Kamis, 10 Desember 2009

PUISI cinta

1. ENGKAU YANG ADA DIMANA

Aku coba meletakan batas pandangku kearah rembulan
Yang menepi kemudian memberikan sebagian sinarnya
kemudian aku simpan di atap rumahku,
agar esok pagi aku bisa selalu melihat wajahmu
engkau, maukah kau hadir,
bila di halte BRT, di Mall, di setiap taman kota
engkaupun hadir menitipkan raut wajah, pada kantong bajuku
lalu aku jinjing hingga aku tergolek sepi
simpan saja sebilah hati ini bila engkau
tak mau lagi menembus batas pandangku


2, NYANYIAN IN I

Bernyanyipun nampak teduh bila di bawah pohon belimbing
di ujung jalan menuju rumahmu,
aku perhatikan sekali lagi, tiada kentara engkau menuliskan
novel cerita yang belum sempat aku pahami
adakah nyanyian yang mengharubirukan suasana
tentang hati yang terkapling pada sisi sebelah ini
adakah keretakan yang engkau pahami
nyanianmu biarlah merobek seluruh kulit tubuhku
nyanyianmu biarlah membuat tulang igaku bergeretak patah
nyanyianmu akan aku ajak hingga penat tubuh ini dan memar semua ototku


3. AKU TERJAGA, MALAMPUN BERTAMBAH TEMARAM

Ketika aku lipat seluruh nadi dalam kelopak mataku
Aku saksikan bintang-bintang berseru gembira
yang telah kau buat pijakan untuk menggapai pagi yang
masih terselip di bilik ufuk timur
engkau pula yang mengulurkan kedua tanganmu
lalu aku balas dengan sisi hati yang paling teduh
mengapa engkaupun melambung jauh ke kaki langit
hingga sementara tubuhku terbujur kaku
lalu nafas inipun mulai menghitung,
berapakah pagi yang bisa aku jamah
ketika aku terbangun

lengang inipun mungkin ditelan debu kiamat
sementara jam dinding bergetar melambat seakan hendak menertawaiku
tak lupa akupun susun satu rangkaian nafas
bila engkaupun masih menerbangkan awan
pada sehelai hidupku yang terbawa angin kembara

masihkah pula aku terjaga
bila temaram malam menjadi episoda jengkal hidupku
namun akupun kuda berlari
dari kehampaan , kekosongan atau kebodohanku
sebab aku hanyalah jiwa yang meluruh
bila engkaupun turut dalam temaram malamku


4. DI EPISODA TERAKHIR

Bila tabir ini sudah ditutup, sehingga masih ada sebagian
kisah hidup yang dikulum di pelataran rumahku
angin pagipun memunguti kembang seribu warna
biar aku selipkan di telingamu
namun tiada lagi satu sisi yang akan kau torehkan
dengan warna jambon berenda optimis

belum lagi perahu kandas ini menepi
lalu kau serahkan pilu yang meradang alam maya ini
adakah gemuruh debu yang mampu menelanjangi
bila satu demi satu kata hatimu telah aku lalui
hingga membentuk kembang wewangian
cempaka, bougenviole, nusa indah
yang mulai tidak mau lagi menggenggam
peluh yang aku bawa pada episoda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar