Kamis, 13 Desember 2012
Rabu, 12 Desember 2012
Bangunlah Negeriku
“Merdeka !!! “, pekik itu sayup menyelinap di padang berlantai duri
lenyap dipinang hiasan jaman dengan pemanis warna warni,
setiap ranum bunga, dahan dan daun melekang kering diterkam
angin prahara dari jaman yang runtuh.
hanya menyisakan dada dada kosong anak jaman berias wajah mengerikan
menerpa tanah hunian sang mutumanikam,
laksana gempita tsunami dari Tambora dan Krakatau
lantang menghardik semilir sejuk angin sorga membawa sari hidup
damai mengusung detik esok hari penuh ceria.
tiada lagi sosok penyejuk jaman menjinjing epos pahlawan
tiada lagi tangan tangan sejuk terbentang bergayut di bahu yang kokoh,
layar perahu telah terkembang menampilkan mozaik tangis dan pilu
saat daun pandan di halaman archipelago negeriku layu berkoyak kepalsuan
dijerat syahwat iblis iblis jaman di siang hari bolong.
kita harus mengadu pada siapa ?
nyanyi rindu pada bunga bunga bangsa harum wewangi sepanjang
tanah lapang tempat berkejaran anak anak kita mengejar pipit dan
kenari. Dalam seloroh di tanah nyaman tak berujung gerigi tajam.
ak ada lagi mesiu tempat mengungkap kata hati yang sumbang
muram durja kita, disambut gempita sorak iblis,
bersemayam di benak anak anak kita di tepi puing jaman.E
masihkah kita hirau ?
jangan hiraukan sihir tajam dari iblis bermata juling
(Semarang, 10 Desember 2012)
1. Pesan Emaku
mengapa kita tak pandai ?
menyimpan petuah dan cerita emak,
tentang wajah monster jaman menghadang
hingga berulang kali emaku mengerutkan kening
sorot matanya jauh menembus dinding jantungku
emak !, memang sulit untuk memebenahi
anakmu yang meregang dicumbu “reformasi” yang dikais
dari puing negeri yang tercabik tangis pilu
tak ada lagi rajutan kain biru darimu, untuk medinginkan
gemertak tulang iga
namun emak tak akan lagi harus basah
keriput dan legam pipimu, tak akan lagi haru
yang meregangkan semua urat nadimu,
tak kan ada lagi riuh gempita rumput kering
meraih basah gerimis diusung angin pasat
emak, pelankan deru nafasmu!,
telah pulih dan membiru atmosfer negeri tempat mandi bidadari
hingga emak masih mampu merapikan semi padi dan sayur.
(Semarang, 12 Desember 2012)
2. Anak Ubi dan Sang Iblis
dengarkan kawan !
kita anak ubi, dalam muram durja
kita masih mampu menghitung arah angin
agar berselingkuh dengan gersang sawah ladang
anak ubi tak pernah terpingit dalam keluh
pengap debu debu jalan yang kini ganas,
lantaran kini saudaraku telah lantang berbicara
dengan bahasa debu dan deru wajah yang menghitam
angin prahara manakah yang meminangnya ?,
anak ubi !, janganlah lenyap dalam ikatan kata mesra !
janganlah kau sembunyikan dirimu di kolong langit
saat semua iblis bangkit dari galian kuburnya
saat mereka mencabik semua warna pelangi
dada kita haruslah membara untuk menghempas sihir sihir
dari lipatan jubah jubah hitam sang iblis
dalam relung waktu ke depan terbentang lurus
menyibak jendela langit, mendung kita terjang
prahara kita kemas dalam keranjang kasih, tangan mengepal
kita sambut dengan seloroh anak ubu yang manis ceria
sang iblis tertawan di sudut negeri ini
hingga damai kita padu dengan pagi ceria.
(Semarang, 12 Desember 2012)
3. Cakrawala di Sisi Timur
cakrawala senja kini tak sedikitpu bergeming
kita tak akan mampu membalik pusaran bumi
kita diam dalam sudut kamar, menggapai benang putih
namun daun daun pandan di halaman rumah kita
tetap kita semai dengan percikan embun dini hari
sisi timur sang cakawala kita gambar
dengan raut wajah cemerlang
biarkan tumbuh pohon jati untuk pilar rumah
ana cucu kita....
kita tak segontai langkah anjing anjing liar
yang ganas demi sekerat daging mengoyak hari
kita tak seganas harimau bertatap mata nanar
dengan cengkeraman kuku yang tiada daya
sehingga kita tejerambab dalam kepongahan
dan syak wasangka..
tapi kita segagah burung elang merentang sayap
untuk mengintip hari hari yang diusung sang waktu
di cakrawala timur kita hinggap
(Semarang, 12 Desember 2012)
4. Benang Putih
di tiap nafas, adalah ikatan benang putih
di tiap gemeretak geraham kita, Dia akan menyejuk
saat sang waktu menebas, kita dalam sorot MataNYA
dalam benang putih kita terbang menjinjing harap
kita sepadan dalam menata negeri pongah ini
di tepi langit, kita adukan semua keluh dan kesah
(Semarang, 12 Desember 2012)
Rabu, 05 Desember 2012
Aku dan Jaman
aku berdiri di tengah badai..
dalam reruntuhan jaman...
aku tersesat di tepi hari, yang meludahi dan menyudahiku...
aku genapi semua yang menepisku..
agar terkapar dalam bijak dan sendu hidup...miliku sendiri
hingga badai...menjadi diriku sendiri
masih tersisia detik yang binal dan
liar,
masih ada batas senja yang geram dan bertaring tajam
meski aku hanya tulang daging...
namun aku bangkit dari tanah yang
menghimpitku..
lantas aku petik dengan damai di sudut jantungku...
karena semua adalah fatamorgana dan dongeng anak
sebelum tidur....semu tapi jalang
aku kembali menggeliat...
untuk hari hariku sendiri, yang bersikeras
bagai iblis dan setan dari telaga langit
aku ceria...........
Dingin
tak bersuara, dingin membisu
lalang kunang, bersayap ...cahaya hanya secercah
pohon terbujur kaku menanti angin dalam seloroh
tepi langit hitam melipat wajah
atmaosfer berkaca pada manusia manusia srigala...
menyayat kanvas biru dalam sketsa ego berhati jelaga
kita terkubur dalam liang manusia durjana
damai...hijau...sejuk....
di beranda rumah kita
hujan.....
serpihan asa...
tetap menelikung
tulang igaku...
angin..
adakah kau,
menyodorkan nafas
tak jalang..menikam bisu
dingin..
masih melipat
bagai lolong srigala...
kemana langkah
kukayuh meminang hari..
pekat.
seandainya kau bersahabat..
merentang rembulan.
seribu belati
tajam mengulitiku..
sendiri...
tanpa seloroh
secawan kasih
aku mengharap.....
semarang, 3 desember 12
Langganan:
Postingan (Atom)