Seberapa banyak kumbang yang
berkaki tajam dan mata jalang, leher beruntai bulu warna warni dan sayapnya yang
menebarkan rayuan gaul, mirip eksotisnya Smash kala di panggung hiburan. Namun
kembang mawar, tetaplah melekat kokoh di kelopaknya.Bermandi derai kuning sinar
mentari, menambah segar dan ayu wajahnya. Inilah Restu,
“The Ice Girl” demikian
teman gaulnya memberinya nama keren.
“Emangnya berapa lama lagi kamu tetap
berwajah dingin, kaya Nada yang ketemu Mas Najib aja di Rock and Roll itu”,
habis istirahat pertama teman teman gaulnya berani request sebuah pertanyaan,
pada “The Ice Girl “ yang bersahaja itu. “Aku harus bagaimana, orang dari kecil
emang karakterku kaya gini” tanpa membanting sorot mata pada Irena yang nanya,
Ice hanya angkuh saja memberi jawaban.
“Kamu memang udik !, Ice !! apa kamu
nggak ngerti. Tuh Rush pelajar ca’em dan teladan lagi nguber kamu. Kamu kok
malah gacir” “Aku harus bagaimana to Ir, aku ya aku. Yang penting aku nggak
nyakiti dia. Ya, siapa saja memang bisa berteman dengan aku” “Ah, kamu sok nggak
tahu aja, Ice!. Lain lho kalau kamu perhatikan betapa sayangnya Rush pada kamu.
Minggu kemarin kamu dikasih kunci-kunci soal Try Out kan ?. Coba kamu pikir,
nggak sembarangan Rush ngasih seperi itu sama orang lain” “Kan sudah aku
sampaikan terimakasih aku pada dia”
“Kalau aku jadi kamu, Ice ?. Bawa dia jalan
jalan ke mana aja, ke Mall apa mejeng ke mana. He Ice, dia cowok ganteng berduit
lho !. Banyak temen kita yang naksir dia, contohnya…...!!!” “Kamu juga kan Irene
?” potong Ice Girls pada Irene, yang belum sempat merampungkan sepotong
kalimatnya. “Jadi kamu nggak naksir dia, Ice ?” “Aku, biasa aja. Kemarin di
ngajak aku lihat Karnaval Smart, tapi aku malas Ir !. Aku harus Bantu ibuku di
warung. Lagian siapa yang mbantu adik adiku ?”jawab Ice dengan wajah yang sahaja
, bagaikan “Sang Cleopatra” yang duduk di singasananya. “Lantas, kemana bapak
kamu ?, eh maaf ini privasi ya Ice?”
“Oh..nggak apa apa, bapaku kan jadi TKI di
Yaman dan entah sudah 6 bulan ini dia nggak ngasih kabar apalagi kirim wesel.
Jadi ibu kalang kabut nyari duit dan aku harus mbantuin. Itulah Irene !, aku
belum berani seperti kamu, aku kasihan sama ibuku” “Ya..udahlah Ice, kamu
bersabar aja, dan tetap optimis. Sorry yak klo aku sok tahu privasimu. Tapi
betul lho Ice , banyak cowok yang naksir kamu. Baik baik aja sama mereka ya Ice
!” pinta Irena. “Ya, saat ini aku memang lagi nggak doyan senyum Ir, jangankan
sekarang aku lagi bingung, dulu dulu aja aku nggak suka senyum, memang
karakterku kaya gini”. Tatapan mata Ice Girls alias restu begitu polosnya,
sehingga Irene pun tahu kalau cewek bidadari yang kadang kelihatan kampungan itu
memang bicara apa adanya.
Pertanda emang Restu belum mau menerima kehadiran
siapapun. Tapi apa bener ya!, demikian bisik hati Irene. Mengapa kadang kadang
Ice Girls suka ngobrol dengan Gagah, dimanapun saat sekolah sedang nggak ada
pelajaran, apa cowok yang udik itu telah berhasil merobohkan hati Ice Girls,
yang isi hatinya hanya dipenuhi gleiser atau gunung es yang bukan main
dinginnya. Atau memang piawainya gagah, atau memang apa?. Irene yang sok usil
itu tak henti hentinya penasaran terhadap gadis ayu itu. Yang jelas Irene
menjadi takut dan cemburu, bila Rush sukses membawa gunung es itu terbang ke
langit dengan sayap sayap Rush, yang penuh pesona.Ah, tapi mana mungkin Rush
yang bokapnya eksportir itu mau dengan Ice Girls, yang keluarganya aja membuat
cewek itu menjadi cuek dan tanpa glamour. Ah beruntungnya kamu Restu, yang punya
wajah kaya Lady Dy, dan badan lho yang semampai dibungkus kulit yang putih
bersih.
***
“Irene !”, “
Apa’an Ice “ “Bel masuk, kamu nglamun ya ?” Tanya Ice
“Ah..he..nggak kok, Cuma hari ini aku agak sluntruk” seru Irene dengan nada
gagap, seakan melihat hantu di kantin sekolah. “Kamu, kan yang naksir Rush
?terbuka aja sama aku Ir, aku nggak pantes deh enjoy sama cowok gedongan macam
Rush. Kamu nggak usah takut , aku nggak marah kok ?” kata kata Ice begitu
lembutnya, lantaran dia tidak ingin cewek dekatnya yang anak gaul dan super kaya
itu jad sakit hati, lantaran dia menggapai cinta Rush. “Jujur saja Ice, kamu
nggak naksir sama Rush, kan ?” Tanya Irene sembari berjalan menuju kelas mereka.
“Aduh Irene, kita kan berteman sejak SMP, kapan kamu tahu aku bo’ong. Apalagi
kalau masalah do’i. Aku seneng lho Ir, klo kamu juga enjoy sama Rush!” “Bantu
aku ya Ir, aku ngebet sama.Rush. Eh…dia malah ngebet sama kamu, aku tidak ingin
Rush jatuh ke tangan cewek lainnya “
“Nggak usah la yao, nanti kamu cemburu “
Ice segera menyiapkan buku Bahasa Ingrisnya. Karena Pak Johan yang kaya Arjuna
itu sudah berdiri di depan mereka. “Ice, kamu mau jadi pacarnya Pak Johan,
ganteng lho Ice !” “Ngaco kamu ?” “Tapi Ice, kalau aku perhatikan Pak Johan juga
ganteng Ice !. Banyak lho temen temen yang naksir dia, tapi semuanya takut dekat
sama “guru yang kaya Roy Marten itu”.
Tapi kayanya dia naksir kamu juga Ice ?.
Pernah main ke rumahmu, Ice ?’ Mulut Irene yang bawel itu masih saja meluncurkan
oongan yang ceplas ceplos, meski Pak Johan sudah mulai mengajar mereka.
Sementara itu bidadari bidadari kelas XII, belum siap banget memasang telinga
mereka untuk belajar Bahasa Inggris. Bahkan sebagian dari mereka malah asyik
ngrumpi membincangkan penampilan Sang Roy Marten yang mengenakan kemeja bergaris
merah biru dengan lengan panjang. Tapi masih saja guru ganteng itu memasang
wajah yang angker, meski kadang kadang melempar pendangan ke arah Ice Girl.
Wajah Guru Arjuna itu menjadi merah padam kala anak anak bengal itu masih saja
ribut. Sementara itu Irene segera melayang terbang ke angan, bertemu dengan Rush
yang membawakan lagu lagu cinta, seperti Sharu Khan yang sedang merayu cewek
pujaannya itu. Sebentar sebentar dia jatuh di pelukan Rush dan sebentar sebentar
pula bibir yang membarakan De’Amour itu saling bertemu. Ice tetap saja belum
mampu bersikap setegar karang di lautan, bapaknya yang berkorban segalanya untuk
ibu, dia dan adik adiknya belum terdengar kabarnya. Apalagi bila dia ingat nasib
yang banting tulang menjual nasi pecel di depan rumah, serta manja adik adiknya
yang merindukan kepulangan bapaknya.
Ah, mengapa aku tidak seperti Irene.
Angela, Ririn dan cewek lainnya yang begitu happy. Ah mana mungkin aku bisa
menghias senyuman pada mereka, cowok yang memburuku. Meski aku tahu, Rush,
Gagah, Pak Johan dan lainnya berusaha mendekatiku, tapi aku sendiri tidak tahu
di mana aku simpan sebongkah hati ini. Sayup sayup dan semakin keras, mereka
berdua mendengar nama mereka dipanggil Pak Johan, sehingga mereka kembali lagi
ke kelas mereka setelah mereka berkelana dari sudut ke sudut lamunan mereka.
“Sekarang saja kau Irene dan Restu !. Cepat keluar. Kamu berdua menghadap BP.
Pak Guru tidak mau mengajar kalian yang kerjaanya hanya melamun. Curhatlah kamu
pada BP sepuas puas kamu. Kelas bukan tempat untuk melamun, cepat kamu berdua ke
luar kelas “ “Maaf Pak !, tapi apa salah kami berdua ?’ Irene yang punya
karakter suka konyol menjadi uring-uringan, megapa dia berdua diusir dari kelas,
padahal dari awal mereka berdua tidak membuat gaduh. “Pokoknya bapak minta kamu
berdua menghadap BP, disana nanti akan dijelaskan salah kamu itu apa “ Meski
hati Irena masih menyimpan rasa dongkol, kini dia dan Ice ngeloyor ke ruang BP
untuk ketemu Bu Shanti yang dikenal siswa sebagai guru BP yang bijak dan lembut.
Pada guru yang cantik dn anggun inilah dia sering curhat, dan dari Bu Shanti
inilah Ice Girls tahu bahwa Pak Johan sangat menaruh hati denganya, bila Ice
lulus dari SMA kelak Pak Johan betul betul berniat untuk menikahi gadis Gunung
Es ini. Ice hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman yang tipis, yang
sulit untuk diartikan oleh Bu Shanti. Bu Sahntipun tahu senyuman inilah yang
menjadi cirri khusus Ice Girls, tapi terbukti banyak merobohkan hati pria.
***
“Siang Bu Shanti !, aku disuruh Pak Johan menghadap Ibu, padahal kami belum tahu
apa salah kami “ “Begini, ya Irene, kalian berdua sudah dikenal semua guru,
kalau di kelas suka ngelamun, kadang ngomog sendiri, kadang tidur. Dan tadi Pak
Johanpun lapor dengan Bu Shanti. Kalau kalian suka ngaco di kelas, tahu salah
kalian ?”
“Tapi kalau ngelamun, apa nggak boleh Bu ?” Tanya Irena dengan pipi
masih kemerahan lantaran masih menyimpan seribu kedongkolan. “Siapa yang
melarang ?. Melamun, adalah hak kamu ?. Tapi kami semua khawatir, mengapa kamu
semua melamun. Lebih baik masalah yang ada disharingkan dengan guru, jadi kami
bisa memberikan way out-nya. Cobalah Irene, sharing denga Bu Shanti,ada masalah
apa ?”. Bu Shanti dengan lembutnya membimbing Irene, cewek kaya yang kolokan
itu, yang mudah uring uringan dan sering membuat marah guru guru.
“Ah, nggak kok
Bu, Cuma masalah anak anak saja kok Bu !” “Bener ?”
“Bener, Bu ?”
“Baiklah, kamu
bisa ke kelas sekarang. Hanya Restu bisa tinggal sebentar?’ Restu atau “The Ice
Girl” hanya mengangguk kecil, dan kini Bu Shanti sudah duduk disebelah Ice
dengan sorot mata dan senyuman yang lembut. “Restu ?, kalau Irene hanya masalah
anak anak remaja saja. Tapi kalau masalah kamu, memang banyak menarik perhatian
guru guru. Kamu dikenal oleh guru sebagai siswa yang baik dan santun, semua
masalah yang kamu alami, bukan salah siapa siapa, tapi keadaan memang harus
seperti itu.
Belajar keras agar kamu lulus dulu, setidak tidaknya kamu sudah
sedikit mengatasi masalahmu “ “Baik, Bu ?” “Tentang masalah keluargamu, jangan
kamu berpikir terlalu serius !” “Maaf, Bu !, tapi aku nggak bisa Bu !. Bapak
entah nasibnya bagaimana, Ibu terlalu keras membanting tulang. Sedangkan adik
adiku sering menanyakan bapak. Kalu dulu bapak bisa kontak lewat Hp dengan
Burhan dan Ikhsan yang masih kecil. Tapi sekarang, ah entah, Bu ?” “Restu ?,
masalah bapak kamu Ibu yakin, nanti juga akan ngirim kabar. Kamu kan tahu
keadaan di Yaman sedang kacau, mungkin karena hanya gangguan komunikasi saja.
Sedangkan masalah lainnya, adalah masalah yang biasa terjadi dalam kehidupan
ini, Selama manusia masih berniat untuk memperbaiki nasibya, Tuhanpun akan
memberikan jalan.”
“Terimakasih, nasehatnya Bu ?” “Restu !, seperti yang Ibu
katakana dulu. Pak Johan mengerti semua dengan keadaanmu, dan diapun tidak main
main dengan niatnya.
Dia sudah cerita sama Ibu, diapun berniat menyekolahkan
kamu sampai perguruan tinggi. Bu Shanti perhatikan, kamu jauh lebih dewasa
dengan gadia lain yang seusiamu, mungkin karena kamu sudah terbiasa dengan
masalah dalam kehidupan ini. Maka cobalah kau mengerti, kalau kamu belum siap
dengan ini semua, setidak tidaknya kamupun bisa mempertimbangkan masalah ini.
Jelas sampai kanapanpun Pak Johan akan menunggumu, hingga kamu siap, Restu !,
jangan sakit hati ya !”
“Ah, nggak Bu, Restu belum bisa menjawab Bu, entahlah…?”
“Sekarang kembalilah ke kelas !” The Ice Girls belum mengerti betul, bagaimana
dia harus bersikap dalam menghadapi ini semua. Dari balik awan, dia tahu, wajah
Pak Johan mengintip dengan kumis tipis melintang, sekali sekali diapun menatap
wajah itu di balik cakrawala dan wajah itupun tersenyum manis. Diapun tidak tahu
mengapa dia kini menyambut senyuman itu. Apakah Gunung Es di hatinya telah mulai
mencair, diapun tidak tahu. ***