Langit hitam tak ubahnya selaput jelaga yang menghitami bagian bawah dan pinggang sebuah tempayan, gulungan-gulungan awan hitam mengerikan mengkaitkan kaki langit di empat penjuru cakrawala. Angin pergantian musim sangat menggigit kulit, meski selama ini belum pernah ada gerimis barang setetespun yang jatuh ke bumi. Ki Gede Haryo Pragolo, mendesirkan dalam hatinya sebuah kekhawatiran tentang badai disertai hujan yang bisa saja turun menerjang perdikan yang dia pimpin. Padahal telah setengah tahun ini sawah sawah kawula perdikannya terbengkelai dalam kerontang. Mereka membiarkan jerami-jerami yang menguning tergelar seluas sawah sawah mereka.
Dari kejauhan terlihatlah debu
mengepul dihempas beberapa ekor kuda yang menerobos udara siang Bumi Perdikan Patikraja yang meranggas. Ki Gede
Haryo Pragolo segera beranjak dari kursi bambunya, yang sedari pagi
menghisap tubuhnya. Beberapa prajurit perdikan berhamburan keluar untuk
menyambut tamu petinggi Kraton Kabupaten
Banyumas , yang merupakan duta dari Sinuwun Bupati Yudonegoro petinggi nomor
satu di Kabupaten Banyumas.
Mereka semua masih dikungkung
langit berjelaga, langit yang mengabarkan bakal turunya hujan apabila awan-awan
hitam yang mengusung butir-butir air tidak tersapu angin pancaroba yang mulai
mengganas. Maka di seputar Kraton Ki Gede
Haryo Pragolo semua dedaunan hijau menyodorkan sebuah tarian ceria dengan
gendang alam yang bertalu, menggesekan tubuh daun satu dengan lainnya. Bumi Pedikan Patikraja menjadi bertambah
gelisah. Hanya doa yang dapat dihaturkan kepada Sang Penguasa Alam tetap
meindungi mereka semua penghuni Bumi
Perdikan Patikraja.
Semua emban Bumi Perdikan Patikraja, menjadi sibuk hilir mudik guna menyuguh
tamu agung dari Kraton Harjo Mukti lengkap dengan pengawal Prajurit Patang Puluhan. Mereka semuapun terlihat mengusung sebuah
kekhawairan tentang kemungkinan turunya hujan badai yang menerjangnya.
Kekhawatiran yang datangnya dari bencana beberapa puluh tahun silam, kala
Kadipaten Banyumas menjadi korban kemarahan Sungai
Serayu yang merenggut ribuan kawula kabupaten Banyumas.
***
“Mohon ampunan yang tak terkira!,
kami menyambut kedatangan petinggi kabupaten tanpa persiapan yang terlebih
dahulu, Kanjeng Tumenggung Hardi Susetyo !”. Tegur sapa Ki Gede Patikraja disodorkan dengan
penuh santun dengan gambaran wajah yang was-was masih begayut di wajahnya.
“Oh, tiada mengapa Ki Gede !, akulah
yang mohon maaf karena kunjungan kami tanpa mengirim nawolo terlebih dahulu. Kunjungan kami sangat mendadak karena Kanjeng Bupati Yudonegoro mengutus kami
juga secara mendadak, lantaran beberapa hari ini langit Bumi Kabupaten Banyumas berjelaga, seperti enggan menampakan
wajahnya yang biru ceria. Kanjeng bupati merasa kahawatir dengan meluapnya
serayu “
“Betul katamu Kanjeng Tumenggung, banjir bandang yang
terjadi beberapa tahun silam telah menghantui kami semua. Kami selalu khawatir
bila mendung bergayut setebal ini. Padahal tidak lama lagi tiba musim hujan.
Semoga saja musim hujan kali ini mampu membwa berkah kawula semua, setelah delapan bulan lebih kami tidak bertani
“.
puspa prasasti aji |
“Lantas apa yang akan Adi lakukan
mengatasi masalah ini semua?, inilah yang akan kami laporkan pada kanjeng
bupati ! “
“Mohon maaf kanjeng tumenggung !,
kami hanya merencanakan tindakan sesuai kemampuan sebuah bumi perdikan. Kami
semata-mata hanya mampu merencanakn untuk menebar beberapa pos jaga siang dan
malam di sepanjang bantaran Kali Serayu,
di semua dusunpun telah kami tugaskan
peronda yang siap dengan titirnya, apabila petugas bantaran memberi tanda
Serayu meluap “
“Hmmm..,memang repot bila
kita menhadapi alam! “. Keluh sang tumenggung menggema ke selruh
pendopo agung bumi perdikan itu. Sebagian wajah menampakan gambaran
keputusasaan sebagian lain hanya berpasrah apapun kejadianya. Sedangkan
sebagian lain hanya tersenyum kecil, mengganggap lucu tentang ketidakberdayaan
manusia menghadapi bahaya alam ini. Karena tidak ada manusia yang sanggup
melawan alam, yang bisa di lakukan
manusia hanyalah mengusung sebuah persahabatan manis dengan alam.
“Mohon maaf Ki Gede ?” . Dengan
suara yang lantang pemimpin prajurit patang-puluhan menghaturkan sebuah
permintaan.
“Ada apa Ki Lurah tamtama !”
“Kami prajurit kabupaten juga
diperintahkan Sinuwun Kanjeng Bupati Banyumas untuk ikut jaga di perdikan ini “
“Oh, matru nuwun atas segala
kebaikan Sinuwun Yudonegoro .
Kebetulan kami juga sering mengkhawatirkan tindak pidana dari kawula yang tidak
bertanggung jawab bila banjir datang. Mereka seenaknya mengambil hewan ternak,
emas dan harta lainnya. Namun karena prajurit perdikan hanya sedikit jumlahnya,
maka tindak culiko seperti ini tidak
mampu kami atasi “
“Bagus Ki Lurah, aku harapkan
bukan saja kalian para prajurit Kabupaten Banyumas mampu menjaga ketertiban,
namun sekarang juga segera menentukan jalur pengungsian kawula menuju dusun
yang tinggi. Betul begitu Adi Haryo ?”
“Betul sekali Kanjeng Tumenggung Hardi Susetyo. Kami
menyaksikan sendiri betapa paniknya kawula saat bandang datang. Mereka tidak
tahu harus mengungsi kemana, mereka hanya berlarian tanpa arah. Hanya berdoa
kepada Sang Pencipta Alam Marcapada, yang bisa kami lakukan seperti beberapa
tahun silam “, jawab Ki Gede Haryo Pragolo.
Banjir bandang datang tiba-tiba
di tengah malam gulita karena hujan menerpa perdikan itu bebera hari lamanya.
Memang banjir sudah menjadi gejala alam yang mengakrabi kawula perdikan itu,
namun biasanya hanya sebatas paha paling tinggi. Namun Gusti Ingkang Makaryo Jagad menghendaki alam ini berbicara lain. Terjangan
air Kali Serayu justru melimpah di luar batas kebiasaan. Sehingga tanggul alam
yang kokoh akhirnya dilumat tak berdaya oleh air bah yang tinggi. Banyak rumah penduduk yang hanyut, karena
rata-rata bandang mencapai atap rumah tingginya. Teriakan pilu dan histeris
terdengar di mana-mana, meratapi nasib sanak saudaranya yang hilang terbawa
bandang liarnya Kali Serayu. Meski Ki
Gede Haryo Pragolo dan seluruh keluarganya selamat, namun dia hanya mampu
menangis pilu yang selama satu minggu tidak makan dan tidur, “Duh Gusti !,
berilah ketabahan dan kekuatan hati kami semua dalam menghadapi musibah ini.
Terimalah disisiMU semua kawula perdikan ini yang terbawa arus Serayu “. Tiada
henti sang petinggi Bumi Perdikan Patikraja berdoa kepada Sang Penguasa Alam.
Ki Gede Haryo Pragolo, terbius dalam angan yang menggetirkan
hatinya.
“Aku turut bersedih dengan
kejadian itu “ seru Kanjeng Tumenggung
Hardi Susetyo.
“Nuwun sewu Adi !, jangan lupa
harus Adi persiapkan lumbung lumbung padi yang ada. Kanjeng Bupati akan segera
mengirim beberapa pedati padi” tawaran Kanjeng
Tumenggung Hardi Susetyo betul betul membawa angin segar bagi hati sanubari
pemimpin Perdikan Patikraja yang semula tertutup mendung tebal, setebal jelaga
yang kini menyelimuti langit Bumi
Perdikan Patikraja.
Bumi Perdikan Patikraja sudah beberapa bulan ini dirundung paceklik
yang sangat menusuk sanubarinya. Selama
ini Ki Gede Haryo Pragolo tidak tahu harus berbuat apa, untuk
mengumpulkan upeti dari dusun-dusun yang berada di kekusaan bumi perdikan jelas
tidak mungkin. Kawulanya sendiri saat ini sedang menggelepar melawan paceklik, bagaikan melawan teror hantu
yang menyeluruh menteror kawula perdikan baik siang maupun malam. Sedangkan
cadangan padi di lumbung perdikan sudah menipis.
Karena banyak kawula yang
berhari-hari tidak makan nasi ataupun palawija, maka kriminalitas di perdikanya
juga turut menteror kawulanya, rampok di siang hari bolong menjadi hal yang
biasa. Bahkan merekapun tidak segan melawan prajurit perdikan yang jumlahnya
tidak seberapa. Maka Ki Gedepun hampir tiap malam mendengar pekik titir yang
bertalu mengabarkan adanya perampokan sekaligus isyarat tentang kawulanya yang
meninggal akibat kelaparan.
“Baiklah Adi Pragolo,karena hari
sudah merambat sore kami mohon diri “,Kanjeng
Tumenggung Hardi Susetyo segera merapatkan tubuhnya untuk memeluk Ki Gede Haryo Pragolo yang telah dirundung kesedihan hati.
“Dengan segala kerendahan hati
kami menghaturkan selamat jalan dan mohon disampaikan Salam Taklid kami kepada Njeng Sinuwun Yudonegoro, kami Bumi
Perdikan Patikaraja siap menjunjung
semua titahnya “.
“Baik Adi Pragolo, mohon bimbinganya pula untuk semua prajurit kabupaten
agar mereka semua mampu menentramkan perdikan ini dan mampu menjalankan tugas
bila bandang menerjang perdikan ini. Kami pamit, Adi !”.
***
Angin Barat masih setia membawa gulungan
awan hitam. Terkadang mereka hanya memberikan gerimis yang membasahi bumi
perdikan ini. Kadang pula mereka membawa hujan lebat disertai badai. Namun
semakin hari semakin tebal awan hitam itu menjenguk Bumi Perdikan Patikraja, Kali Serayupun mulai bertambah meruah
airnya, hingga mendekati batas tanggul. Melihat gejala seperti ini semua kawula
Bumi Perdikan Patikraja belum
bergairah menyemai padi di sawah. Apalagi kini mereka telah bersiap mengungsi
bila pertanda titir dari prajurit dan punggawa kraton telah bergema. Barang
barang berharga telah dikemas untuk siap di bawa ke arah yang telah ditentukan
oleh Lurah Tamtama Lembu Seto yang
akan memimpin pengungsian.
Senja itu Ki Gede Haryo Pragolo sudah
berada di Kawedanan Purwokerto untuk
mempersiapkan barak pengungsian dan menjemput Kanjeng Tumenggung Hardi Susetyo yang memimpin langsung puluhan
pedati yang membawa bantuan bahan makanan dari Njeng Sinuwun Yudonegoro. Gerimis masih setia membasahi wajah bumi
ini, semua prajurit dan punggawanya
masih pula sibuk mempersiapkan bantuan bahan makanan.
Seorang punggawa perdikan dengan
berlari kecil dan nafas terengah-engah segera menghadap Ki Gede
Haryo Pragolo , “Mohon maaf Kanjeng !, bandang telah datang sore tadi,
seluruh Dukuh Kebasen telah hanyut, mohon maaf dan nyuwun dawuh !”. Ki Gede menjadi bersungut sungut wajahnya, dia segera beranjak dari tempat duduknya,
wajah yang tegang masih menghiasi dirinya
“ Semua kawula sudah diungsikan ?”.
“Perintah Kanjeng telah kami
laksanakan mulai beberapa hari lalu !”
“Berapa banyak korban jiwa yang
ada ?”
“Mohon maaf Kanjeng kami belum
menghitungnya, tadi sore jenasah korban yang meninggal telah kami kumpulkan di
pendopo perdikan. Namun hanya sedikit Kanjeng !”
Sorot mata yang tajam dari Ki Gede Haryo Pragolo kini mulai ditutup
oleh tabir air mata. Hanya doa yang dipersembahkan pada Tuhan yang Kuasa disodorkan
oleh petinggi itu. Semoga arwah kawulanya yang menjadi korban keganasan Serayu diterima
di sisiNYA. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar