Minggu, 07 Oktober 2012

Puisi dan Facebooku



Kau tak segan...
sedu sedan...lantaran
aku tak mampu membelikan sedan...
aku hanya mampu membelikan dakocan..
meski, kau seharum daun pandan..
masihkah di malam jalang kita berkencan ?
dalam suka cita rumah papan..
kita menukilkan sebuah roman
bukan lagu lagu kesukaan setan..

akulah satu yang kau sebut si jantan
bukan dalam sajian sorotmu arogan
hingga semua tinggal serpihan
dalam rumah kaca berkemas kesombongan
hingga kau merasa dalam beban

7 Okt 12

Usai...
tak ada yang bertaut...
hanya serpihan..bahkan luka yang terrsayat...
saat melati ku tanam di semai cinta..
tapi kau ganti dengan kerontang
hari hari panjang...
ku tunggu nyanyi rindu sejak..
sang perahu menebar angin..
buih pantai terhenyak tak percaya...

aku habiskan isi hati
kau tersungging dalam senyum
yang asing bagiku...

Ku tunggu babak "Arjuna dan Supraba"...
yang ada hanya lakon ilalang lekang
sepanjang padang gersang,
usai sudah...
apa apa yang harus usai....7 Okt 12
 

RANDUGUNTING...

hamparan bumi, saat pertama
langit mengabari, tentang aku
yang lahir dari IBUNDA..suci
dalam belaian dan buaian halus lembut
berlapis beludru biru
aku tumbuh...sebagai laki laki
pemilik Taman Bunga milku sendiri

aku rindu...dalam ikatan
manis manja penuh selaksa tawa
mampukah pintaku membalikan pusaran bumi...?

sehingga, aku menjadi anak kecil
bertelanjang dada di bawah "padang Bulan"
di tanah lapang, berjkejaran...
dengan teman teman kecilku
memainkan sandiwara bertabuh pelepah pisang
aku rindu...7 Okt 12
 
Petualang
aku berpetualang....
menyelipkan diriku sendiri pada
belalang dan padang gersang, menghitung musim..
di hari ini aku kembali, menerpakan angin
menjenguk buku nasib..adakah diriku ?
yang mampu menjulangkan istanaku sendiri
di singasana cakrawala hidup

aku sendiri...tiada besepadu
dengan anyaman beluntas yang tergelar
berjajar di jalan lengang hidupku

bilakah...aku tiada kau sertakan
maka aku akan berkelebat menjaring
putus asa, meratap angan...
namun, kau tetap disisiku..menjalin keluh
padaNYA....kita menjadi kecil
di Samudra KebesaranNYA

DIA lah yang memiliki sketsa guratan kita
diriku dan kau, beribu angan menjulang...7 Okta 12
 
Cinta Seminggu
malam minggu,dia menunggu
malam senin, dia mengkhayal jadi pengantin
malam selasa, aku pegang realita
malam rabu, aku tak keburu
malam kamis. selalu optimis
malam jum'at, jangan berpikir sesaat
malam sabtu,...kita berpadu
6 Okt 12

Sayang.....

lengang...
tak mesti melekang...kan usai sudah..
jalanan panjang...mengekang
dan mengungkung aku... menepis terang...
gemintang bintang...masih telanjang
dalam haru biru hari yang mengekang

kasihku, aku melenting...
dalam buaian kata sayang
aku menjadi perawan yang riang
tak ada sorot mata garang

aku...sayang...(saat lebay di sabtu pagi, 6 okta 2012)

Jumat, 05 Oktober 2012

J a n j i




Semakin melenakan  hati Isa Noval saja, hingga dia terus mengelupas hari harinya dengan bercengkerama pada siapapun di FB, Twitter atau jejaring sosial lainnya, tak hirau jarum detik lepas dari menit, jam dan seterusnya.  Saat dia bergumul dengan laptop atau handphone gaul bercassing biru muda, maka saat itulah dia menyisir serat optik menembus dunia maya, tanpa berbatas tempat, kalangan “the have” atau ilalang kecil yang separo nafas. Dengan acuh dan ego cowok gaul ini menyambangi siapa yang demen chatingan atau yang demen nulis apa saja di view untuk curhat atau berbagai gagasan konyol dan filosofis, termasuk juga nulis puisi cinta, layaknya penyair kondang. Bila anak gaul ini, sudah nongkrong di depan laptopnya di kamar pribadinya, maka waktu berjam jampun akan berlalu begitu saja.

