Kamis, 05 Agustus 2021

Janji Anyelir

Prima memang telah kencan dengan Sandi untuk bertemu di ultah cewek gaul ini seminggu yang lalu. Ucapan Prima memang telah membalut begitu kuat di setiap denyut nadinya.

 Lantaran malam ultah sang princess of heart-nya, seakan langit akan berkubang seribu warna kembang api. Setiap barisan ombak di lautpun akan berhenti sejenak, air terjun akan berganti memberi senyum yang indah, kepada semua yang memadu cintanya, saat saat detik tanggal lahirnya

. “ Ntar kita akan mejeng di mana , San “ seru Prima dengan hati yang berharap cemas agar malam ultah Sandi segera tiba. Mataharipun telah Prima beri pesan supaya berputar lebih cepat. “ Nggak tahu . 

Aku lebih merasa romantis bila kita nikmati malam ultahku di Malioboro saja. Gimana Pram ? ” jawab Sandi, gadis manis yang telah menghanyutkan seluruh nadi dan jantung Prima dalam samudra pesonanya. Prima hanya diam sesaat, seribu bunga warna jingga kini melintas di sudut hati cowok ganteng ini, lantaran hadirnya Sandi. Kekaguman Prima pada Sandi ternyata lebih menghanyutkan ketimbang yang lain. Primapun baru sadar ketika Sandi menggayutkan tangan di punda Prima. 

”Kok diam saja sih Pram !. Apa kamu masih ingin enjoy lagi dengan Anyelir, cewekmu dulu yang seindah bunga sorga, yang beribu kali lebih baik dari aku, Pram ? “ . Primapun tersentak kaget, mendengar Sandi merajuk seperti anak kecil, yang penuh cemburu . Menggayutkan lagi masa-masa silam ketika dia masih memiliki Anyelir , yang kini di LA mengikuti ortunya yang bertugas sebagai bos perusahaan swasta. ” Sandi, aku tidak mau kamu menyebut nama itu lagi di depanku . Kamu miliku Sandi. Aku sudah lupa sama Anyelir. Biar kamu saja yang singgah di hatiku . Tolonglah San ! ” ”Habis kamu tadi nggak dengerin omonganku Pram, aku lihat tatapan mata kamu kosong. Kayanya kamu mbayangin malam bertabur bunga bersama Anyelir. Maafin aku ya Pram ? 

” Sandi menyodorkan tangannya dengan mata di balik kacamatanya menatap sendu. Prima merasakan seluruh tubuh ini terbang ke angkasa. Ah Sandi kamu begitu penuh pesona, semoga engkau tidak berlalu , seperti Anyelir, begitu bisik hatinya. Primapun menyambut tangan Sandi dengan senyuman yang tergambar dari hati ini yang terindah, Sandiipun melempar senyum tipis dari bibirnya yang lembut sembari mengulurkan tangan kirinya juga untuk merapatkan tubuhnya ke arah Prima. Dan kini dia merebahkan kepalanya di dada. 

Primapun membalasnya dengan mengusap rambut Sandi yang harum. Sesekali diciumnya rambut Sandi sembari membisikan segumpal kata sayang. ” Pram , aku sering cemburu , jujur saja sama aku ya , Pram ! . Anyelir jauh lebih segalanya darui aku kan Pram ? ” ” Ah. . . kamu ini , aku kan nggak mau kamu menyebut-nyebut dia lagi ! ” ” Tapi , Pram. Kalau kamu emang pengin terus dekat aku, kamu harus bisa melupakan dia. Itulah yang aku pinta ” 

” Lho, emangnya aku masih memburu Anyelir. Biarkan dia bahagia di LA. Dia nggak kurang satu apapun ! “ “ Kok kamu tahu dia bahagia di LA , kamu kontak dia ya ?, Kamu masih pengin lagi bersama dia, gadis cuakep, kaya, pande lagi ? “ Tutur Sandi sambil menyurutkan langkah menjauhi Prima cowok yang dia anggap segalanya, Meski telah banyak cowok ganteng dan gaul yang naksir dia. Namun hanya Prima Antariksa aja yang membuat dia menyerahkan sebilah hati miliknya. “ Udahlah San, kamu jangan mancing – mancing aku terus dong. Aku harus ngomong gimana. Itu kan masa- masa lalu San ?, Sekarang yang ada hanya aku dan kamu ! ”. 

Primapun tahu persis perangai cewek kolokan ini. Maka Primapun tak mau buang waktu lama, dia segera duduk mendampingi cewek gaul ini di sofa warna biru laut, yang lagi marah nggak karuan arahnya, tapi setianya amit- amit nggak ada yang mampu menandingi, meski kadang kadang masih suka kaya anak ABG aja wataknya . Justru saat seperti inilah yang ditunggu Prima , karena dia bisa melihat alami wajah cewek kolokan ini. Maka diapun lantas membiarkan Sandi hanya menghabiskan malam mingggu ini dengan wajah berselimut mendung kelabu, yang penting dia bisa melihat wajah ayu Sandi. Malam kini berselimut kebisuan karena rembulan telah hampir menyentuh tengah langit, pertanda malam semakin larut. Udara dingin kini terasa sekali menusuk tulang mereka, lantaran memang dari pagi hujan tiada henti. 

Sepanjang perjalanan pulang melewati jalan Kota Semarang yang membisu di telan dinginya gerimis, Prima masih saja terkungkung dengan makian Sandi. Bukan lantaran sakit hatinya tadi, namun karena Sandi mengajaknya untuk menghadirkan kembali Anyelir yang berusaha dia kubur dalam – dalam. Bersama dengan air gerimis yang terus menerpa kaca mobil Xenianya, Prima kembali angannya ke dua tahun silam. Ketika dia mencoba datang ke rumah Anyelir di Ungaran, yang beberapa hari sebelumnya nggak ngasih kabar. Namun rumah itu telah kosong tiada berpenghuni, hanya kerabat Anyelir saja yang masih menunggu rumah itu. ”Jadi kamu yang bernama Prima Antariksa ? “ . Jawab lelaki setengah baya yang ternyata Pamannya Anyelir. ” Benar Om, Aku mau bertemu Irna Om ? ” 

” Lho apa kamu belum tahu ? “ “ Belum Om, Emangnya ada apa ? ” ” Om nggak berani ngomong, Mas. Hanya surat ini yang Irna titipkan untukmu. Silakan kamu baca. ” ” Surat apaan Om ? ” “ Nggak tahu aku, Mas Pram, Irna nggak pesan apa – apa hanya menitipkan surat ini ” Jantung Prima semakin berdegup keras, kedua tangannya terasa bergetar kala membuka amplop itu. Meski Prima nggak tahu perisi isi suratnya, namun dia sudah mampu menduga apa yang terjadi. Sebaris dua baris dia baca surat itu hingga baris terakhir , Adakah sisa hatiku yang mampu aku naungi untuk menerima kenyataan ini, demikian bisik hati Prima yang kini hanya mampu duduk di sudut kursi tamu rumah Anyelir yangh mewah. 

Bukankah Anyelir seminggu yang lalu biasa –biasa saja sikapnya, tidak ada sepotong katapun ia luncurkan tentang rencana kuliah di LA. Ataukah memang dia pandai menyimpan rahasia, atau mungkin saja dia telah menyembunyikan cowok lain yang jauh lebih baik segalanya dari aku. Pertanyaan itu berulang silih bergani datang dan pergi dari hati Prisma. Meski perhatiannya kini hanya tertuju pada jalan aspal yang ada di depanya. 

Primapun menjalankan mobilnya dengan pelan, menyusuri jalan Ungaran Semarang yang padat. Malam tahun baru hampir tiba, Sandi udah nyiapin pakaina baru lengkap dengan assesorinya. Kesempatan itu udah dia bayangin, betapa mesra dan berkesan nantinya bermalam tahun baru di Malioboro gabung dengan ABG fansnya dari seantero mana aja. 

Terlebih lagi pada pesta nanti dia akan bareng dengan cowok yang singgah di hatinya, yang gantengnya kaya Arjuna turun dari kahyangan. Sesekali dia ngebel Prima, sekedar curhat ingin segera bermalam tahun baru di Malioboro. Primapun tidak ingin melepaskan saat saat romantis nanti, meski dia masih terpagut dengan bayangan Anyelir yang memberinya janji akan ke Indonesia, saat malam tahun baru setahun lalu. Tapi nyatanya janji itu hanya terbawa angin liar entah ke mana, barangkali kehidupan di negara Paman Sam telah memberikan segalanya.

 Prismapun telah mati-matian melupakan sekuat tenaga, berniat mengubur kuat-kuat kenangan bersama Anyelir. Namun penantian kali ini telah pupus sudah setelah hadirnya Sandi, cewek yang ayu, berkulit kuning dan semampai tubuhnya., apalagi dengan pemanis kaca mata minusnya yang menambah seribu pesona bagi dirinya. Namun sifat kolokannya yang belum bisa dihilangkan, tapi bagi Prima hal ini tak pernah digubrisnya ” Prima , ada telepon ” seru mamanya dari ruang tamu yang sempat membangunkan lamunannya, pergi ke negri awan bergandengan tangan dengan Anyelir. Membagi suka bersama sekaligus menambatkan gelora hati. Tanpa menunggu lama kini dia sudah memegang gagang telepon rumah. 

” Met pagi Pram, kamu masih hapal suara ini. Boleh aku bicara sama kamu Pram ? ” papar sebuah suara dari dalam gagang telepon. ” Kenapa nggak, kamu kan temanku yang dulu pernah aku kenal ” ” Betul, Pram ?. Apa dari hatimu yang tulus ?, aku jauh – jauh dari LA sengaja ke sini hanya untuk ketemu kamu Pram, 

Meski aku jauh dari Indonesia, namun bayangan kamu tetap hadir di hatiku Pram. Aku kangen sama kamu, boleh aku ketemu, kamu Pram ? ” . ”Tentu, Ir . Sekarang posisimu ada dimana ?, kalau udah di Semarang biar aku jemput saja. Kebetulan hari ini aku nggak ada acara, ” pinta Prima yang masih memiliki perhatian yang lembut kepada cewek yang pernah fade-away sama dia dengan hanya selembar surat ”Biar aku naik taksi aja , makasih sebelumnya Pram, kamu emang cowok yang penuh perhatian dan lembut. Aku tahu persis dirimu lho Pram, aku belum pernah ketemu cowok kaya kamu, betul lho Pram aku ngomong sebenarnya ” seru Anyelir dengan suara yang patah-patah lantaran barangkali ucapan itu emang keluar dari hati yang paling dalam. 

”Makasih banget yang kamu ucapin tadi, ya udah gampang nanti kita bicara di rumah Sekarang aku tunggu di rumah ya, ” ” Betul ya Pram , jangan pergi, jangan menghindar Pram Aku serius ingin ketemu kamu ” ” Sifat kaya gitu nggak bakalan ada di hatiku, udah ya tutup aja telepon ini, aku tunggu kamu di rumah. Met ketemu lagi ya Ir ”. Prima segera menutup telepon itu, 

Lantaran jantungnya berdegup keras, sekeras duat ahun lalu kala Anyelir meninggalkan dia tanpa pesan. Kegalauan hatinya ini bukan karena pertemuannya nanti dengan Anyelir, namun Prmapun tahu acara dengan Sandi bakalan kacau, padahal dia sudah memberikan janji ama Sandi bakalan ngasih happy birthday di Malioboro malam nanti dan mestinya saat ini juga dia harus berangkat menjemput cewek kolokan itu. Apa jadinya bila dia ngaak nepatin janjinya itu, bisa-biasa terjadi kiamat 2012. Makanya kini Primapun harus jujur berkata apa adanya terhadap Anyelir, meski diapun tahu bakalan membuat luka hati Anyelir. Pintu belakang taksi kini terbuka sudah, tak lama keluarlah Anyelir bersama Madam Ivon temen Anyelir dari Paman Sam. Kedua remaja inipun kini berpelukan kaya dalam akting sinetron. ”Met ketemu lagi Irna, silakan masuk saja ”. 

Kedua remaja itu lama berpelukan, terutama Anyelir yang lama baru bisa melepas pelukan itu, lantaran seribu rasa kangen yang lama menggumpal di dalam hatinya. Kini hanya mereka berdua yang ada di berabda depan rumah Prima. Sementara itu Madam Ivon lagi tenggelam asyik bersama-sama dengan Mama dan Papanya Prima lagi punya acara sendiri ke Bandungan. ” Kamu tambah kurus Pram, Ayo dong enjoy. Sambut aku yang dari jauh dengan ceriamu dong. Mana Prima yang dulu amat mesra dan lembut itu, ayo dong ? ” . Anyelir sengaja merapatkan duduknya di samping Prima.

 Namun cowok ganteng itu memang udah nggak kaya dulu lagi. Lantaran janji Anyelir yang hanya di bibir saja. ” Ah biasa aja kok Ir, emang beginilah tampang Prima, sedari dulu juga emang kaya gini, cowok yang nggak punya apa-apa , hanya bisa menerima janji-janji doang “ . ”Aku tahu hatimu Pram, aku memang bersalah meninggalkan kamu setega itu. Namun apa dayaku Pram melawan kemauan Papa dan Mama. Papa ditugaskan ke LA oleh Om William untuk memimpin perusahaannya di sana. Sedangkan aku diminta papa untuk kuliah di sana. Emang saat itu aku kalut sekali Pram . Apalah aku ini bila nggak dekat kamu ” 

Terlihat Anyelir sudah basah matanya menahan kegalauan hatinya. ” Aku juga nggak tahu harus bagaimana saat itu, Seharusnya kamu bisa sms atau kirim email sama aku, Seberapa beratnya sih kirim sms apa email ?. Sehingga aku jadi tahu apa arti semua ini ” ” Maksud kamu gimana Pram ? ” ” Seandainya aku harus menunggu kamu sampai kamu balik ke Indonesia, sampai studi kamu berhasil akupun sanggup menunggu,. Tapi ya udahlah Ir. Kamu udah menentukan demikian ya udah ” Kini hanya terlihat mata dan pipiAnyelir yang basah penuh air mata, demikian juga hati Prima yang masih merasakan perih lantaran sembilu cinta telah mencabik hatinya. Anyelirpun tidak mampu berbuat apa lagi, kini hanya pelukan mesra kepada cowok yang dikhianatinya sekaligus diharapkan cintanya lagi. Lama Anyelir berada di pelukan Prima, sehingga pipi Prima kini hanya dipenuhi air mata Anyelir. Setelah kembali Anyelir menemukan hatinya lagi, maka dilepaskanya pelukannya itu, sementara Primapun masih terlihat diam membujur. 

