Kamis, 05 Agustus 2021

Loving You



Sudah satu minggu ini Fransiska tenggelam dalam schedule yang disodorkan tim kreatif ‘Gajah Mada TV’, yang bakal menggelar kolaborasi diva remaja multitalen dengan Mr Chandra Orchestra, untuk menggerlapkan ultah stasiun TV tersebut. 

Fransiska kini hadir di tengah beberapa diva remaja yang mulai hadir di tengah publik, musisi dan vokalis lainnya, maka dia kini hanya mampu memberikan waktu luangnya untuk sokib-sokibnya hanya di kampus sekolah mereka, meskipun dia kangen dengan seloroh dan usil mereka, termasuk salah satu diantaranya dengan Jeffri. 



Sokib yang paling lengket dan paling lama kenal denganya. Bagi Fransiska yang punya talen vokal yang kuat, dia sangat tersihir dengan even besar ini. Fransiska tetap mengusung sebuah harapan untuk menjadi pesaing diva kondang di tanah air, Fransiska tetap menyemai ambisi untuk bisa mensejajarkan dia dengan KD, Juni Shara, Shahrini , meski entah kapan dia tidak tahu. Tapi langkah untuk mencapainya tiada pernah surut di benaknya. Fransiska belum mengenal sebuah sensasi, ambisi karir dan seabreg moralitas selebritis yang ‘nyleneh’. 

Fransiska hanya akrab dengan seloroh yang lepas dengan siapa saja yang melingkunginya. Meski terdapat beberapa cowok melangkonis dan romantis yang berusaha mencuri de’ amour yang dipenuhi mawar merah dari hatinya. 

***

 Jeffri hanya bisa memandang Fransiska meski hatinya meluruh, saat Fransiska curhat denganya di suatu pagi, beberapa hari sebelum dia pentas dalam malam Gebyar Diva Remaja Multitalen. ‘Jeff, aku minta doa mu, ya !, ”. Seberkas pemintaan Fransiska disodorkan dengan senyum manis menawan. ‘OK, Siska aku berharap dan berdoa moga kamu mampu sukses malam minggu nanti’. Jeffri membalasnya dengan senyuman yang kelu dan resah kini menggayuti hatinya. Jeffri tidak mampu menyembunyikan perasaan takut kehilangan Fransiska, yang telah beberapa tahun menjadi sokib dekatnya. 

Jeffri merasa dirinya kini berada di sisi Fransiska yang tidak kokoh, padahal Jeffri mengharapkan tautan yang lebih friendly bahkan getar hatinya lebih bisa dimaknai dengan kehangatan segalanya, apalagi kehangatan sebuah senyuman dari Fransiska seperti tadi. ‘Kamu harus tulus doa’in aku, ya Jeff !. Aku merasakan suatu tantangan yang berat. Semua diva remaja sudah go nasional. Sedangkan aku hanya bermodal vokal “

 “Kok kamu ngomong kaya gitu sih !, inikan bukan malam bintang, konser inikan hanya untuk penyaluran bakat remaja tingkat nasional “. 
“Aku tak bisa membayangkan bila aku kalah besaing dengan mereka, padahal ini adalah kesempatan emas bagi aku Jeff “. Wajah Fransiska mulai kelihatan terlipat,senyumnya kini telah hilang di sudut bibirnya. Sebuah keresahan kini membayangi cewek flamboyan, yang kini bersandar di jok mobil warna biru muda. 

Namun keresahan itu tidak seberapa dibanding resah yang hadir di degup jantung Jeffri. “Aku mendapat informasi dari publik,bahwa vokal kamu memiliki spesifikasi dibanding difa lainnya. Kamu jangan merasa kalah dulu !” 
“Ah, aku kira biasa aja, kemarin aku latihan dengan mereka sepertinya biasa saja” “Tapi Siska !,kamu punya nilai lebih di banding mereka !” Jeffri mencoba menyelamatkan Fransiska yang mulai hanyut dengan perangkap kegagalan yang mulai dipasang diri Fransiska sendiri. 

“Apa itu, Jeff !”
 “Diantara mereka kamulah yang paling cantik. Kamulah yang paling punya potensi untuk menyihir publik dan mencuat ke blantika musik nasional dan aku bangga punya sahabat seperti kamu. Kalau kamu optimis, kesuksesan bakal kamu raih, betul Sis percayalah ! “ 

*** 

Fransiska merasakan sesuatu yang aneh yang tersembunyi dalam ucapan Jeffriitu, tetapi perasaan itu dia tutup rapat-rapat. Meski Fransiska termasuk cewek yang dibilang gaul, smart, dewasa, namun selama ini dia hanya mampu menyodorkan persahabatan dengan siapapun, termasuk dengan Jeffri. Jeffri dipandangnya hanya sebagai sahabat yang sering menjadi limpahan curhat, ringan tangan dan piawai dalam memotivasi dirinya, yang dibutuhkan dirinya karena ortu Fransiska tidak mampu meluangkan waktunya barang sekepingpun untuk memperhatikan dirinya.

 Papa Fansiska hanya asyik merajut nafsu durjana dengan wanita-wanita murahan di bungalow miliknya pribadi. Sedangkan mamanya lebih memilih menjadi dosen ahli di Harvard University AS. “Kita pulang Sis ?” “Aku lagi males !, aku cuma pengin lepas bebas terbang ke tiap penjuru Semarang. Kamu mau menemaniku, kan !. Santai aja Jeff, kalau kamu cape biar aku yang jadi driver !” “Mana ada tuan puri bawa mobil, biar aku yang bawa saja, Sis !” “Kalau sang pangeran yang ganteng yang ngikut, tuan putripun mau jadi driver ‘ 

“Sekarang tuan putri mau jadi driver, coba kalau sudah menjadi diva nasioanal dan menjadi selebritis kaya Shoimah atau Ayu Ting Ting, mana mau gabung bareng dengan Jefrri.” Mengapa kini Jefrri lebay, mengapa pula dia kelihatan seperti khawatir bila aku berhasil nanti. Apakah ini sebuah persahabatan semata,atau lebih dari itu. Ah aku tak mengerti. 

Bertubi-tubi isi jantung hatinya dipenuhi bisikan seperti itu. Namun siapakah yang memulai, bukankah pertemuan seperti ini hampir setiap hari terjadi antara dia dan Jeffri. Ataukah hanya perasaan egois dirinya karena mengalami “under-pressure’ yang kuat selama beberapa pekan ini, atau memang Jeffri selama ini menginginkan lebih dari sebuah persahabatan. “Siska,kamu nglamun ya ?” “Ah, nggak kok Jeff !” 

“Kita makan siang dulu, aku sudah lapar. Aku coba cari makanan yang kamu suka. Kamu paling suka menu ini kan ”. Jeffri menghentikan mobilnya di warung garang asem, menu makanan yang paling Fransiska senangi. Fransiskapun hanya menganggukan kepalanya dan pada dirinya mulai timbul perasaan lembut, selembut benang halus yang menawarkan eksotis hatinya. Sedemikian besarnya perhatian cowok ini pada dirinya.

 Padahal sudah terhitung banyak cowok cowok ganteng yang mencoba meluruhkan hatinya, tapi mengapa hanya Jefrri saja yang dia dibat tak berkutik. Aku tidak tahu perasaan apa ini, aku dengan Jeffri kan sudah sering gabung bareng dimana dan kapan saja. Ah konyolnya hati ini. Entah setan apa yang kini singgah di hatiku, sehingga saat ini perasaanku sering menjadi liar seperti ini. Oh Jeffri maafkan aku ya !. “Aku kemarin kemarin sempat bingung, Sis !”

 “Kenapa, bingung ?” “Aku nggak punya temen !” “Ngaco kamu, kan ada Windy,Natalia dan teman teman satu kelas lainnya “ “Mereka sibuk masing-masing “ 
“Maaf aku ya Jeff, sebenarnya aku pengin ngajak kamu pembekalan di studio, tapi aku kasihan sama kamu. Latihan yang diberikan Om Chandra sangat menyita waktu” 
“Sebenarnya nggak apa-apa Sis, asal aku punya teman gabung “ 

“Apa mereka semua bukan teman kamu?” “Kamu kan sokib aku yang paling bisa membuat aku enjoy, saling mengerti dan bisa untuk curhat” “Kamu aja yang lagi lebay hari ini Jef. Kamu lagi naksir sama siapa sih Jeff ?“ “Aku nggak pernah naksir cewek lain, aku nggak punya sesuatu untuk yang lain. Tapi entahlah “ Mereka berdua saling membisu, Jeffri tidak mampu lagi meneruskan mencurahkan kata hatinya.Fransiskapun lahu persis bahwa dia harus menautkan benang-benang halus lebih rapat lagi seperti yang diminta Jeffri. 

Dia harus mulai menginjakan langkah pada sesuatu yang nyata antara mereka berdua, Fransiskapun kini dalam kungkungan “really in loving” dengan Jeffri,satu-satunya cowok yang paling dekat dengnya selama ini, bahkan lebih dekat lagi ketimbang dengan papa dan mamanya. Fransiskapun kini merasakan sayap-sayapnya telah ringan untuk menyentuh langit berbintang,yang tiada sesuram malam-malam sebelumnya. ***

Heilda

Heilda terlihat asik menghabisan hari harinya seminggu ini, tak seperti biasanya dia ngeloyor pergi menjaring angin dan debu kotanya yang panas tertikam kemarau panjang. 

Kucing angora jantan tambun, berbulu hitam pekat, dengan warna bola mata kecoklatan, kini melipatkan sayap Heilda, sehingga dia hanya menyudut di kamar flamboyan pribadinya atau di sofa warna hijau lembut, untuk membelai jari jarinya di bulu hitam kucing kesayanganya itu. 

Kucing angora itupun semakin manja, di tengah pelukan cewek feminis dan gaul itu. Kucing angora itupun seakan akan tahu, bahwa cewek yang menimangnya benar benar menyayanginya, sehingga enggan baginya untuk berpisah barang sedetikpun.

***** 

Setiap Heilda berniat untuk meninggalkanya, kucing itupun mengeong manja sembari berputar putar menciumi kaki Heilda sambil sekali sekali melempar sorot matanya ke arah Heilda. Heildapun semakin gemas dan menyurutkan niatnya untuk gabung dengan sokib gaulnya yang biasa nongkrong di Russ ‘n Friend Band ’s Basecamp untuk mengasah vokalnya.
**** 
Bagi Heilda pertemuan dengan kucing angora seminggu yang lalu, adalah ibarat mendapatkan durian runtuh dari pohonya, tak terduga baginya saat hujan badai menyergap rumahnya. Heilda menemukan kucing angora hitam tambun yang mengeong kelaparan dan kedinginan di garase mobilnya, sepulang dari sekolah. Seketika itu kucing angora bakal teman barunya berhasil menyita perhatian Heilda karena lucunya. Heildapun tidak mau tahu dari mana dan milik siapa kucing lucu itu, apalagi kucing angora tak berkalung nama pemiliknya, yang jelas sekerat daging rebus yang dihangatkan olehnya berhasil membungkam celoteh kucing itu.
**** 
Rasa geli bercampur ceria, malah kini tersimpan dalam sudut jantung Heilda, karena kemanapun dia mengayunkan langkahnya, angora teman barunya terus membuntutinya. Hari itu adalah hari pertama bagi Heilda berteman dengan kucing angora di tidur siangnya. Kucing angora ikut terlelap menemani Heilda yang merajut mimpi di tengah hujan gerimis siang hari. Tanpa dia harus menelpon sokib sokibnya untuk sekedar chatting penghantar tidur siangnya, maka saat itu dia lebih baik mematikan Hpnya. 
*** 
Uring uringan memang semua sokib lengketnya, yang saban hari nempel Heilda hanya untuk sekedar happy saja, lantaran sudah hampir satu minggu ini Hp Heilda cuma molor saja. Tidak ada sms, apalagi calling. Russ si empunya band yang belum beken yang paling penasaran dengan Heilda yang hilang kaya ditelan bumi. Maka diapun langsung memberondongkan kata kata kesalnya, saat Heilda calling dia di suatu sore. 
“Mak lampir !, ke mana saja kamu, lagi bulan madu sama pacar barumu ya ?. Aduh Heilda sia sia saja aku latihan, nggak ada kamu yang ngisi vokal ! “ 
“Eh, Russ, sorry so much aku nggak ngikut latihan, anu...” “Ah ! , kamu pasti bingung nyari alasan, okelah kalau kamu nggak cocok dengan group ini, piss. Aku akan nyari vokalis lainnya.. !!!” “Ntar dulu Russ, aku belum selesai ngomong! , aku lagi fall in love dengan kucing angoraku, dia cantik sekali dan manja Russ “ nada suara Heilda merengek minta agar Russ mengerti alasanya. “Kucing ... !!!” seru Russ penasaran.. 

