Minggu, 06 Desember 2009

PUISIKU

DISUDUT LANGITMU

Biar aku punguti lembar demi lembar,
akan untaian bunga yang mekar bersemi, meniti di lubuk jauh di hati aku tengadahkan ke dua tangan harap
agar gurantanya dipenuhi wangi bunga

Aku persembahkan do΄a,
agar bertaut dengan halus dan lembut kasihMU adakah masih ada seberkas senyum yang KAU kirim dari langitMU yang berpintu kesabaran Maafkan aku wahai yang menyimpan segala keindahan
berilah aku secercah makna
di balik ini bila sebening embunpun
engkau beri makna
apakah jiwa yang telanjang ini
akan mongering di tengah lautan hidup



SAYAPKU YANG PATAH
Kurenggut hatiku dari hidupku sendiri.,
bukankah bulan yang bundar dan ayu
akan tertawa memperoloku
bukankah matahari akan malas mandi
di ufuk timur

Akan kupatahkan jua semai malam yang mengulum mimpi,
yang kususun sendiri jauh di balik sana ,
adakah engkau perdulikan ini ?
adalah ibarat mekar bunga yang terkikis
angin barat yang nakal menghujam
Sayap ini telah sarat dengan haru biru sayap
inipun masih enggan menembus awan biru
patah dan merobek
apa saja yang ternaung dalam biru langit

TAK JUGA ENGKAU INGIN JUMPA

Bila aku langkahkan
kaki telanjang ini di relung hidup
kupijakan satu demi satu asa yang terbelenggu
lalu apakah engkau akan datang padaku
menyodorkan rembulan

apakah jua engkau rangkai
suara alam dalam kemasan yang indah
semenatara satu sisi saja hidupmu
belum aku baca satu baitmu
telah terbawa oleh gumpalan awan
yang terbang di atas tubuhku
yang terbujur menahan gejolak hati
apakah masih ada bahuku yang legam
mampu menggapai jemarimu yang mungil

ataukah hanya harap harap cemas
menunggu sang sutradara membuka layar permainanmu,
yang tidak pernah aku jangkau,
karena telah kutelanjangi apa yang kumiliki
ataukah telah nanar batas pandangku
untuk mencuri hatimu atau sejuta lagi
ketidakmampuanku
yang masih ada dalam sisi bayang diriku sendiri

inikah yang engkau niati
bila mencibir senyum padaku
yang sedang merenda nafas
dan kekuatan untuk engkau gantungi
dengan kemaunmu sendiri
yang tajam dan garang
biarkan aku renda saja
untuk diriku sendiri
atau juga aku letakan wajahmu
di luar batas pandangku
selamat malam....sunyi

BAYANG-BAYANG KERTAS
Saat aku lupa membelai rambutmu,
manis senyumu akan kau tunda
kau simpan dalam bingkai mimpiku
saat burung pagipun tidak berirama
kau tanggalkan warna bunga
di gelap wajahmu Lantas bila aku lupa tidak mengecup keningmu akan kau keringkan semai..... di dadamu
lantas pula bila sejuta
aku lupakan karena diriku sendiri
akan kau robohkan langit biru
lantas kemana lagi akan kau semayamkan
benih bara ini

Bila semua sendiku
akan berkata penat
lantas akan pula cinta
hanya kau selipkan dari kantong bajumu saja,
atau bayang tipis ini telah semarak
dengan lakon dan sunyi

ANGIN TENGGARA
Angin tenggara saat itu ikut
melepas kepergianmu tiada semilir
yang membawa kesejukan
hanya tulang-tulang yang lemah ini
ikut serta menjadi saksi
taktala seberkas misteri
telah tersapu tamak dan egonya jaman

Angin tenggara,
apakah jua kau bawa
badai yang menerbangkan
kehangatan yang tadinya terpagut kuat di maghligai ini
aku orang kecil yang mengayuh biduk
jangankan melawan badai angin tenggara
menahan ombak pantai yang menepipun
sudah sarat dengan peluh dan nafas yang berat

Angin tenggara,
jangan kau datangi
aku lagi biarkan aku yang berdiri kaku
pada kemampuanku
jangan kau ulangi lagi bila mata ini
telah terpejam tak mau lagi melihat
biduk kecil yang retak dihempas
ombak ketidakpastian

ENTAHLAH , MAU BERKATA APA ?
Kita sendiri mau berkata apa bila dalam diri
manusiia mengalir darah membara hingga ingin
melontarkan kekesalan hati dengan lontaran merah
dan membaranya mesiu Jangan kau
berkata benar, bila tangan kirimu sendiri

tidak mau menyaksikan tubuh yang terbakar
dan bau anyir darah tulang yang remuk
menjadi korban kebekuan hati
sudahlah mari kita gandeng
hidup dengan goresan warna
kesejukan bukan dengan lantang dan
garangnya mesiu
Sehingga aromanya mengotori kedamaian

bukankah Parto si tukang becak
juga punya catatan hidup di halaman belakang
buku hariannya,
atau Udin si tukang es ,
juga punya hak untuk memintarkan anaknya,
bahkan Warjo si tukang bangunanpun
telah punya caranya sendiri untuk menggapai hidup

Bukan kamu saja yang memiliki kodrat di tanah ini
untuk membenahi rumah dan hidupmu sendiri,
lantas berlalu lalang dengan asap yang tak kenal belas kasihan ataukah telah berhenti jantung hatimu sehingga
sorot matamu hanya terbatas pada
dinding kamarmu yang pengap,

lusuh dan gelap

REMBULAN DI HATIKU
Ingin hatiku melontarkan senyumku
jauh ke dalam jendela hatimu walau terhalang
beribu debu di padang gersang halaman rumahmu

Aku janji pada diriku sendiri
untuk persembahkan lagu indah
penuh makna diiringi nyanyi belalang
dari sawah ladang tempat emak dan bapaku menanam padi

Biarlah semua keindahan yang engkau
miliki menjadi sisi lain dari diriku
sisi di mana aku hanya mengenal mimpi.

PRAHARA BUMI INI
ada kalanya mansia harus berkata apa
bila langit mendung, tapi tiada rintik hujan
bila angin kembara
menerbangkan debu keangkuhan,
hingga tepi senja,
telah dicuri merah merona
awan derita jangan sekalian
engkau pernah menghujat bumi
yang tiada pernah merekah senyumnya

bila engkau kan ganti arah berputarnya
jangan kau harap masih ada segelas
nafas yang bersih bila padang tang kering
tak pernah kau tetesi embun pagi hari
gemercik sungai keci telah kau akrabi
dengan kotoran jiwa hingga bau busukpun
telah mengudara membentur
dinding langit membasuh wajah mentari
hingga kelam,
meradang semua yang bersemayam di bumi ini

KAWAN MASIH ADAKAH PAGI
Duduk di beranda wajahmu pagi
aku perhatikan telah tiada lagi
nyanyian burung penawar air sejuk
hanya ada bara api, dari hati manusia
yang menjulurkan kelu lidahnya sampaikan walau dada ini
hangus untuk mengajak mereka
agar berlapang dada untuk menghijaukan

kembali kebun buah yang ada di pelataran samping rumah
jangan ada lagi,
pohon besar yang malang
yang roboh dengan daun
yang berserakan sedangkan udara pagi
telah pengap dihujam perrih dan panasnya
nafsu manusia bilakah masih ada embun damai
yang menengok sudut hatimu
itupun masih menyisakan seberkas
kata yang tiada akan pernah bergeming
lantaran kicau burung telah terbungkam
oleh membaranya nafsu manusia.

Semarang, 8 Nopember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar