Kamis, 22 Desember 2011

Ibu


Puisi Hari Ibu
Sekar Kusuma Adji


Aku belum mampu, mengurai makna,
Bila sayatan kelopak bunga
Bermahkota “sari”
Tak lekang dipagut terik “sang krisis”
Atau tangis pilu.
Sang Ibu yang terpingit
Tulang kita yang garang

Ibu, bila esok tak kau
sejuki dengan keanjang bunga
atau tak kau kibaskan
angin gunung pembawa
sepoi kerinduan
maka bunga di penjuru
tanah yang lapang dan tandus
sekar kusuma adji
akan bermahkota Rafflesia

Ibu, aku rindu pada
nyanyian sawah ladang
Aku muak dengan
nyanyian negeri yang ngeri
aku rindu pada buaian
kain beludrumu berwarna
biru dan rindu
(Semarang, 22 Desember 2012)




Rabu, 21 Desember 2011

Kumbokarno Simbol Nasionalisme Tulen


Kumbakarno, Sumber : Google
Tersebutlah sebuah kerajaan besar bernama Alengka yang tergelar disebuah kepulauan yang luas. Kerajaan ini tergelar di atas lembah (plato ) yang dibatasi tiga gunung yang semuanya disebut dengan Gunung Trikuta. Kerajaan Alengka dipimpin oleh  maharaja raksasa yang sakti mandraguna bergelar Prabu Rahwana Raja Tiga Dunia (raja para dewa, manusia dan raksasa serta machluk halus). Karena kesaktianya itu, maka jadilah Raja Rahwana sebagai raja yang sombong, tamak dan pilih tanding. Tidak ada satupun rakyat di Alengka yang mampu menandingi kesaktiannya.

Kesaktian Rahwana yang tiada duanya diperoleh dari “tapa-brata “ dirinya untuk menyembah kepada Dewa Brahma selama bertahun-tahun. Hingga dia mendapat anugerah dari Dewa Brahwa sebuah kesaktian yang menyebabkan dia kebal terhadap segala ilmu, sihir, tenung, santet yang dimiliki oleh raksasa, genderuwo, machluk halus lainnya,  bahkan Rahwana juga kebal terhadap ilmu para dewa.

Bukan hanya kepada Brahma, kepada Dewa Siwa Rahwanapun melakukan penyembahan dan puja – puji  yang dilakukan selama bertahun-tahun pula. Bahkan penyembahan Rahwana kepada Siwa dilakukan dengan sebuah tarian yang dikenal dengan nama Shiva Tandava Stotra. Karena ketekunanya, Dewa Siwa akhirnya menghadiahkan kepada Rahwana sebuah pedang yang berkekuatan dahsyat yang dinamakan Chandrahasa (Pedang Bulan). Lengkap sudah kesaktian raksasa Rahwana, sehingga dia termasuk raja yang ditakuti oleh semua manusia, raksasa dan machluk halus.  Diantara seabreg sifat sombong yang dimiliki raja lalim ini, salah satu diantaranya  adalah sikap yang meremehkan terhadap ras manusia. Ternyata sikap meremehkan manusia ini kelak kemudian hari menjadi petaka baginya.

Karena manusia dipandang rendah olehnya, maka Rahwana tidak tanggung-tanggung memperistri wanita wanita cantik seantero Bumi Alengka, tidak perduli dia masih lajang atau telah bersuami. Termasuk juga hasratnya untuk memperistri wanita “luhur budi bahasanya dan cantik jelita”, yang bernama Dewi Shinta (Sita), meskipun dia tahu bahwa Shinta telah bersuami  Raden Rama Wijaya.

·         Sikap Gunawan Wibisono

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, Wibisana (Sanskerta: विभीषण, Vibhīshaṇa) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana yang menyeberang ke pihak Sri Rama. Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan Wanara, Wibisana banyak berjasa membocorkan kelemahan kaumnya, sehingga pihak Wanara yang dipimpin Rama memperoleh kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana menjadi raja Alengka. Ia dianggap sebagai salah satu Chiranjiwin, yaitu makhluk abadi selamanya.
Kumbakarno Sumber : Indonesia Travelled. Com
Selanjutnya Wikipedia menjelaskan bahwa Wibisana sebagai adik kandung Rahwana atau putra bungsu pasutri Wisrawa dan Kaikesi.  Sedangkan  menurut versi Mahabarata,  Wibisana adalah putra pasutri Wisrawa dan Malini. Sehingga dia adalah adik tiri Rahwana. Sementara itu Rahwana dan Kumbokarno adalah saudara sekandung.

Meskipun Wibisono adalah seorang raksasa, tetapi dia memiliki kepribadian yang berbeda jauh dengan raksasa lainya, yang sering menebarkan kedholiman dan angkara murka di dunia ini. Wibisono memiliki karakter yang lembut, adil,bijaksana, peduli terhadap sesama dan selalu “Ngrungkebi Dharmaning Satria”.  Sejak muda dia sudah tekun menyembah Dewa Whisnu dan Dewa Brahma seperti kakaknya Rahwana dan Kumbokarno. 

Wibisono-Google
Baik Dewa Brahma maupun Wisnu suatu ketika berniat memberikan limpahan anugerah pada Gunawan Wibisono atas “gentur tapa” yang dilakukan dirinya. Oleh kedua dewa tersebut Wibisana diberi pilihan alternatif anugerah yang bakal diterimanya, yaitu opsi Kasekten (kesaktian ), Kayekten (keluhuran derajat sosial di masyarakat) dan Kamuktin (kekayaan duniawi). Tetapi tidak satupun opsi yang ditawarkan kedua dewa tersebut diterima, Wibisana hanya meminta anugerah berupa bimbingan hati dan jiwanya menuju kebenaran.

Sudah barang tentu Wibisono sangat menentang keras perbuatan kakak sulungnya Rahwana yang menulik Dewi Shinta dan mendesak agar kakaknya segera mengembalikan Dewi Shinta ke Prabu Sri Rama yang paling berhak memiliki  Dewi Shinta. Menanggapi desakan adik bungsunya, Rahwana menjadi murka dan saat itu juga mengusir Wibisono pergi dari Negara Alengka.

·         Nasionalisme Kumbokarno

Dalam kehidupan manusia modern yang  telah mengenal Kisah Ramayana dan Mahabarata, sosok Kumbokarno selalu disertakan pada sikap nasionalisme tulen. Sosok dan karakter tersebut yang saling melekat sering digunakan sebagai icon para  aparatur negara di Asia Timur. Meskipun wujud lahiriah satria raksasa ini sangat mengerikan, tinggi besar dengan kedua biji mata yang melotot keluar. Namun wujud lahiriah dengan jiwanya sangat bersebrangan.

Betapa tidak, Kumbokarno adalah sosok prajurit sejati yang berani mati dengan mengusung pemeo right or wrong is my country, tetapi sikap ini tidak dilangsungkan dengan mata gelap.

Karena sebelum Kumbokarno “Madeg ing PALAGAN” dia terlebih dahulu menyadarkan kakak kandungnya sekaligus rajanya untuk kembali ke jalan yang benar, dengan mengembalikan Dewi Shinta. Namun berlainan dengan Wibisono yang bergabung dengan pasukan Sri Rama, Kumbokarno memilih untuk melindungi tanah airnya dari invasi kekuatan asing atas perintah rajanya.

Menghadapi situasi yang kritis di ibukota kerajaan, tanpa berpikir panjang dia segera menyongsong ribuan pasukan wanara yang dipimpin langsung oleh Prabu Sri Rama. Kedua tangan dan kakinya  dengan sigapnya berhasil membunuh ribuan prajurit kera. Sehingga satu persatu anggota badanya itu  harus segera dilumpuhkan oleh panah Sri Rama. Sri Rama sengaja melumpuhkan satu persatu anggota tubuh Kumbokarno untuk menghindari ribuan prajuritnya yang menjadi korban serta menunggu pengampunan yang disodorkan oleh Kumbokarno. Tetapi Kumbokarno bersikeras untuk menjadi pejuang berani mati membela negaranya.
Gugurnya Jatayu

Akhirnya dengan terpaksa dan untuk mengurangi penderitaan Kumbokarno, Sang Sri Rama mengarahkan panah saktinya ke leher Kumbokarno yang berakhir dengan berpisahnya kepala Kumbokarno dengan badanya. Sri Ramapun memberikan penghargaan yang tinggi terhadap sikap nasionisme tulen Resi Kumbokarno.

Gugurnya pejuang sejati Kumbokarno sudah selayaknya ditiru oleh siapa saja yang memiliki keberanian, niatan dan dan semangat para penyelenggara negara di manapun, kapanpun dan siapapun ***

Senin, 19 Desember 2011

Tahun Baru


hamdi beffananda aji
PUISI ANAK


Ibu hanya diam, tak satu patah katapun berkata....
waktu aku meminta piknik di akhir tahun,
 berkeliling Pulau Jawa, menginap di Telaga Sarangan
bermandi cahaya matahari dan bermain ombak
di Pantai Parang Tritis. Aku ingin mendengar
kicau burung  di Cemoro Sewu

Bapak menghampiri aku dan mengelus rambutku
Siapa yang memberi makan Si Jalu, ayam jantanku ?
Meski tidak pernah aku adu dengan ayam jantan lain
Siapa yang akan memberi makan burung kutilang kesayanganku ?

Lebih baik aku bersuka ria,
Di halaman rumah, yang penuh tanaman bunga, burung
Beberapa ekor ayam miliku
Dengan sahabat-sahabatku di desa
Bermain sepak bola di tanah lapang belakang rumahku
Bermandi cahaya matahari sepanjang hari

Akhir Desember, 2011.