Heilda menjadi tak mengerti harus bagaimana dia menyakinkan dan membuat Russ, cowok ganteng pujaanya mengerti betapa dia ngebet sama kucing manja itu. Apalagi sudah lama memang adik adiknya menginginkan hadirnya kucing angora atau piaraan lainnya, yang dapat dijadikan teman mereka di rumah. Karuan saja minggu minggu ini rumah mereka menjadi hangat di tengah cuaca pancaroba.Tapi mengapa pula Heilda sampai melupakan group bandnya itu, hanya karena hadirnya kucing angora hitam mulus dan tambun, yang mengerti perasaan tuanya. Apakah ini masuk akal dan dapat di sadari Russ ?. Inilah yang membuat Heilda tersudut menanggapi sikap Russ, yang tidak mau mengerti dia. Bahkan kini giliran Russ yang sama sekali tak mau merespon calling atau sms Heilda, setelah mengalirnya sebuah sms terakhir dari Russ di tengah malam, yang isinya 

“ Hanya karena kucing..kamu melupakan aku dan group kita..Good Bye Heilda “. Heilda terasa ada kekuatan yang mendorong tubuhnyanya kebelakang, hingga dia terhuyung. Beruntung dia berdiri di sisi springbednya, sehingga dia tidak terjerambab ke lantai marmer. Heilda masih belum tahu bagaimana dia harus membalas smsnya Russ, meski Heilda tahu tanpa kehadiran Russ yang biasa lembut bersikap denganya, rasanya seperti kehilangan segalanya. 

Dalam kebimbangan itupun, Heilda teringat usul si bungsu Angie yang menyuruhnya mengup-load kucing angora itu ke facebook Angie dan diberi nama Black Diamond, pernah pula Angie menyuruhnya merekam dengan handcam saat mereka semua bercanda mesra denga Black Diamond dan meng up-load ke You Tube. Heildapun langsung berseri wajahnya, saat dia mulai merencanakan langkah itu dan di-share-kan ke twitter, FB Russ dan You Tube, lantas dia memberitahu via sms agar Russ lebih mengerti lagi. 

Terlebih lebih Russ bersedia lebih mengerti lagi bahwa Heilda hidup dengan dua adik kandungnya yang semuanya wanita. Apakah Russ masih menyimpan keras hatinya, menyaksikan tiga perempuan yang ceria bermain manja dengan Black Diamond, yang belum lama hadir di tengah mereka. *** Berkali kali Heilda, Angie dan Magie nonton tayangan You Tube saban harinya sepulang mereka dari sekolah, mereka bertiga semakin heran dengan ulah Black Diamond yang tidak seperti kucing lainnya. 

Tentunya kucing ini milik seseorang, tapi siapa pemiliknya ? tentu pula Black Diamond berharga mahal. Berkali kali pertanyaan itu silih berganti dilontarkan kepada masing masing saudara sekandung. Apalagi dengan pemberian nama Black Diamond yang keren itu, tentu saja banyak pemirsa You Tube yang terbius dengan ulah kucing angora milik mereka bertiga, termasuk juga Russ yang asyik menyaksikan tayangan You Tube tersebut. Terbukti dalam waktu hanya 1 minggu publik yang menyukai Black Diamond sudah mencapai hampir seribu. Russpun yakin, bahwa kucing angora itu pasti berharga mahal dan bukan milik orang sembarangan. 

“Heilda, ini aku Russ !” “Oh, Russ, kamu ganti nomor, ya ! “ “Iya, Heilda. Aku takut klo kamu nggak mau mengangkatnya ! “ “Kamu sudah tahu Black Diamond ?, gimana komen kamu ?” tanya Heilda dengan harapan agar Russ lebih mengerti tentang sikap dirinya. “Udah Heilda !, cuma apa belum ada orang yang menelponmu ?” “Emangnya kenapa ?” Heilda menjadi penasaran. “Ini bukan kucing angora sembarangan, ini pasti milik seorang yang melatih kucing kesayanganya itu. 