Stephane adalah salah satu cewek yang  ngebet banget dengan Noval di minggu minggu ini, meski dia bukan teman Noval satu sekolah. Tapi berawal dari berbagi seloroh tentang apa saja di FB hingga beberapa appoinment berdua untuk saling jumpa. Dua sejoli itupun bagaikan merpati yang tak pernah ingkar janji, saling enjoy dan tak melewatkan sang detik yang memburunya. 

Nova berkemas seperti merpati jantan yang romantis dan elegan, sedangkan Stephane siap menjerat sang merpati jantan dengan gula gula cinta remaja yang semarak penuh warna. Mereka kini berdua di Catherina Pub, dengan soft drink dan menu makanan ringan Javaness Food benar benar larut dalam Special Night for Legend of Westlife.
***
“Salut aku sama kamu, Bro !” Stephane mulai memberikan celotehnya, di dalam mobil warna hitam pekat, yang menyisir Kota Semarang, sepulang dari nonton konser musik di pub itu.
“Salut apaan,  Step !”

“Kamu pinter nyari acara, aku terkesan  lagu lagu tadi, so sweet !. Kamu biasa ke pub ini ?”
“Ah, cuma kali ini !. Acara ini  aku tahu dari status sokib sokibku di FB “

Seberkas rasa nggak percaya kini terlintas di benak Stephane  dan getar hatinya jelas terlihat di sorot matanya yang hambar. “Ah, masa aku sebodoh ini, aku baru kenal dia yang ganteng tapi udah bareng nonton konser ini malam ini, begitu gampang !, so pasti Noval biasa juga mengencani cewek cewek yang jadi sokibnya “ terus saja getar hati Stephane memenuhi setiap interior mobil hitam pekat,  yang berisi sepasang anank gaul dan terus meluncur  sepanjang jalan jalan gelap Kota Semarang menuju batas kota. Stephanepun bungkam hening, seribu bahasa. 

Tidak biasa cewek yang cantik dan ceria, seperti Kate Midlleton sang bunga mekar sari di tengah kumbang kumbang yang berusaha menjeratnya. Tapi kini tak ubahnya seperti gadis desa yang baru pertama berkenalan dengan pejaka yang masih asing baginya. 

“Kok diam, Step !” seru Noval.
“Nggak aku cuma penasaran sama kamu !” jawab Stephane.
“Ah jangan gitu dong !, sesuai appoinment yang kita buat, malam ini kita enjoy. Menghabiskan Saturday Night Fever yang  so sweet dan berkesan” mulai Noval memasang jerat jerat romantisnya kepada cewek gaul sokib FB-nya.

“Tapi aku nggak mau, enjoy kita nglantur samapai batas kota ini.Aku mau pulang saja, Noval. Akupun punya banyak friend di FB yang sering main bareng, tapi nggak sampai kaya gini”

“Sabar Step, aku Cuma mau ngajak kamu refreshing saja”

“Tapi aku nggak mau “ bentak Stephane hingga membuat rona wajah cowok ganteng itu menjadi merah dan malu.
“Kok kamu marah, sih !” jawab Noval penasaran.
“Sekarang putar saja, kita balik ke Semarang “ pinta Stephane.
“Kita sudah jauh Step, mengapa harus kembali ke Semarang ?”
“Kalau kamu memang sokib FB ku, kamu harus tahu perasaanku, dong !. Aku bukan cewek murahan, yang gampang diajak kencan yang norak, jangan kamu samakan aku dengan sokibmu yang lain”
“OK !!!, Step aku putar, tapi aku pengin kita mampir di Cafe Pojok, untuk ngobrol dulu dengan kamu,  don’t worry Step, aku tidak akan macam macam denganmu” pinta Nova.
“OK !!, akupun tetap menghargai kamu, sepanjang kamu hanya ingin berteman denganku, itu saja “
***
Kedua sorot mata sepasang anak gaul ini saling membuang satu sama lain. Padahal di atas meja  mereka telah tersaji softdring lengkap dengan sedotan dan makanan ringan. Noval terus saja diam, tapi masih   tersimpan dalam kalbu hatinya, rasa malu dan penasaran yang liar. Stephane kini terlihat lebih dewasa setelah tahu cowok yang bersamanya malam ini, adalah cowok yang bermoral kampungan, yang mengganggap dia hanya Kupu Kupu Maya. Maka wajar saja Stephane menganggap Noval bukan cowok yang menjadi levelnya dia.

“Asal kamu tahu, Noval !. Aku bukan cewek yang bisa kamu perlakukan seenaknya !” dengan halus dan tatapan mata yang bijak Stephane berusaha meredakan bara yang ada di hati Noval. Bara yang terus saja selama ini mampu menundukan bunga bunga sokibnya, baik yang kenal di FB maupun di acara gaul lainnya.
“Step !, jangan salah paham, aku hanya berniat mengajak kamu main aja ke Bukit Cinta”

“Noval !, memang aku cewek yang masih ingusan. Tapi aku juga tahu, untuk apa kamu bawa cewek hingga puncak Bukit Cinta, kan untuk bermalam kan !. Nggak mungkin kalau enjoy seperti itu cuma untuk berteman, pasti lebih dari itu. Udahlah Noval, jangan berlagak bodoh. Aku sudah tahu,  banyak cowok yang sudah bermental laki laki buaya, dan aku nggak nyangka kalau kamu bermental seperti itu !” terdengar ketus ucapan Stephane. Sehingga Noval yang menjadi ciut hatinya menjadi tambah tak berkutik.

“Step, aku akui aku memang cowok busuk, tapi aku nggak bakal punya rencana yang norak sama kamu !” kali ini tatapan mata Noval begitu tulus. Meski Stephane masih sangsi dengan karakter cowok ganteng yang masih seperti anak ingusan ini, namun dia bisa melihat ada setitik noktah rasa penyesalan dalam benak Noval.

“OK !, Noval aku berusaha untuk percaya sama kamu. Tapi kamu jangan sakit hati bila aku menjauh dari kamu, terus terang saja, Noval !. Aku selalu merasa takut bila gaul dengan cowok cowok kaya kamu “
“Tapi never mind Step !, aku akan tetap engajak kamu gabung bareng kalau aku punya acara lainnya.
“Please, tapi aku minta lain kali kau lebih dewasa, OK ! “
“So pasti, friend “

Kedua remaja yang semula menjadi friend di FB dunia maya, kini gabung dalam dunia nyata, tanpa secuilpin kesan norak terhadap masing masing diri mereka. Keduanya terus ceria malam ini, hingga samapai pada rumah masing masing, dengan selaksa harapan untuk gabung di acara lain***

Kamis, 27 September 2012

Haydar








Haydar benar- benar merasa menjadi satu-satunya pemilik hari- harinya sendiri, yang memberikannya sebuah kebebasan untuk terbang layang menjelajah semua sisi atmosfer, dari sudut satu ke sudut lainnya, tanpa ada yang mampu mengekangnya. Dia adalah bagaikan sang elang
 yang bersayap kokoh, yang tak satupun angin musim mampu mengoyaknya. Di manapun kedua sayapnya merentang selalu saja dia mampu menemukan taman bunga yang mewangi, setiap kelopak bunga yang sudah matang selalu saja menjulurkan kelopaknya untuk remaja ganteng ini, entah apa yang dia inginkan selalu saja sang bunga dari taman yang ditemui, membalutnya dalam buaian asmara buta dan konyol.

Sang Elang liarpun tidak pernah memperdulikan kelopak kelopak bunga yang berguguran terpagut penyesalan, Haydar hanya terus membersihkan bulu bulunya yang putih bersih dan berhias warna warni di beberapa tempat tubuhnya. Kedua sorot matanya terus saja dingin tapi tajam menunggu arah angin yang menunjukan tempat taman bunga yang disukainya.

Don Juan Haydar tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dilakukan. Selalu saja langit biru menantangnya untuk terbang  jauh dan jauh, sang elangpun tidak sadar bahwa kadang angin lembut yang bergetar di bawah sayapnya, terkadang bisa menjadi angin prahara yang menghempaskan ke arah mana saja.


Saat sayapnya yang kokoh menjadi koyak,  Haydarpun menjadi terpuruk dan galau, tidak mampu lagi melukis sketsa hatinya dengan guratan wangi bunga yang biasanya liar, seliar angin prahara yang menghempaskanya. Kamar pribadinya di bungalownya di sudut kota, sekarang turut menjadi saksi bisu, akan galau hatinya yang terhenyak dengan realita yang ada, tentang kondisi tubuhnya yang mulai mengajukan protes,  sel-sel liar yang menggrogoti kerongkongan dan kedua paru-parunya tak mampu dilawan oleh Sang Elang  Putih yang ganteng ini. Bahkan kini mulai menginjak stadium IV. Maka wajar saja sang elang  kini terlihat pucat pasi wajahnya, kurus dan batuk kering yang dalam terus mengikuti kemana dia pergi.
***
“Penyakit yang bersarang di bandan putra bapak, bukan penyakit TBC atau Anemia, tetapi penyakit lainnya” komentar Dokter Rinjani menambah rasa penasaran mama papa Haydar, yang dipanggil ke ruang konsultasi, sementara Haydar masih terkapar tak berdaya di ruang ICU rumah sakit.
“Tolong dok !, kami  mengharap sekali anak kami bisa sembuh !, entah penyakit apa yang menyerangnya !. Kami tidak mau tahu seberat apapun penyakitnya !”.



“Bapak dan ibu mohon bersabar !, kami akan menjadwalkan putra ibu untuk operasi setelah keadaan fisiknya stabil. Kami hanya berusaha untuk mengangkat kanker yang tumbuh di paru parunya” seru  Dokter Rinjani dengan senyum renyah menghiasi wajahnya.
“Kanker !,  seberapa besar peluang hidup anaku, dokter ..!!! “ jerit mama Haydar yang sekujur tubuhnya terasa tersengat aliran listrik yang kuat, hatinya bergetar hebat. Mengapa anaknya  yang masih muda harus menerima kenyataan menghadapi cobaan hidup. Mengapa anak bungsunya itu harus menerima kenyataan antara hidup dan mati. Padahal setiap hari, sebelum batuk parah menyerangnya, dia selalu ceria. Apapun permintaan anaknya selalu dia turuti, termasuk sebuah mobil Fortuner merah metalic langsung ia belikan saat anak kesayanganya itu merengeknya.
“Ibu tidak usah kuatir, sekarang kanker bukan lagi monster yang menakutkan. Karena teknologi medis telah maju. Kami mohon doa dan kekuatan hati bapak ibu ! “
“Dok, kami minta tolong, kami punya sebuah permintaan !” rengek Steven Budiman dengan pandangan mata yang kosong,  meski sorot matanya mulai diakrabi air mata , wajahnya kini kelihatan pucak pasi dan kedua bibirnya bergetar pertanda dia kini mengalami goncangan yang hebat.
“Oh, tentu silakan !, apa permintaan bapak ?”

“Jangan sampai anaku tahu penyakitnya, kasihan dok !” pinta Steven Budiman.
“Baik Pak Budiman, akan saya jaga rahasia ini. Namun, pak !, suatu saat kita harus memberitahukan padanya, bila kondisi mentalnya sudah stabil. Sebab penyakit ini jelas membutuhkan kondisi psikologis yang mendukungnya, setuju Pak ?”
Steven Budiman hanya terpaku dalam kesedihan yang dalam, yang membuatnya hanya mampu menganggukan kepalanya. Padahal Steven Budiman ayah Sang Elang adalah pengusaha yang terkenal tangguh, tabah sekaligus tegas dalam menghadapi semua rintangan hidup ini, tetapi sekarang dia tidak lebih dari seorang bapak yang lebay menghadapi derita sang elang, putra bungsu kesayanganya, yang ganteng, gaul sekaligus cerdas.  Sang elang yang didambakan mampu menjadi perwujudan kasih sayang darinya kepada keluarganya, adalah  anak remaja yang mendapat kasih sayang yang berlebihan, terutama dari sisi duniawinya.  Hingga apapun yang dilakukan putranya itu, dia tidak pernah menilai dari sisi baik dan tidaknya. Inilah buah dari kerja kerasnya dalam menghadapi kehidupan duniawi yang memuaskan dirinya dan keluarganya.
***
“Apa kata dokter, pap ?” lirih suara Elang Don Juan menyeruak ke kamar ICU yang mewah, sementara berkali kali mamanya merapikan selang oksigen yang sering menjadi sasaran pelampiasan kemarahan don juan.
“Kamu sakit ringan, anaku !, hanya paru-paru basah, setelah cairan yang ada di paru-parumu dikeluarkan kamu akan sembuh !”
“Pap, aku ingin pulang !”
“Makanya kamu harus bisa menolong diri kamu sendiri !, kamu harus sabar, percaya diri dan berdoa. Itulah yang dibutuhkan mama dan papa. Sembuh, ya nak ! “
***
Tibalah penantian panjang sang elang untuk menghadapi pergulatan dirinya menghadapi sel-sel kanker yang ganas, meski beberapa kali dia menghadapi operasi pengangkatan sel kanker, belum lagi terapi kemoterapi yang dilakukan berkali kali. Hingga dia kini menjadi kurus kering. Kebebasan dan keceriaan terbang layang, menjangkau semua yang dia sukai kini tertepiskan oleh galau yang terus memburunya. Nyanyian lagu lagu cantik yang sering keluar dari mulutnya, kini menepi jauh jauh. Malam yang selalu menyergapnya dengan hiasan seribu kunang malam, kini sirna, hanya dinding bisu, mama dan papanya yang paling setia menemaninya.
Haydar terhenyak saat mendengar bel dari ruang tamu bungalownya, tidak beberapa lama Reiny kini sudah berada di depan springbednya tempat dia tergolek lesu.
“Hei, bro kamu masih terus terusan begini ?” seru sang jelita yang kini duduk di tepi springbednya.
“Maafin aku ya Ren !, klo aku pernah buat salah !” pinta sang elang yang sudah terlipat sayapnya.
“Eh, setiap orang pasti bisa berbuat salah, namun aku tidak pernah sakit hati pada kamu. Pintamu kok seperti mau meninggalkan aku selamanya, jangan gitu bro !, kamu harus yakin mampu menghentikan ini semua !”
“Bagaimana aku bisa yakinkan diri saya sendiri, Ren !”
“Coba dong kamu tampil seperti dulu lagi, sokibmu lama  nunggu kamu, sekarang ngeband anak gaul mulai ngetren lagi. Mereka lagi siap siap ngikut audisi tv, siapa tahu band kamu bisa tampil mantap, coba dong bangkit seperti dulu lagi !”
“Ah, untuk apa Ren, umurku tidak lama lagi !”
“Aduh bro, kaya anak kecil aja kamu, yang tahu umur kita kan Tuhan, darimana kamu tahu umur kamu ?”
Sang Elang hanya bungkam seribu bahasa, meski di hatinya mulai tumbuh semi untuk mengayuh langkah hidupnya lagi, meski tidak akan lagi terbang memunguti sari sari bunga lagi, seperti sikap garangnya dahulu. Mereka berdua kini hanya larut dalam canda ria dua sahabat sejati***