” Inilah lemahnya seorang wanita , apalagi menghadapi papa yang sikapnya keras ” ” Emangnya kamu diapain ? ” ” Papa dan Mama minta aku untuk hidup bersama dengan Om Chandra, bawahan Papa yang juga ngikut kita ke LA. Meskpun dia tak kurang suatu apapun, namun hanya kamu yang singgah di hatiku hingga kini, Pram ! ” 

” Kasihan dia dong kamu tinggalkan , jangan sakiti dia seperti kamu nyakiti aku dulu, Ir ” ” Teganya kamu bilang begitu Pram. Apa dah nggak ada lagi hatimu ? ” ” Aku juga tahu perasaanmu Ir, tapi kamu juga harus tahu betapa goncangnya diriku saat kamu tinggalkan, berhari-hari tak secuil nasipun masuk ke prutku, hingga aku sakit Sejak kita duduk di bangku SMP kita sudah saling dekat. Tujuh tahun kita selalu bersama, tapi kamu tinggalkan begitu saja, hanya selembar surat perpisahan yang kamu pinta sendiri. 

Sampai mama dan papa membawaku kerumah sakit agar aku sembuh, Saat itu datanglah Sandi yang mendampingiku, aku tahu dah lama dia ingin dekat aku, tapi aku selalu milih kamu ” Terdengar isak tangis memenuhi ruang beranda itu yang kini dipagut kisah cinta dua remaja yang saling harus mengerti arti saling memahami satu sama lain. 

Keduanya kini hanya terdiam , masing-masing kini dililit lamunan yang membawa mereka ke angan masing-masing. ” Pram, ajak aku kemana aja untuk ber-happy ending bareng kamu, sebelum aku balik ke Jakarta. Barangkali ini untuk perpisahan kita. Kan dua tahun lalu aku nggak sempat ngucapin perpisahan sama kamu. Kamu mau kan ?, kamu masih seperti Pram yang dulu kan ? ” Pinta Anyelir dengan mata sayu seakan meminta Prima menuruti kemauannya. ”Aku memang Prima yang masih seperti dulu, sahabatmu. Tapi aku nggak mau meluikai hati dia. Sekarang nggak ada lagi yang aku miliki selain dia. Maafin aku ya Ir. Sungguh berat memang yang namanya perpisahan, tapi aku harus gimana lagi ?.

 Kamu cantik lho Ir, aku yakin kamu akan mudah mencari penggantiku ’Aku ., ya udah Pram. Semoga Tuhan Mempertemukan aku lagi, Boleh aku mengajukan permintaan Pram ? ” ” Akukan sahabatmu, kenapa enggak ” ”Aku akan mengucapkan met ultah untukmu diamanapun aku berada, sebagai penebus atas kesalahan aku sama kamu. Dan sebuah pertemuan yang indah untuku. Meski engkau telah bersanding dengan Sandi, aku tak perduli. Bolehkah Pram ? ”


 ” Tentu saja Ir, akupun akan selalu menunjungimu dimanapun kamu berada bila nanti aku ke Jakarta, Asal kamu tetap memberiku alamat ” Kedua remaja itupun kini kembali berpelukan entah untuk yang terakhir kali. Yang jelas dalam hati kedua remaja tersebut sebenarnya masih ada benih cinta, namun karena kedua saling menyayangi dan saling mambahagiakan, maka merekapun kini saling mengambil jalan sendiri-sendiri.. 

Malam di Kota Semarang kini menjadi saksi terjalinya benih cinta antar Sandi dan Prima. Meski kedatangan Prima ke rumah Sandi terlambat, namun Sandipun menerima alasan demi mereka berdua. Kini mereka bermandikan cahaya warna-warni kembang api tahun baru.

Biru Rinduku

Malam yang pekat ini betul betul menjadi sokib setia Revie , yang sering menyandarkan kedua tangan dan kepala pada lututnya di springbeed, berseprei biru, sebiru derita dan galau hatinya. Bilah hatinya yang sedang larut dalam galau dan sendu, benar benar tidak mau bersikap kompromi dengan benak otaknya, yang sebenarnya berhasrat untuk bisa terlelap sepanjang malam ini. 

Namun hingga suara kokok ayam jantan dari kejauhan yang melengking tidaklah membuat kedua matanya yang sembab itu terlelap, tapi kokok ayam jantan yang saling bersahutan itu serasa malah menertawainya. 

“Kamu pasti bisa melaluinya, Vie !”, kata kata bijak beberapa tahun silam itu kini memenuhi benak hatinya, lantaran kata kata itu yang terkadang mampu menghilangkan galau hatinya, meski hanya beberapa saat. Saat kata itu muncul, kegalauam Vie pun kembali meluruh, namun derita hati yang menderanya jauh lebih berat dari magis kata kata dari guru BP-nya di sekolah. Terutama rasa rindu yang mendalam dengan mama, curahan kasih sayang sejatinya, yang selama beberapa pupuh tahun mengembangkan bisnis keluarga mereka ke Malaysia. Namun hingga kini tiada angin lalu seberkaspun yang mengabarkan di mana mamanya berada, apa jatuh ke pangkuan pria lain atau meninggal di sana atau telah sukses bisnisnya sehingga tidak mau kembali ke Indonesia lagi.
 *** 
“Revie, jaga adik adikmu !, besok pagi papa berangkat ke Malaysia. Papa janji akan selalu mengabarimu !, ketemu apa tidak dengan mamamu !” sebuah janji papa Revie pernah meluncur dan hingga kini masih terus kental menetap di sudut hati Revie, meski sudah lima tahun berlalu. Namun janji itu hilang ditelan angin binal, sehingga bagi Revie janji papanya hanya sebuah kata perpisahan. 

Penantian panjang Revie dan adik adiknya sekarang bertambah panjang dan berat, rindu pada mama saja belum terobati, apalagi ditambah dengan teganya papanya meninggalkan mereka begitu saja. Hingga ingin rasanya Revie melengkingkan teriakan panjang agar di dengar tebing tebing yang memusari rumah sederhana itu, namun apa daya bila tebing tebing itu hanya diam membisu. Bibir yang memucat dan rongga kedua mata yang dalam di wajah yang dingin seperti mayat hidup mengubah penampilan Revie, yang dulunya dikenal remaja gaul yang cantik kini mirip dengan nenek sihir. Namun guratan kecantikanya di wajah yang dia miliki masih kelihatan jelas. 

Beberapa tahun silam Revie menjadi kembang yang banyak dipusari cowok cowok gaul di sekolahnya, tetapi mereka kini menjauh lari ketakutan seperti melihat hantu kuntilanak di siang hari bolong. Namun bagi Revie kepedihan hatinya itu, tidak seberapa ketimbang kasih sayang ortunya kepada dia dan adik adiknya yang begitu saja putus di tengah jalan. Apalagi setelah dia putus sekolah dua tahun silam, yang terpaksa dia lakukan demibiaya untuk sekolah adik adiknya yang entah dari mana dia dapatkan. Semua gemerlap yang pernah dia miliki pupus begitu saja, sokib sokib setia yang meninggalkan dia karena rasa simpatik terhadapnya telah hilang. Mobil pemberian papanya yang terpaksa dia jual untuk keperluan hidup dan sekolah adik adiknya. Semua telah sirna, bahkan sofa sofa serta mebel jati kuno terpaksa dia jual dengan harga murah. 

Namun apapun alasanya, Tuhan Yang Kuasa menciptakan machluk yang bernama manusia seperti kita, yang dilengkapi dengan software kepedulian, tinggal masalahnya kita berkehedak mengaplikasikan apa tidak. Di balik rasa iba yang dimiliki semua sokib Revie terhadapnya, sebagian besar hanya tersimpan di dalam lubuk hati mereka semua, kecuali bagi Ardie yang berteman dengan Revie sejak mereka masih duduk di SMP, sejak Revie masih utuh dalam mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. 

Apapun keadaan yang dialami Revie, Ardie tidak pernah berlalu begitu saja, meski mereka betaut hanya sebatas sahabat saja. “Vie ! , akupun tidak mau menerima cobaan sepertimu, aku nggak bakalan kuat !” seru Ardie di sore hari di beranda depan rumah Vie, yang dindingnya mulai kusam dan retak di sana sini. “Apa, maksudmu ?” sanggah Revie. “ Yah..!, seperti kamu jelasnya juga nggak bakalan tahan dengan derita ini, karena tidak ada pilihan lain, kamupun harus menerima ini semua “ “Ardie !, akupun tidak mau terus terusan curhat padamu, aku kasihan sama kamu yang dulu sering menjadi tempat curhatku, aku sudah mulai tahan dengan ini semua. 

Justru dengan cara seperti inilah aku bisa menjadi wanita yang kuat “ “Aku percaya, Vie !, kamu sekarang sudah mulai menemukan diri kamu sendiri, aku yakin kamu mampu menjadi wanita yang mandiri dan tangguh “ Revie hanya tersenyum manis dari bibirnya yang mulai kelihatan memerah, dalam hatinya terus berkecamuk rasa penasaan yang mendalam tentang hati sokib dekatnya, yang pemalu polos tapi penuh perhatian. 

Mengapa dia selalu menyediakan waktu, tak segan menolong dengan kedua tanganya yang ringan dan sering harus merogoh koceknya untuk menolong Revie. Reviepun tahu hanya cowok ini yang cocok dihatinya, apabila dia harus bersanding denganya mengayuh bahtera hidup. Namun Ardie tidak pernah memberi perhatian khusus itu, dia hanya semata-mata menolongnya lantaran Ardiepun pernah jatuh sama seperti yang dia alami sekarang. Sehingga sekarang Ardie hanya mampu menamatkan sekolahnya sampai SMA dan bekerja di pabrik sebagai tukang las listrik. Tapi bagi Revie apapun kondisi Ardie, dia tetap menerimanya, bukankah kondisi cowok itu jauh lebih baik darinya. 

Bahkan dalam hati Reviepun telah mulai tumbuh getar halus padanya, namun Reviepun masih menunggu kapan cowok itu bisa bersikap macho, meski Revie tahu hati cowok itu bagaikan hati seorang malaikat. “Revie !” Ardie memanggilnya, sehingga lamunan Revie menjadi meluruh. “Ya, ada apa !” “Maafin, ya !, kalau ucapanku membangkitkan kenangan pahit untukmu “ “Never mind, Ardie !. Kenangan pahit biar menjadi masa lalu bagiku. Hmmm , aku ingin sebuah langkah ke depan yang matang. Meski aku hanya seorang tukang cuci, aku sekarang mulai menatap masa depanku, yang penting ke dua adiku bisa bersekolah” seru Revie dengan tatapan mata yang berbinar ke Ardie.

 “Syukurlah, Revie !, itulah yang aku harapkan, kamu bisa bangkit dengan kondisi apapun sama seperti aku, yang hanya tukang las “ “Ardie, kamu punya acara sore ini ?” “Nggak, ada apa !” “Kita jalan jalan ke mana aja, mumpung langit cerah. Kita lupakan derita yang kita alami, yang penting sore ini kita happy “ “OK, aku setuju bangget. Nanti jangan lupa kita ke Istana Bakso, biar aku yang traktir !” “Mari kita came on “ “Yoi...!!!!” 

Kedua remaja itupun menembus keramaian kota, untuk melabuhkan hatinya masing masing. Karena asmara bukan hanya milik para juragan atau kalangan the have saja, tetapi mereka berdua yang mulai bangkit dari keterpurukan juga berhak untuk memiliki. Kabut hitam yang selama bertahun tahun menaungi hidup Revie, kini mulai memucat dan berganti warna biru ***

Senyum

Harum mewangi bagaikan mawar merah yang tumbuh di pekarangan rumah, berkelopak hijau dengan keanggunanya bila ditiup angin pagi.
 Seberapa banyak kumbang yang berkaki tajam dan mata jalang, leher beruntai bulu warna warni dan sayapnya yang menebarkan rayuan gaul, mirip eksotisnya Smash kala di panggung hiburan. Namun kembang mawar, tetaplah melekat kokoh di kelopaknya.Bermandi derai kuning sinar mentari, menambah segar dan ayu wajahnya. Inilah Restu,
 “The Ice Girl” demikian teman gaulnya memberinya nama keren.

 “Emangnya berapa lama lagi kamu tetap berwajah dingin, kaya Nada yang ketemu Mas Najib aja di Rock and Roll itu”, habis istirahat pertama teman teman gaulnya berani request sebuah pertanyaan, pada “The Ice Girl “ yang bersahaja itu. “Aku harus bagaimana, orang dari kecil emang karakterku kaya gini” tanpa membanting sorot mata pada Irena yang nanya, Ice hanya angkuh saja memberi jawaban. 

“Kamu memang udik !, Ice !! apa kamu nggak ngerti. Tuh Rush pelajar ca’em dan teladan lagi nguber kamu. Kamu kok malah gacir” “Aku harus bagaimana to Ir, aku ya aku. Yang penting aku nggak nyakiti dia. Ya, siapa saja memang bisa berteman dengan aku” “Ah, kamu sok nggak tahu aja, Ice!. Lain lho kalau kamu perhatikan betapa sayangnya Rush pada kamu. Minggu kemarin kamu dikasih kunci-kunci soal Try Out kan ?. Coba kamu pikir, nggak sembarangan Rush ngasih seperi itu sama orang lain” “Kan sudah aku sampaikan terimakasih aku pada dia”

 “Kalau aku jadi kamu, Ice ?. Bawa dia jalan jalan ke mana aja, ke Mall apa mejeng ke mana. He Ice, dia cowok ganteng berduit lho !. Banyak temen kita yang naksir dia, contohnya…...!!!” “Kamu juga kan Irene ?” potong Ice Girls pada Irene, yang belum sempat merampungkan sepotong kalimatnya. “Jadi kamu nggak naksir dia, Ice ?” “Aku, biasa aja. Kemarin di ngajak aku lihat Karnaval Smart, tapi aku malas Ir !. Aku harus Bantu ibuku di warung. Lagian siapa yang mbantu adik adiku ?”jawab Ice dengan wajah yang sahaja , bagaikan “Sang Cleopatra” yang duduk di singasananya. “Lantas, kemana bapak kamu ?, eh maaf ini privasi ya Ice?” 

“Oh..nggak apa apa, bapaku kan jadi TKI di Yaman dan entah sudah 6 bulan ini dia nggak ngasih kabar apalagi kirim wesel. Jadi ibu kalang kabut nyari duit dan aku harus mbantuin. Itulah Irene !, aku belum berani seperti kamu, aku kasihan sama ibuku” “Ya..udahlah Ice, kamu bersabar aja, dan tetap optimis. Sorry yak klo aku sok tahu privasimu. Tapi betul lho Ice , banyak cowok yang naksir kamu. Baik baik aja sama mereka ya Ice !” pinta Irena. “Ya, saat ini aku memang lagi nggak doyan senyum Ir, jangankan sekarang aku lagi bingung, dulu dulu aja aku nggak suka senyum, memang karakterku kaya gini”. Tatapan mata Ice Girls alias restu begitu polosnya, sehingga Irene pun tahu kalau cewek bidadari yang kadang kelihatan kampungan itu memang bicara apa adanya. 

Pertanda emang Restu belum mau menerima kehadiran siapapun. Tapi apa bener ya!, demikian bisik hati Irene. Mengapa kadang kadang Ice Girls suka ngobrol dengan Gagah, dimanapun saat sekolah sedang nggak ada pelajaran, apa cowok yang udik itu telah berhasil merobohkan hati Ice Girls, yang isi hatinya hanya dipenuhi gleiser atau gunung es yang bukan main dinginnya. Atau memang piawainya gagah, atau memang apa?. Irene yang sok usil itu tak henti hentinya penasaran terhadap gadis ayu itu. Yang jelas Irene menjadi takut dan cemburu, bila Rush sukses membawa gunung es itu terbang ke langit dengan sayap sayap Rush, yang penuh pesona.Ah, tapi mana mungkin Rush yang bokapnya eksportir itu mau dengan Ice Girls, yang keluarganya aja membuat cewek itu menjadi cuek dan tanpa glamour. Ah beruntungnya kamu Restu, yang punya wajah kaya Lady Dy, dan badan lho yang semampai dibungkus kulit yang putih bersih. 
***
 “Irene !”, “
Apa’an Ice “ “Bel masuk, kamu nglamun ya ?” Tanya Ice “Ah..he..nggak kok, Cuma hari ini aku agak sluntruk” seru Irene dengan nada gagap, seakan melihat hantu di kantin sekolah. “Kamu, kan yang naksir Rush ?terbuka aja sama aku Ir, aku nggak pantes deh enjoy sama cowok gedongan macam Rush. Kamu nggak usah takut , aku nggak marah kok ?” kata kata Ice begitu lembutnya, lantaran dia tidak ingin cewek dekatnya yang anak gaul dan super kaya itu jad sakit hati, lantaran dia menggapai cinta Rush. “Jujur saja Ice, kamu nggak naksir sama Rush, kan ?” Tanya Irene sembari berjalan menuju kelas mereka. “Aduh Irene, kita kan berteman sejak SMP, kapan kamu tahu aku bo’ong. Apalagi kalau masalah do’i. Aku seneng lho Ir, klo kamu juga enjoy sama Rush!” “Bantu aku ya Ir, aku ngebet sama.Rush. Eh…dia malah ngebet sama kamu, aku tidak ingin Rush jatuh ke tangan cewek lainnya “ 

“Nggak usah la yao, nanti kamu cemburu “ Ice segera menyiapkan buku Bahasa Ingrisnya. Karena Pak Johan yang kaya Arjuna itu sudah berdiri di depan mereka. “Ice, kamu mau jadi pacarnya Pak Johan, ganteng lho Ice !” “Ngaco kamu ?” “Tapi Ice, kalau aku perhatikan Pak Johan juga ganteng Ice !. Banyak lho temen temen yang naksir dia, tapi semuanya takut dekat sama “guru yang kaya Roy Marten itu”. 

Tapi kayanya dia naksir kamu juga Ice ?. Pernah main ke rumahmu, Ice ?’ Mulut Irene yang bawel itu masih saja meluncurkan oongan yang ceplas ceplos, meski Pak Johan sudah mulai mengajar mereka. Sementara itu bidadari bidadari kelas XII, belum siap banget memasang telinga mereka untuk belajar Bahasa Inggris. Bahkan sebagian dari mereka malah asyik ngrumpi membincangkan penampilan Sang Roy Marten yang mengenakan kemeja bergaris merah biru dengan lengan panjang. Tapi masih saja guru ganteng itu memasang wajah yang angker, meski kadang kadang melempar pendangan ke arah Ice Girl. 

Wajah Guru Arjuna itu menjadi merah padam kala anak anak bengal itu masih saja ribut. Sementara itu Irene segera melayang terbang ke angan, bertemu dengan Rush yang membawakan lagu lagu cinta, seperti Sharu Khan yang sedang merayu cewek pujaannya itu. Sebentar sebentar dia jatuh di pelukan Rush dan sebentar sebentar pula bibir yang membarakan De’Amour itu saling bertemu. Ice tetap saja belum mampu bersikap setegar karang di lautan, bapaknya yang berkorban segalanya untuk ibu, dia dan adik adiknya belum terdengar kabarnya. Apalagi bila dia ingat nasib yang banting tulang menjual nasi pecel di depan rumah, serta manja adik adiknya yang merindukan kepulangan bapaknya. 

Ah, mengapa aku tidak seperti Irene. Angela, Ririn dan cewek lainnya yang begitu happy. Ah mana mungkin aku bisa menghias senyuman pada mereka, cowok yang memburuku. Meski aku tahu, Rush, Gagah, Pak Johan dan lainnya berusaha mendekatiku, tapi aku sendiri tidak tahu di mana aku simpan sebongkah hati ini. Sayup sayup dan semakin keras, mereka berdua mendengar nama mereka dipanggil Pak Johan, sehingga mereka kembali lagi ke kelas mereka setelah mereka berkelana dari sudut ke sudut lamunan mereka. 

“Sekarang saja kau Irene dan Restu !. Cepat keluar. Kamu berdua menghadap BP. Pak Guru tidak mau mengajar kalian yang kerjaanya hanya melamun. Curhatlah kamu pada BP sepuas puas kamu. Kelas bukan tempat untuk melamun, cepat kamu berdua ke luar kelas “ “Maaf Pak !, tapi apa salah kami berdua ?’ Irene yang punya karakter suka konyol menjadi uring-uringan, megapa dia berdua diusir dari kelas, padahal dari awal mereka berdua tidak membuat gaduh. “Pokoknya bapak minta kamu berdua menghadap BP, disana nanti akan dijelaskan salah kamu itu apa “ Meski hati Irena masih menyimpan rasa dongkol, kini dia dan Ice ngeloyor ke ruang BP untuk ketemu Bu Shanti yang dikenal siswa sebagai guru BP yang bijak dan lembut. 

Pada guru yang cantik dn anggun inilah dia sering curhat, dan dari Bu Shanti inilah Ice Girls tahu bahwa Pak Johan sangat menaruh hati denganya, bila Ice lulus dari SMA kelak Pak Johan betul betul berniat untuk menikahi gadis Gunung Es ini. Ice hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman yang tipis, yang sulit untuk diartikan oleh Bu Shanti. Bu Sahntipun tahu senyuman inilah yang menjadi cirri khusus Ice Girls, tapi terbukti banyak merobohkan hati pria. 
*** 
“Siang Bu Shanti !, aku disuruh Pak Johan menghadap Ibu, padahal kami belum tahu apa salah kami “ “Begini, ya Irene, kalian berdua sudah dikenal semua guru, kalau di kelas suka ngelamun, kadang ngomog sendiri, kadang tidur. Dan tadi Pak Johanpun lapor dengan Bu Shanti. Kalau kalian suka ngaco di kelas, tahu salah kalian ?” 

“Tapi kalau ngelamun, apa nggak boleh Bu ?” Tanya Irena dengan pipi masih kemerahan lantaran masih menyimpan seribu kedongkolan. “Siapa yang melarang ?. Melamun, adalah hak kamu ?. Tapi kami semua khawatir, mengapa kamu semua melamun. Lebih baik masalah yang ada disharingkan dengan guru, jadi kami bisa memberikan way out-nya. Cobalah Irene, sharing denga Bu Shanti,ada masalah apa ?”. Bu Shanti dengan lembutnya membimbing Irene, cewek kaya yang kolokan itu, yang mudah uring uringan dan sering membuat marah guru guru. 

“Ah, nggak kok Bu, Cuma masalah anak anak saja kok Bu !” “Bener ?”
 “Bener, Bu ?” 
“Baiklah, kamu bisa ke kelas sekarang. Hanya Restu bisa tinggal sebentar?’ Restu atau “The Ice Girl” hanya mengangguk kecil, dan kini Bu Shanti sudah duduk disebelah Ice dengan sorot mata dan senyuman yang lembut. “Restu ?, kalau Irene hanya masalah anak anak remaja saja. Tapi kalau masalah kamu, memang banyak menarik perhatian guru guru. Kamu dikenal oleh guru sebagai siswa yang baik dan santun, semua masalah yang kamu alami, bukan salah siapa siapa, tapi keadaan memang harus seperti itu. 

Belajar keras agar kamu lulus dulu, setidak tidaknya kamu sudah sedikit mengatasi masalahmu “ “Baik, Bu ?” “Tentang masalah keluargamu, jangan kamu berpikir terlalu serius !” “Maaf, Bu !, tapi aku nggak bisa Bu !. Bapak entah nasibnya bagaimana, Ibu terlalu keras membanting tulang. Sedangkan adik adiku sering menanyakan bapak. Kalu dulu bapak bisa kontak lewat Hp dengan Burhan dan Ikhsan yang masih kecil. Tapi sekarang, ah entah, Bu ?” “Restu ?, masalah bapak kamu Ibu yakin, nanti juga akan ngirim kabar. Kamu kan tahu keadaan di Yaman sedang kacau, mungkin karena hanya gangguan komunikasi saja. 

Sedangkan masalah lainnya, adalah masalah yang biasa terjadi dalam kehidupan ini, Selama manusia masih berniat untuk memperbaiki nasibya, Tuhanpun akan memberikan jalan.” 
“Terimakasih, nasehatnya Bu ?” “Restu !, seperti yang Ibu katakana dulu. Pak Johan mengerti semua dengan keadaanmu, dan diapun tidak main main dengan niatnya. 
Dia sudah cerita sama Ibu, diapun berniat menyekolahkan kamu sampai perguruan tinggi. Bu Shanti perhatikan, kamu jauh lebih dewasa dengan gadia lain yang seusiamu, mungkin karena kamu sudah terbiasa dengan masalah dalam kehidupan ini. Maka cobalah kau mengerti, kalau kamu belum siap dengan ini semua, setidak tidaknya kamupun bisa mempertimbangkan masalah ini. Jelas sampai kanapanpun Pak Johan akan menunggumu, hingga kamu siap, Restu !, jangan sakit hati ya !” 

“Ah, nggak Bu, Restu belum bisa menjawab Bu, entahlah…?” “Sekarang kembalilah ke kelas !” The Ice Girls belum mengerti betul, bagaimana dia harus bersikap dalam menghadapi ini semua. Dari balik awan, dia tahu, wajah Pak Johan mengintip dengan kumis tipis melintang, sekali sekali diapun menatap wajah itu di balik cakrawala dan wajah itupun tersenyum manis. Diapun tidak tahu mengapa dia kini menyambut senyuman itu. Apakah Gunung Es di hatinya telah mulai mencair, diapun tidak tahu. ***