Cobalah kamu saksikan mana ada kucing yang bisa seperti itu. Tentunya pemilik kucing itu akan mencari sampai kapanpun “ “Lantas apa yang harus aku lakukan bila ketemu pemilik, diamondku sayang ?” 

“Ya kamu berikan saja, apabila dia bisa menunjukan bukti otentik. Kucing itukan bukan milik kamu! . Klo nggak bisa nunjukan bukti jangan kamu berikan !“ “Russ, kamu lihat kan , betapa adik adiku dan aku sungguh bahagia dengan kehadiran kucing lucu ini “. Heilda tetap tak mau mengendorkan niatnya agar Russ mengerti tentang dirinya dan tak lagi menjauh. “Aku mengerti Heilda, memang kamu sering bersikap seperti anak kecil dan kolokan, ya udahlah. 

Besok aku dengan gitar saja ke rumahmu, jadi band kita tidak terganggu lagi hanya karena kucing manismu “ “Trim ya Russ” *** Apa yang dibayangkan mereka bertiga, hari ini telah menjadi suatu realita. Saat sepasang suami istri yang tidak mereka kenal, tapi bertempat tinggal di blok sebelah mengunungi mereka di suatu sore. 

Mereka berdua mengaku bahwa kucing itu adalah milik mereka. Hilangnya kucing angora yang mereka beri nama Geronemo, adalah karena ada ulah pencuri yang berniat membawanya, tapi di tengah jalan 

Geronemo berhasil lari dari gendongan pencuri itu, yang tidak lain adalah sopirnya sendiri. “Maaf dari mana bapak tahu bahwa kucing ini milik bapak ?’ seru Heilda. “Dari You Tube mba Heilda sendiri, setelah kami amati, kucing Mba Heilda ternyata Geronemo “ “Maaf, pak , kalau cuma alasan itu, semua orang bisa mengakunya “ lengking Heilda merebak ke semua ruangan tamunya, karena kekesalan hatinya. “Mba Heilda , Geronemo aku beli saat masih kecil di Jakarta di agen pembiakan kucing angora unggul. Kami membawa sertifikat dari agenya, dengan tatto identitas bernomor 36 yang ditulis di telinga kiri sebelah dalam Geronemo.

 Cobalah Mba Heilda cek” Saat itu semua pipi adik adik Heilda menadi basah, karena sedih dengan perpisahan yang tidak lama lagi. Ternyata benar bahwa Black Diamond adalah Geronemo. Apalagi Geronemo terlihat agak marah bila digendong pemilik seenarnya. Karena dia lebih suka menjadi Black Diamond milik tiga saudara perempuan. Tapi tak ada yang mampu menghalangi niat pemilik Geronemo untuk membawanya pergi. 

Heilda hanya mampu menenangkan perasaan kdeua adiknya, karena Heilda tahu sesuatu yang berharga, apabila bukan milik kita, semuanya pun akan hilang dengan mudah. Heildapun terus memberikan senyum cerianya kepada kedua adiknya, dan terlebih lebih kepada Russ***

Hari Hari Sepi



Hari hari bagi Amelia adalah hari dalam kehidupanya. yang tak pernah dihiasi dengan hasrat untuk melangkah surut dalam hal apapun. Bagaikan angin kemarau yang melesat tak bisa dibendung sepanjang garis titian hidupnya, yang penuh dengan kesahajaan dan kegigihan bersama dengan bapa dan emaknya dalam mengayuh biduk kehidupan mereka. 

Meski Amelia dan keluarganya, hanya bersandar pada biduk yang lapuk dengan layar yang bertebar sayatan koyak, lantaran tertikam ganas dan kejinya kehidupan ini. Amelia tumbuh menjadi remaja yang lebih sahaja dibanding ABG lainnya di sekolah tempat dia seriusmenuntut ilmu. 

Amelia tidak pernah mengenal manis manja dan ceria seperti anak pejabat atau saudagar kaya dengan rengkuhan materi yang berkecukupan. Sehingga mereka seperti kupu kupu kertas warna warni,yang lepas bebas terbang ke tiap penjuru langit, saat hujan menghadang mereka, maka luruhlah kedua sayap yang tak seberapa kokohnya. 

 Padahal Amelia saat fajar merekah, dia sudah sibuk membantu emaknya untuk belanja sayur ke pasar pagi, untuk sekedar menyambung separo nafasnya. Dia rela bergumul dengan kabut pagi yang dingin, debu pasar yang berceria ditiup angin gunung atau peluh emak emak tua yang berebut mendapatkan sayur sayuran yang masih segar. 

Meski kadang disertai rasa kantuk, lantara Amelia sering sampai larut malam membantu emaknya di warung nasi depan rumahnya. Sementara adik adiknya sudah mendengkur menguntai mimpi indah,tak peduli emak dan kakak sulungnya, mengais sesuap dua suap nafkah. Itulah Amelia, dia harus menikam bisu hari hari indahnya sebagai ABG yang sebenarnya berwajah cantik, berkulit kuning. Apalagi bila dia berdandan seperti ABG lainnya,bercelana jeans ketat, kaos T shirt yang keren dan asesoris gaul lainnya.

Maka tampaklah selibritis yang siap bercasting di depan kamera tv swasta, setiap liuk tubuhnya yang sintal menggeliat seperti ular kobra, maka sorot mata cowok cowok jalangpun akan terus membidiknya. Maka wajar saja, bila setiap sekolahnya mengadakan perhelatan seni Amelia selalu menjadi bidikan sokib sokibnya untuk mencurahkan multitalentanya. Meski dengan sorot matanya yang sedingin salju lantaran kehidupanya yang mengalami keterpurukan, kadang kadang juga liar dan tajam pertanda dari dalam dirinya terpendam potensi sebagai ABG multitalenta. 
 *** 
 “Kau tidak pernah sedikitpun memberi aku harapan,Amel ?” bisik Rudy yang sedari pagi terus menempel Amelia, yang berpakaian seragam sudah agak kusam, karena lamaAmelia tidak mampu membeli yang baru. Amelia hanya tersenyum tipis dan tetap saja dia menyimpan salju di kedua sorot matanya. Rudypun terus saja hingga hari ini masih menyimpan sejuta penasaran, andaikan cewek ini mampu berbinar seperti ABG lainnya yang ceria, maka tidak ada perbedaan antara selebritis dengan Amelia seberkas benangpun. 

Namun Amelia hanya “keeping silent”, tanpa memandang serius apa yang selalu dia curahkan kepada dia. “Kau tak keberatan kan ?,bila aku selalu memintamu untuk menjawab ?” “Rudy ?, apa sih beratnya menjawab apa yang kamu pinta !. Tapi Rud !, aku bukan cewek seperti itu.Kehidupanku dan emak memang lagi terpuruk, bapak jarang pulang karena banyak mengejar borongan di Jakarta, aku nggak bisa sekolah dan berpacaran seperti cewek lainnya. 

Maafkan aku Rud !” Amelia tetap saja menyedot es jeruknya di kantin, di tengah klasmeeting sehabis UTS.Kedua sorot matanya,hanya asik menelisik larinya air jeruk yang turun naik sepanjang sedotan. Namun justru Rudi semakin dibuat ngap ngapan dengan ulah dingin “The Ice Girl”, yang terbujur bisu di depannya. “Tapi kau kan jomblo,Amel ?” 

 “Ya, tepatnya The Silent Jomblo !, tapi itulah aku Rud !, aku nggak peduli. Aku nggak mau setiap sokibku ikut larut dalam penderitaanku. Aku terbiasa hidup gigih di tengah turun naiknya kehidupanku. Aku dhdapkan dengan bagaimana aku dapat membantu emak dan bapaku yang setengah mati menggayutkan hidup ini. 

Kau tidak biasa dengan keadaan seperti ini,kan Rud !. Kasihanilah diri kamu sendiri, Ru!” hanya sekali ini dia mendengar suara Amelia yang nyaring, dengan mata yang datar namun siap menundukan hati siapa saja yang ada di depanya. Rudipun hanya sekilas menguliti perjalanan hidupnya, yang diseputari materi yang berlimpah. Mobil hiam mulus dari negeri Eropa selalu mengantarkan dia kemanapun pergi, doku yang diberikan mama papanya selau ludes untuk terbang dari cakrawala manja tawa satu ke lainnya. Apapun mampu dia beli, namun membeli sberkas cinta dari Amelia, ternyata dia tidak mampu sama sekali. 

 “Aku siap menerimamu apa adanya !” “Jangan konyol, Rud !, kamu tidak akan mampu berbuat apapun menghadapi peliknya hidup ini. Kau hanya menuruti emosi hati saja. Sudahlah Rud !, apa salahnya sih !, kalau kita hanya berteman saja !, piss !” kali ini sebuah senyuman tipis menghiasi wajah putih alami Amelia. Tapi bagi Rudy sebuah sayatan luka dihatinya mulai terasa pedih. Tidak ada satupun tebing yang kokoh yang mampu dijadikan curahan hatinya. Mama papanya apalagi, mereka hanya sibuk memutarkan bermilyar milyar uangnya demi sebuah kehidupan sang pemuja harta yang glamour. Sokib sokib yang selalu memusarinyapun tak akan mampu mencarikan kiat untuk bisa mendapatkan ABG yang cantik, flamboyan dan sahaja ini. 

Ruypun hanya mampu menyobek selembar kertas dari bukunya untuk sekedar menuangkan gejolak hatinya yang sedang dijauhi dewi asmara. Hanya itu yang mampu diperbuat Rudy, sementara Amelia hanya asik mencari uang recehan yang tersebar di kantong bajunya, untuk membayar es jeruknya itu. “Amel!, bacalah puisiku !, inilah gambaran hatiku, “ Amelia mampukah kau sejenak melepas.... tiap bilah guratan pedih yang menikam halaman hatimu lantas kau ulurkan kelopak mawar menembus batas langit dengan warna merah jingga, akupun mampu membentangkan rindu, kau mlempar senyum yang mampu meuntuhkan puncak Mount Everest kita bermandi di buih putih laut biru aku dalam tabir cinta, kau bersamaku menghitung hari....

Rudy “Apa artinya ini semua Rud ?” geliat tubuh Amelia, yang tadinya terbujur bisu kini nampak saat kedua tanganya membaca puisi Rudy, namun sorot mata The Silent Jomblo masih saja sedingin es. “Sebuah penantian, Amel !, tetang kau, tentang isi hati ini” Tangan kanan Rudy terus saja menempel pada dadanya sendiri. “So sorry !, Rud, puisimu tak berarti apa apa bagiku, maafkan aku ya Rud !”
 ***
 “Bapak !” 
“Amel, anaku !” sebuah pelukan luapan kangen antara bapak dan putri sulungnya mengharukan pertemuan mereka di tengah malam, saat bapak Amelia tiba kembali di tengah mereka setelah 6 bulan mereka berpisah. 

Demikian sibuknya hingga Sanoso si tukang batu baru bisa kembali dari Jakarta. Lelaki setengah baya itu, sudah kelihatan tua dibanding dengan umurnya, lantaran dia hanya sebagai pekerja kasar yang memaksakan diri demi menghidupi anak istrinya. “Bapak !, Amel minta bapak tidak usah ke Jakarta lagi. Warung kita sudah mampu menghidupi kita semua” “Tapi kamu harus kuliah, Amel !,kamu harus bisa maju, tidak harus terus menerus di warung” “Itu gampang, pak !, yang penting kita bisa berkumpul lagi, itu sudah cukup bagi Amel “ “Tapi, siapa pacar kamu, Amel ?” “Amel belum memikirkan itu, Pak !, meskipun sudah banyak cowok yang mendekati aku “ 

“Jangan begitu Amel, keadaan kita ini adalah semua salah bapak !, kamu tidak boleh ikut menderita. Biarlah semua menjadi tanggung jawab bapak. Seandainya kamu mencintai pria yang kamu pilih, janganlah kau bunuh perasaanmu sendiri. Asal kamu mampu menjaga diri. Kamu kan sudah lulus SMA, kamu harus ceria sama seperti wanita lainnya 

“. Amelia hanya tertunduk malu, dalam dirinya kini mulai terasa getaran aneh yang kemudian merambat ke semua sendi tulangnya. Sorot matanya kini mulai hidup, entahlah apa yang akan dilakukan oleh cewek ABG k ini***