik publik yang menarik. Betapa tidak, karena setiap permasalahn hukum yang dimuati politik dan kriminalisasi suatu institusi yang dimuati politik jua, dewasa ini telah menjadi sarapan kedua bagi publik. Tentunya setiap permasalahn di atas tadi , jelaslah dilansir oleh semua media massa, baik cetak, elektonik dan dunia maya. Yang pada gilirannya nanti tentunya akan menginternalisasikan sikap mental skeptis dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai Lermbaga Tinggi Negara, DPR memang diberi kewenangan untuk mengevaluasi serta minitoring pemerintah dalam penerapan setiap regulasi yang telah disepakatii bersama dan dengan fasilitas Hak Angket inilah semoga saja lembaga ini mampu mengurai benang kusut, yang hingga kini belum bisa ditemukan bagian mana yang harus menjadi awal penyelesai konflik yang menggumpal ini.

Hanya saja sementara ini telah muncul keraguan publik tentang netralitas lembaga ini. Apabila keraguan ini benar terealisir di panggung kancah politik, yang mestinya bagi anggota lembaga ini lebih mementingan partainya. Maka penyelusuran dengan senjata Hak Angketpun akan menemui jalan buntu. Tetapi apabila mereka mendahulukan ikatan moral yang menjadi penghubung aspirasi rakyat, inilah yang kita harapkan.

Yang paling mengkhawatirkan kita semua sebagai anak bangsa yang mengimpikan tercapainya tatanan sosial- politik yang demokratis, serasi, mengedapankan supremasi hukum di Bumi Nusantara ini akan jauh panggang dari api, bila konflik sosial dan politik yang menerpa akan terus mendera para elit, pemimpin dan elemen – elemen pemerintah lainnya. Tentu lebih jauh lagi, kondisi seperti ini secara gradually akan membentuk sikap mental masyarakat yang pesimis, skeptis dan asusila terhadap nilai dan norma sosial yang seharusnya tertanam kuat di tiap kehidupan sosialnya.

Salah satu tanda akan terjadinya disintegrasi sosial yang akan mengancam keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah timbulnya konflik sosial yang berkepanjangan. Meski upaya yang intensif dan terintegrasi terus dilakukan oleh autoritas, namun bila akar

3
konflik yang berupa nation building statement telah meluruh dan tercabik-cabik, maka upaya itu akan percuma begitu saja.

Beberapa diantara ciri khas terjadinya gejala disintegrasi sosial yang terkuak dipermukaan adalah adanya perubahan tatanan sosial akibat diadopsinya nilai sosial yang menyimpang dari tatanan semula. Sementara itu terdapat komunitas sosial yang menentang pergeseran nilai ini. Adanya sebagian oknum pejabat yang memperkaya diri dengan memanipulir jabatan dan telah membudaya, jelas akan menciptakan jurang pemisah dengan lainnya, yang cenderung mempertahankan nilai sosial yang lama tertata.

Harapan kita satu –satunya adalah kembalinya pandangan moral bagi yang telah lepas kontrol dari pranata sosial yang kita miliki. Sebab tanpa adanya gerakan moral tersebut, maka akan terbukalah jurang pemisah antara nilai luhur yang banyak dianut, yang akan berhadapan
dengan nilai dan norma baru yang tidak kita harapkan. Sebagaimana kita ketahui dari meruaknya kasus korupsi dan manupulasi jabatan tersebut, nampaknya telah menjadi budaya yang merambah pada setiap lapisan. Fenomena tersebut diatas sudah barang tentu akan menampilkan social-disequilibrium atau juga merupakan gejala carut marutnya tatanan sosial

Ilustrasi tersebut diatas adalah contoh terjadinya pergeseran nilai sosial di tanah air kita yang bila terus melebar akan menciptakan disintegrasi social, bila semua pihak yang terlibat di dalamnya tidak segera membenahi diri. Minimal sebagai langkah awal adalah penerapan supremasi hukum pada pihak yang menciderai perasaan rakyat. Namun apakah supremasi hukum yang kita gembar-gemborkan dapat berhasil guna untuk melawan rapatnya mafia segala lini di kehidupan para elit atau hanyalah isopan jempol belaka.

Hal inilah yang telah mengaburkan pandangan kita semua, seperti yang disinyalir oleh Ketua Komisi Hukum Nasional, Prof, J,E, Sahetapy tentang pesimistisnya dalam menegakan hukum
melawan tindakan mafia hukum. Pernyataan itu tentunya memberi gambaran kepada kita, tentang beratnya gerakan tajam melawa mafioso hukum yang telah merusak tatanan sosial.

Telah diketahui bersama bahwa apabila suatu masyarakat sudah menampikan hukum yang menjadi social - control yang telah diakui dan diterima bersama, maka carut marut sosial yang kronis tinggal tunggu waktu saja. Ini berarti segala jerih payah anak bangsa dalam mengukir prestasi yang mencakup segala sektor akan lenyap begitu saja. Sebab bila telah terbentuk people power yang mengkristal, sama saja kita menghadapi suatu bola liar yang menggelinding liar tak tentu arah.
4

Bagaimana tidak, supremasi hukum yang digunakan sebagai senjata tajam untuk memotong praktek – praktek penodaan bangsa dan negara telah tumpul lantaran praktek – praktek asusila oknum pejabat yang seharusnya jadi teladan anak bangsa lainnya. Mereka gampang saja mendapatkan uang dalam hitungan milyaran dan tidak semua perangkat hukum berhasil membuat mereka jera. Sementara itu di masyarakat sosial lainnya telah mengalami perjuangan hidup mati untuk bisa sekedar hidup layak.

Oleh karena itu, sebelum nasi menjadi bubur, maka hendaklah kita melakukan self-control bersama-sama. Yang menjangkau lintas sektoral, status, jabatan dan lain sebagainya. Sehingga kita bisa dengan serasi bahu membahu mampu mewujudkan prestasi dalam mengejarkan ketinggalan dari negara – negara dalam semua hal. Sebelum timbulnya cultural lag yang akan menimbulkan disintergrasi bangsa.
































PENULIS
1. NAMA LENGKAP : Ir. BAMBANG SUKMADJI
2. TEMPAT/TGL. LAHIR : TEGAL, 19 SEPTEMBER 1962
3. ALAMAT : Jln. KETILENG I , RT O1/25
SENDANG MULYO
SEMARANG 5 0 2 7 2
4. ALAMAT KANTOR : MA FUTUHIYYAH – 1
JL. SUBURAN BARAT,
MRANGGEN DEMAK ,
TELP 024-6773289
Email : bangsuk51@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar