Kamis, 15 Desember 2011

Arjuna dan Petinggi Bangsa

Semar mengucapkan mantra sakti Aji Pemeling, untuk melentingkan  getaran – getaran halus melewati atmosfer Negeri Amarta, menembus puncak gunung, telaga, dusun serta lembah menuju tirai hati Raden Arjuna yang sedang bergumul sejuta kemesraan dengan Dewi Banowati  dalam kamar pribadi Kedaton Negeri Hastina pura.
 
Getaran sakti mantra semar, meliuk menyapu setiap sudut Kedaton tempat para dayang-dayang kraton yang megah itu mengusung seloroh menyambut datangnya pagi, secerah warna-warni bunga  yang melentangkan kelopaknya demi sepercik air segar pagi hari.    Sepercik demi sepercik air yang telah ditumpahkan para dayang, semata demi sang bunga  untuk menyongsong sebuah hidup di hari ini.
Sang mantera Semarpun tertegun dan sesaat mmengatur nafasnya tak lupa kemudian berseloroh dengan bunga-bunga taman milik Sang Dewi Banowati

‘Sang bendoro telah melupakan darmaning satria, sesuatu yang tak pantas “
“aku bunga, hanya tahu tentang gejolak hati manusia yang sedang meradang rindu dan mengencangnya denyut nadi asmara “

Sang mantra melototkan kedua matanya, tubuhnya yang ringan dibanting dan dihempaskan hingga menjelajah atmosfer negeri Hastina, yang sedang terpagut sepi di pagi itu. Kemudian dengan kecepatan secepat cahaya dia menukikan untukkembali menyapa sang bunga dengan hardikan yang keras.
“Ketahuilah hei bunga-bunga di taman Hastina !!!, Sesuatu telah membuat engkau memincingkan matanya. Janganlah dahulu terkesima dengan Janoko dan kehalusan Dewi Banowati. Sekarang mereka berdua ibarat sepasang  remaja yang hanya mengerti melampiaskan rindu dan saling membelai dengan membaranya nafsu durjana “
“Engkau tidak berhak bicara di sini, apalagi dengan nada tinggi dan menampakan roman kemarahan. Bukankah itu hak setiap insan remaja di Mercopodo ini hai, Sang Samar ?”
“ Hak !,kau bicara hak  remaja !. Lantas bagimana dengan  keutamaan Satria Panengahing Pandawa dan Keluhuran Prabu Salya dan Nini Ratu Setyowati,putri tunggal Bagawan Banaspati dari Argabelah !, kau bilang hak setiap insan remaja ?”
“Memang engkau Sang Samar,yang akan terus hadir di jaman yang samar “.
***
Dialah getar sakti Dewa Ismoyo, yang mampu menembus batas waktu dan dinding beton Kraton Hastina yang kokoh dan tahan gempuran seribu meriam. Mantra sakti Semar mulai mendengar dengus nafas Kekasih Hatinya dan derai tawa sang Permaisuri Negeri Hastina.  Halusnya serat sutra mantra sakti itu,kini mulai menjalari tepi hati sang satria yang telah berusaha sekuat hati menepiskan kehadiran bisik mantra. Getar jantungnya tidak mampu membangunkan raganya untuk segera melejit menghadap sumber frekuensi mantra tersebut.
Sang Arjuna telah tahu pesis, siapakah yang menebar jala sutra di hatinya.
Namun pesona hasrat telah berhasil membawanya ke tiap penjuru laut biru,hingga keringat dingin bercucuran di setiap jengkal tubuhnya.
“Hai,Sang Satria bangkitlah dan pasanglah layar lebar-lebar agardirimu mampu menepikan perahu”
“Aku sudah terlanjur, menguntai canda dengan riak gelombang”
“Tugas suci menyemai bunga-bunga di halaman Boulevard di Puncak Mahameru telah menunggumu. Tahukah kau tahu, semua pancra inderamu sedang lari dari lembutnya wewaler sang suci tentang Dharmaning Satria ?”

Arjuna sementara mengunci panca inderanya dalam hening yang kosong. Sementar ombak lautan kembali berdebur,  menggeliatkan eksotisnya,meregangkan semua pundaknya dan kembali sang satriapun larut dalam manis manja ombak di laut.

Sang Mantra saat itu, harus menunjukan dirinya sebagai Sang  Hyang Ismoyo yang disegani semua dewa. Dengan kekuatan semegah Puncak Mount Everest dan luasnya ilu melebihi batas Atlantik dan Pacifik, namun sehalus kelopak bunga mawar, lantas mencengkeram leher sang satria yang tidak bisa berkutik sedikitpun. Dengan diiringi angin pasat Tenggara, sang Arjuna kini telah hadir di depan Semar di tengah Hutan Amarta.

“Betulkah kau masih Arjuna ?”
“Aku malu Ki Lurah ?”
“Seharusnya seorang satria mampu tahan uji setiap godaan, baik itu wanita, korupsi, money loundry, atau menyalahkan jabatan.  Apabila engkau masih mau melakukan itu, maka bagaimana kelakuan para petinggi di negeri ini kelak ?”
“Mohon maaf Ki Lurah, aku khilaf !!!”
“Jangan kau ulangi lagi, nggerrr !. Berilah teladan yang  baik untuk petinggi negeri ini kelak ! “
“Baik Ki Lurah !”
“Lantas apa tugasmu saat ini ?”
“Aku harus menyelamatkan saudara saudaraku yang berada di dalam sumur penuh bisa “

Tanpa menunggu bergantinya jarum detik,sang Semar segera melentinkan raga dan sukma sang satria untuk  menyelamatkan saudara-saudaranya yang kini terjebak dalam sumur yang dalam berisi bisa hewan-hewan ganas.

Arjuna dan semua saudaranya kini bisa tersenyum bahagia. Sang Semarpun kembali ke Karang Kedempel.***

Pondok Sastra HASTI Semarang

Minggu, 11 Desember 2011

Nadi Jantungku

Hujan

Aku menyelinap...
pada gambar langit
bercorak keluh kesah...
ketika selaksa guratan hidup
mereka usung di batas nafas....

Merekapun merajut
halaman hati, penuh benang sutra...
aku hanya mampu mengerling
tak kusodorkan......
karena telang hilang
terpagut petir tengah hari....(Semarang, 22 September 2010)

Tuhan

Berilah aku pagi......
agar mampu aku kayuh
perahu yang t'lah sarat
ke tepian
pantai ASMAMU

Tuhan....
berilah aku waktu
untuk ku naiki
agar tiada lagi
gelombang pantai
yang liar....
bersamaku sla'lu
TUHANKU........(23 September 2010)

                                                                                            B
ulan

Saat kau terjaring..
di rimbun palma dan semak
akupun masih..berkalang ufuk
diantara ilalang
aku tepis..samar hati
lantas kujebak rembulan
aku terkapar........(.23 September 2010 )

B
ajuku

Bukankah telah aku semai...
biji biji tanaman hati..untuk esok
kala lusuh dan hambar..menjadi satu
aku menggeliat....menggambar warna
di depan bilahhati dan beranda
Jiwamu.....

Namun engkau memilih gerimis
berkalang hitam jelaga langit
aku sodorkan halaman
berpagar kembang bakung

Bulan di kantong bajuku
mengerling tajam
dan bersapa senyum...
hening.........(.24 September 2010 )
 

Nindia

Dalam ukatan satu rumpun
aku ikat mawar, melati, kenanga
saling mengenalkan warna...
anyelir pun tak mau surut

Semua menjadi satu...
tak ada yang mau...berkawan senja
lantas aku pikat dengan SMARANDANA
semuanyapun menyodorkan senyum...
tapi aku terburu....terselip di sudut asa

Aku berikan taman bunga..
tempat aku membenahi...
kumbang dan bunga yang
memekik seru..aku terhampar
dalam sayap  DE'AMOUR...
karya seorang pujangga..
yang menelisik telaga cinta..

di tepinya telaga...
tak ada lagi belalang padang
yang  meranggas pilu..
aku bersemayam dalam halamanmu
N
india.............(.24 September 2010 )

Hamdi Beffananda Aji
Sayap

 lajulah...
.tanpa batas.....
pada sebuah guratan tentang ASMAMU..

agar mampu merajut......
langit yang tiada terperi luasnya.
.aku ditepinya,
menjinjing kecerahan jiwa.
.yang pernah kubuang
di Samarathonga atau Semeru.

.SAYAP...lajulah......
kedua tangankupun telah pulih..
aku tengadahkan untuk kemurahanNYA...
(Mohon maaf lahir dan batin, pada semua temanku)...
(8 September 2010)

Cinta

Kala hari telah lusuh
Istriku menyiram pagar rumah
yang ditumbuhi beluntas
dengan embun dini hari

Aku masih terpaku
di kakiku sendiri
secangkir kopi pahit
adalah wujud cintanya....Jum'at. di tengah hujan 24/9



Sabtu, 03 Desember 2011

Sajak untuk Tahun Baru 2012

Sajak tentang Cintaku

Indah Mahanani
Semua yang di langit dan bumi..adalah kemurahMU
Tuhanku.....
 Dalam dinding hidupku yang “berkanvas” hitam putih,
Saat terselip sepotong noktah warna,
biru tergambar menyongsong tiap aku buru
jarum waktu dan saat kusisir rambut kasihku
dengan seribu cerita mengenai cinta.

Tuhanku, dia bukan “Dewi Ullupi” dari “Lembah Naga”
Tapi dia adalah sebuah alasan
Sehingga akupun “Sang Permadi” yang bertegur sapa
dengan “Sang Korawya”, hingga dia mengulurkan tangan
akulah yang membelai rambut “Sang Gambiranom”.

Satu titian telah aku kokohkan agar kasihku mampu mengenyam
dan menyelorohkan sebuah ikatan bunga,
Kasihku, kau telah  mengalungkan ikatan bunga itu,
pada leher dan bahuku yang melegam
namun hadir pula sepenggal sembilu dan mampu menyayat
sebidang asa yang menyebar dalam sawah hidupku,
Namun kita adalah ilalang dari negeri nestapa
Yang berakar kuat dan sekokoh hasrat sebuah hidup

Dalam deru waktu, sang ilalang pun terus menjulang ke
Langit dan mengabarkan pada bidadari, agar memenuhi
sayap-sayap mereka, akan hidangan secawan anggur cinta,
Sehingga “Sang Jonggring Salaka” bermandi kembang warna warni
Disini pula aku mendapakan pagi dan serambi beralas
saling pengertian, kau suguhkan seribu makna
yang aku telan dan memenuhi ruang dadaku
akupun menggelepar dalam lakon rindu

Seperti dua remaja yang bertegur sapa dalam pantun
Di pesta panen, dengan kaki telanjang dan kulit ditikam
garangnya sinar mentari, kau ikat rambutmu dengan jerami
dan “baju sari” berornamen “Parang Kusuma”, mengabarkan
ketidakmampuan kita dalam menyongsong hidup
namun kita mampu memejamkan mata,
dalam tidur malam berteman angin malam
meski dengan sepotong ubi rebus
dan sayur kacang panjang,kau sedu teh cinta
selamat pagi kekasihku
aku dan kau dalam bilik tahun 2012...... (Semarang, 4 Desember, 2011)
  
Sebuah Eksotis  Darimu

Gaun malam merah jambu,
yang kau pakai
Memaksa kedua sorot mataku,
puspa prasasti aji
Mengetuk dinding....
Terus saja, aku terpelanting
Dalam terompet tahun baru
Yang menyalak,membangkitkan
Kembang api malam tahun baru
Selamat “Tahun Baru 2012”
Kasihku....... (Semarang, 4 Desember, 2011)
  
 Malam Tahun Baru

Merah menyala dalam hitam langit
Disisi biru menyendu taburan bintang,
Putihpun menarik benang  tulus
tak seperti hari biasa
Kita di tengah pesta malam tahun baru,
Aku dan kau terpingit dalamnya

Kau tertawan dalam senyum menawan
Akupun terjebak dalam arakan ombak
Manusia yang menyongsong sang waktu
Kau berceria dalam relung aku yang
Bahagia....... (Semarang, 4 Desember, 2011)