“Jangan
sekali- kali kamu kalah dengan ego kamu sendiri, sebab musuh yang paling halus
dan melenakan, adalah ego kamu. Camkan itu, anaku sekalian…?”. Ruang kelas yang
cukup luas itu serasa ditelan bumi, meski untuk sementara Pak Santiago hanya
melemparkan sorot matanya kepada anak anaknya,
yang beberapa hari kemarin membuat hatinya getir. Maka wajar saja sudah
cukup lama, guru yang terkenal bijak itu masih saja meradangkan amarah dan
kekesalanya pada kelas itu.
Kadang suara
Pak Santiago mampu menggetarkan kaca jendela kelas, kadang pula melembut
disertai dengusan nafas panjang. Namun demikian semua anak anaknyapun mengakui
bahwa guru wali kelasnya itu, adalah guru yang piawai dalam menyelami liku hati
anak anak didiknya yang memasuki tahap remaja. Namun entah iblis apa yang
menyelinap dalam benak anak anaknya, yang terus saja badung membuat ulah di
sekolah mereka itu.
“Entah apa
yang kamu banggakan dari diri kalian, aku tahu anak anaku !. Sebagian besar
diri kalian adalah putra orang terpandang, pengusaha, pejabat. Namun bukan
berarti pak guru terus diam membisu, bila ulah kalian sudah seperti ulah geng
motor.Pak guru cukup terhenyak mendapat laporan diri beberapa pemilik Café di
lingkungan sekolah kita“. Suara Pak Santiago bertambah lirih, karena
kekesalanya yang mengguncangkan dadanya hingga seakan akan mampu menelan
suaranya sendiri.
Setegar
apapun hati putra putranya, saat itu menjadi luluh mendengar advise guru yang
karismatik itu. Sebagian besar dari mereka yang badung, tidak mampu lagi untuk menatap
sorot mata gurunya yang tajam itu, apalagi untuk membantah semua advisenya,
padahal selama ini, mereka kerap membuat guru lain menjadi kesal dan hampir
putus asa member pembelajaran pada mereka, selalu saja terdapat ulah yang tidak
santun.
“Maaf,
anaku..kalau kamu punya gaya hidp yang bebas seperti petualang, tidak ada
yang mampu
mengarahkan kamu semua, silakan hengkang dari sekolah ini !”.
***
Bagi Rudi
sama sekali dia tidak berani untuk berkilah apapun, karena hingga saat ini dia
telah divonis oleh sekolah untuk segera meninggalkan sekolah favourit ini,
apabila dia sekali lagi membuat ulah. Tapi karena rayuan dari beberapa teman
badungnya, dia dan beberapa temanya beberapa hari silam asik nongkrong di Horizone
Café dekat dengan sekolah mereka di jam jam sekolah. Justru di café inilah dia
bisa bebas berkencan dengan Angelita dan Angelitapun ikut terhipnotis untuk
bolos sekolah.dan membuka kedua tanganya
untuk menerima Rudy.
“Rudy..!”
teriak Pak Santiago mengagetkan semua siswa
yang mendengar, langit langit kelaspun seakan akan hampir runtuh, semua
hanya mampu diam membisu menghadapi kekesalan guru yang biasanya sangat sayang
kepada mereka, termasuk Rudy yang mulai
berkeringat dingin setelah mendengar namanya dipanggil.
“Iya, pak !”
“Nampaknya
aku harus rela melepasmu, meski dengan berat hati”
“Maaf, pak !.
Rudy masih ingin sekolah disini !”
“Apa karena
kamu sekelas dengan Angelita , kamu mau sekolah di sini terus !”Pak Santiago
tahu persis bahwa anaknya yang paling badung ini, memang ngebet bukan kepalang
dengan Angelita, putri seorang pengusaha mini market di kotanya. Apapun bisa
dilakukan oleh Rudy, asal dia bisa berada di seputar Angelita.
Rudy tersudut
tak mampu bicara apapun, sementara Angelitapun hanya mampu menundukan kepalanya
karena perasaan malu mulai menggelitik hatinya, apalagi selama ini Pak Santiago
tidak pernah usil ataupun peduli dengan persahabatan mereka berdua. Tetapi saat
ini dengan kesal, wali kelas yang mereka sayangi itu telah mulai nyentil
hubungan mereka berdua. Angelitapun tidak ingin guru kesayanganya itu menghempaskan
dia begitu saja dari sekolah ini.
Betapa
Angelita masih ingat betul satu tahun silam, saat pertama kali dia masuk
sekolah ini, setelah beberapa sekolah sebelumnya telah mengeluarkan dia. Anggelita
mulai merasakan kesejukan hatinya, dengan advise advise walikelasnya ini, yang
hanya sekedar berbicara segala sesuatu yang perlu, namun sederetan kata katanya
mampu membius Angelita yang sigap membenahi karakternya yang binal. Kata dan
sikap Pak Santiago adalah mutiara bagi Anggelita yang mulai mampu menemukan
dirinya sendiri.
Namun saat
ini, dia menghadapi figure yang tidak
lebih dari singa yang lapar, yang siap mencabik dia dan beberapa sokibnya yang
terus menerus melanggar aturan sekolah. Perasaan seperti ini nampaknya juga
dirasakan oleh Rudy, kentara dari sorot mata yang sering dilemparkan pada Angelita.
”Sukseslah
anak anaku, dengan apa saja yang kamu sukai, tanpa terhalang apapun, seperti
angin yang bertiup tanpa beban. Hal itu bisa kamu dapatkan, bila kamu mampu
mengalahkan egomu sendiri, go go like
the wind blow”. Kata kata bijak Pak Santiago masih sering diingat oleh Angelita
dan beberapa teman lainnya.
***
“Aku sudah
lelah menghadapi ulah kalian berdua” seru Pak Santiago di ruang guru, setelah
usai jam sekolah. Rudy masih diam membisu, sementara air mata sejuta penyesalan
telah mulai membasahi kedua mata Angelita. Suasana kantor guru menyerukan
sebuah keheningan yang ikut serta mengajukan proetes pada dua sokib remaja yang
menjadi biang membolosnya beberapa teman mereka selama satu minggu.
“Maaf, pak.
Memang Angelita besalah !”
“Hmmm..Angelita!,
ingat!, baik sekolah, orang tuamu dan saya pribadi memang selalu memaafkan diri
kamu. Tapi itu bukan poko permasalahnya, masalah yang ada justru lebih pelik
dari sekedar Pak Santiago memaafkan kamu berdua !, tahu Rud, ucapan pak guru ?”
“Rudy belum
mengerti, pak !”
“Kamu tahu,
Angel ?”
“Angel juga belum tahu, pak !”
“Hari kemarin
segenap guru talah memutuskan untuk segera mengeluarkan kamu berdua dari
sekolah ini, dan untuk beberapa teman kamu hanya diminta mebuat pernyataan
resmi. Jadi pak guru saat ini juga dengan berat hati akan membuatkan kalian
surat pindah”.
Kedua bola
mata Angelita kini benar benar dibasahi air mata, sedangkan Rudy hanya
membantingkan sorot mata ke tiap sudut ruangan itu. Kedua remaja itu merasa,
bahwa mereka berdua dan beberapa temanya telah mulai beradaptasi dengan sekolah
ini. Setelah mereka bosan keluar masuk dari seolah satu ke sekolah lainnya.
Terutama Rudy dan Angelita yang tidak tahu harus berbuat apa lagi.
“Pak Santiago
!, boleh Angelita bicara ?”pinta Angelita dengan isak tangis yang masih
terdengar.
“Oh tentu saja
boleh, anaku , dan kau Rudy !, selalu aku luangkan waktu untuk kau !. Nah Rudy
silahkan kamu juga bicara !”
“Ah, tidak
pak !. Rudy tidak tahu harus bicara apa !”
“Baiklah
Angelita, silakan bicara !”pinta Pak Santiago.
“Angelita
khawatir, pak !”
“Khawatir
tentang apa, anaku !”Sejuta penasaran kini hinggap di hati wali kelas mereka
“Angelita dan
Rudy bisa kembali menjadi anak jalanan setelah dikeluarkan dari sekolah ini “
Giliran Pak
Santiago kini yang terdiam seribu bahasa dengan mengsiratkan kekhawatiran dari
sorot matanya. Dengan menderaikan senyum lepas pak guru itupan mengangkat ke
dua tanganya.
“Kalau kamu
merasa sudah mulai mebenahi diri kamu sendiri di sekolah ini, mengapa
kamu
melanggar aturan sekolah dengan berpacaran di Horizone Café selama satu minggu
di jam sekolah. Pelanggaran ini sangat memalukan nama sekolah, apalagi yang
malaporkan ulah
kalian adalah warga sekitar sini “.
“Pak Santiago
!, Rudy minta maaf, dan ini yag terakhir kali “
“Bulan
kemarin kamu juga berjanji seperti ini. Baiklah anaku berdua, aku hanya
menjalankan tugas. Pak Santiago hanya mampu berdoa, semoga kalian berdua
menemukan sekolah yang lebih baik dengan sekolah ini. Sehingga mampu membentuk
kalian berdua menjadi remaja yang baik “
“Rudy, tidak
mau, pak !” desak Rudy.
“Angel sekali
ini saja meminjam nama baik Pak Santiago,
untuk yang terakhir “. Permintaan Angelita ini sempat mengagetkan wali
kelasnya.
“Angel, Angel
!, apa lagi !”Pak Santiago mengangkat kedua tanganya
“Angel akan
membuktikan pada sekolah bahwa Angel bukan anak jalang, Angel akan buktikan
bahwa Angel adalah anak yang berprestasi dan akan Angel buktikan dengan
rangking rapot “Kedua sorot mata Angelita yang masih basah tajam menatap wajah
Pak Santiago, yang mengusung sebuah harapan adanya kebijakan dari walikelasnya.
“Hehehe…ini
baru putra bapak, lantas kalau kamu tidak masuk rangking ?”jawab Pak Santiago.
“Itu terserah
Pak Santiago ?”
“Dan kau Rud
!, sama seperti Angelita ?”
“Ya, pak !”
“Sungguh, Rud
!”
“Sungguh pak
!, Rudy janji !”
“Huuuh..aku
tidak menyangka kalian berdua masih memiliki sikap dewasa. Tapi aku tidak
janji, nanti pak guru akan mengajukan ke kepala sekolah, OK ! hari sudah
siang,kalian berdua bisa pulang sekarang !”***